blank

Oleh : Deny Ana I’tikafia

Semua manusia didunia ini, apabila makan pasti memakai alas, apapun bentuknya, Alas makan yang lazim biasa dipakai adalah piring. Entah kenapa memakai kata piring asal muasalnya yang jelas semua orang pernah memakainya. Tentu saja, mempunyai istilah kata sesuai negara masing-masing.

Alas makan ini tentu saja sangat mempengaruhi selera makan, salah satu penyebab pengundang nafsu makan yang ada, misalkan dikemas memakai daun pisang. Beda lagi selera makan bila penyajiannya dari daun jati. Bagi sebagian masyarakat tertentu, khususnya seusia setengah abad, makan dengan daun jati tentu ada sensasi tersendiri.

Bagi para pegiat lingkungan, yang berusaha mengurangi sampah khususnya sampah plastik sudah barang tentu berusaha membawa bekal makanannya dengan wadah khusus yang bisa dipakai kembali, meskipun terbuat berbahan dari plastik tapi jenis yang tidak sekali pakai.

Ada yang menarik perhatian, memperbincangkaan alas makan , yaitu pasca makan, adakah yang tertarik untuk membahasnya? Terutama sisa makanan yang tertinggal didalamnya, mau dibuang begitu sajakah?

Adakah yang terbersit sisa makanan akan dikemanakan?

Banyak solusi yang telah direncanakan, misal sebuah rumah makan, sengaja memiliki “empang” (kolam ikan) sisa makanan akan diberikan ke ikan piaraannya sebagai pakan, diberikan ke hewan piaraan milik sendiri atau tetangga. Tentu saja tidak sembarang sampah ya, agar piarannya tetap sehat. Makanan yang masih layak dimakan, alias tidak basi,

Indonesia di Tahun 2020 sudah memasuki sinyal darurat sampah makanan dan merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Arab Saudi. Tahun 2021 Sistim Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton skala nasional.

Indonesia juga sekaligus menjadi negara dengan performa terburuk dalam upaya mengurangi sampah makanan. Keberadaan sampah makanan yang masif ini juga menjadi ironi, mengingat masih terdapat 19,4 juta masyarakat Indonesia yang kelaparan dan berjuang untuk mendapatkan makanan tiap harinya.

Kebiasaan yang Harus Segera di Rombak

Dalam kebiasaan sehari-hari, sebagai orang Jawa, entah kalau di luar Jawa bahkan luar negeri, ada kebiasaan sejak kecil dididik untuk tidak memakan semua yang disuguhkan di tempat perhelatan, nanti dikira “nggragas” artinya semua dihabiskan saking lahapnya karena kelaparan.

Ada kebiasaan lucu juga, bila perjalanan jauh dari rumah, membawa bekal sebelum sampai tujuan, harus berhenti makan dan minum dulu, Malu barangkali sesampai ditempat lokasi yang dituju, sebagai tamu kelihatan kelaparan banget.

Ada pula yang sebetulnya selera makan sudah ada, semangat untuk mengambil makanan, namun ternyata makanan tersebut tidak enak untuk dimakan dan tidak sesuai yang seleranya. Akhirnya makanan ditinggalkan begitu saja.

Dan sebetulnya masih banyak lagi contoh, adab dalam hal makan, oleh orang tua jaman dahulu, apabila diteruskan akan menjadi budaya yang tidak baik serta memperbanyak sampah makanan yang lazim dikenal sebagai “food waste”

Dalam ajaran agama Islam, ada yang berpendapat tidak menghabiskan makanan itu masuk kategori mubazir dan menjadi teman setan.Hukum tidak menghabiskan makanan dalam Qs Al Isra’ ayat 26 dan 27 menjelaskan tentang posisi manusia yang boros harta termasuk makanan.

Masih dalam istilah Jawa, ada pepatah “Ngalap berkah” artinya dari alas makan tersebut semua harus dihabiskan. Tidak boleh ada yang tertinggal, termasuk “Upo” yang artinya butiran nasi. Khawatir barangkali yang disisakan ternyata “berkah”nya ada dalam makanan yang di sisakan.

Menjadi Kewajiban Siapakah, Agar Tidak Berlarut-larut

Membahas tentang kewajiban, sudah barang tentu yang terlebih dahulu kita prioritaskan adalah diri sendiri. Kesadaran untuk sebelum makan, sudah harus bisa memprediksikan apakah akan segera di makan, atau untuk persediaan dimasukkan kulkas atau akan diberikan pada yang membutuhkan.

Dalam Qs Al A’raf ayat 31 di jelaskan bahwa umat islam diperimtahkan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum karena Allah SWT tidak menyukai perbuatan yang berlebihan atau disebut “israf” artinya boleh meninggalkan makanan jika memang sudah kenyang dan membiarkannya tidak habis.

Dari pedoman tersebut, rasanya apabila ingin menghindari terjadinya sampah, salah satu solusinya adalah mengambil sedikit kalau kurang mengambil lagi, rasanya tidak enak dipandang, mengambil makan berkali kali, menimbulkan perhatian orang disekelilingnya.

Di riwayatkan pula Rasullulah SAW bersabda bahwa,”Kaum muslimin adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti sebelum kenyang. sepertiga isi perut adalah makanan, sepertiga minuman dan sepertiganya disarankan untuk dikosongkan.”

Umar bin Abu Salamah meriwayatkan,”Suatu hari aku makan bersama Rasullullah, Nabi bersabda makanlah makanan yang berada didekatmu,”(HR.Muslim), dimaksudkan karena pada saat itu hanya ada satu jenis masakan saja, demikian penjelasan para ulama.

Faktor kesehatan juga harus diperhatikan apabila kekenyangan akan berdampak berbagai penyakit yang akan timbul. Semua kembali pada diri sendiri, untuk memilih mana yang terbaik, mau makan sampai kenyang ? Ataukah makan seperlunya dan yang terpenting adalah tidak menimbulkan sampah minimal mengurangi.

Upaya Pilah Sampah dari Rumah Menjadi Solusi

Bertambah banyaknya sampah, termasuk sampah plastik yang tiap hari makin menggunung, menyisakan banyak PR yang harus kita renungkan, berbagai cara terus dilakukan, pilah sampah berawal dari rumah tangga, belum semua melaksanakannya termasuk saya pribadi.

Minimal kita telah berpartisipasi dengan cara berusaha membawa air minum berupa botol dari rumah, membawa bekal memakai wadah tidak sekali pakai. Berusaha membawa tas belanja, apabila akan berbelanja, sudah siap dipergunakan. Memberi teladan, memang harus kita terapkan untuk diri sendiri sejak sekarang

Penulis adalah Wakil Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Jepara.