blank
Ngateman, Letua PC Lesbumi NU Kabupaten Jepara saat memberikan sambutan.

JEPARA (SUARABARU.ID)- Forum diskusi ‘Suluk Mantingan’ yang rutin digelar oleh PC Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi NU) Kabupaten Jepara kini secara resmi berubah nama menjadi ‘Suluk Jeparanan’.

blank
Ki Dalang Soleh Ronggowarsito, saat menembangkan sebuah syair.

Menurut Ketua PC Lebumi NU Jepara, Ngateman, forum diskusi yang intens mengangkat tema sejarah dan budaya Jepara ini semula rutin digelar sebulan sekali di paseban makam Mantingan. Namun, karena pihak pengelola makam membatasi kegiatan tersebut, terkait dengan waktu, maka secara resmi di edisi yang ke-10 Suluk Mantingan secara resmi dihentikan.

Diskusi ‘Suluk Jeparanan’ perdana yang diselenggarakan di kediaman Ngateman, pada Sabtu, (23/09/2023) di Randusari Tahunan ini mengangkat tema ‘Tradisi Rabu Pungkasan dan Jejak Keteladanan Nabi Muhammad SAW’ yang dihadiri oleh seluruh pengurus PC Lesbumi NU Jepara dan Lesbumi MWCNU Tahunan.

“Suluk Jeparanan merupakan lanjutan dari Suluk Mantingan yang sudah khatam sampai jilid 10. Diharapkan melalui spirit baru yang diusung melalui diskusi Suluk Jeparanan akan semakin memperkaya khasanah keilmuan di Jepara”, ujar Ngateman.

“Suluk Jeparanan merupakan metamorfosis dari Suluk Mantingan. Kita bisa lebih luas berbicara tentang sejarah dan budaya Jepara. Pekerjaan besar dari PC Lesbumi NU Jepara salah satunya adalah mengaktifkan Lesbumi dari tingkat ranting maupun MWC”, lanjut pria yang akrab disapa Bolo ini.

Sementara itu, Muhammad Dalhar, S.S, narasumber dalam forum diskusi Suluk Jeparanan menyinggung perihal tradisi pembacaan Shalawat Nabi atau Muludan. Hal ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat Jawa. Menurut  Dalhar, bisa dibuktikan dengan adanya tradisi Sekaten dan Grebeg Maulid di Solo dan Jogjakarta.

“Tradisi Maulid yang dilakukan oleh raja-raja Jawa sampai dengan saat ini masih berlangsung di Solo dan Jogjakarta sebagai penerus terakhir dari kerajaan Demak dan Mataram Islam. Sampai hari ini, tradisi masih berjalan dengan dinamika yang berbeda-beda di setiap wilayah ungkap Dalhar.

“Mulai dari kitab yang dibaca setiap daerah atau desa berbeda. Bukan hanya desa, dari setiap majelis juga berbeda-beda. Ada yang menggunakan bacaan qasidah Burdah, al-Barjanjiy, Diba’, Syarofil Anam, Simtudduror, dan masih banyak lainnya. Terlepas dari bacaan yang dibaca, secara umum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memuji dan memuliakan Nabi Muhammad Saw”, terang salah satu pemerhati Sejarah Jepara ini.

Acara yang dipandu oleh Ali Burhan ini juga diisi dengan pembacaan puisi oleh Agung dan Aminan Basyari dengan membaca puisi karya KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) yang berjudul ‘Aku Merindukanmu, Oh Muhammadku”. Diakhiri lantunan tembang Jawa yang dibawakan oleh  Ki Dalang Sholeh Ronggo Warsito.

ua/ook