blank
Simposium dan workshop yang diselenggarakan CSDS FId UKSW dengan menggandeng Universitas Brawijaya dan The University of Queensland, Australia. Foto: UKSW

SALATIGA (SUARABARU.ID) – Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menjadi tuan rumah penyelenggaraan simposium “ASAA Workshop: Examining the “Hidden Abode” Of Social Reproduction, Marriage, And Violence in Southeast Asia”, akhir pekan lalu.

Kegiatan yang dimotori oleh Pusat Studi Pembangunan Berkelanjutan (CSDS) Fakultas Interdisiplin (FId) ini merupakan buah kerja sama CSDS dengan Universitas Brawijaya dan The University of Queensland, Australia.

Diselenggarakan di Ruang Probowinoto, salah seorang Panitia Kegiatan sekaligus salah satu narasumber Rebecca Ann Meckelburg, B.A.Hons., Ph.D., menuturkan bahwa kegiatan ini mengembangkan kerangka kerja konseptual umum untuk mengkaji tantangan baru bagi perempuan dan pembangunan di Asia Tenggara.

Lebih lanjut, Rebecca Ann Meckelburg mengungkap bahwa kegiatan ini penting bagi akademisi mahasiswa yang memiliki kajian khusus pada perempuan untuk mengembangkan ilmunya. “Forum ini untuk membicarakan kajian dan bagaimana mengembangkan alat konseptual dan teori yang menjadi bekal untuk menjelaskan fenomena yang kita kaji,” jelas dosen FId ini.

Diikuti sejumlah peserta yang merupakan dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya dan mahasiswa doktoral FId UKSW, 10 narasumber dihadirkan untuk memaparkan materi terkait kajian tersebut.

Disebutkannya enam pembicara dihadirkan di hari pertama, kemudian di hari kedua workshop dihadirkan 3 pembicara. Selain itu, terdapat sesi khusus yang dibawakan oleh Dosen FId Charanpal S. Bal, Ph.D., mengenai persiapan makalah publikasi dan oleh masing-masing peserta mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya.

Dalam kesempatan ini, beberapa narasumber seperti Rebecca Meckelburg membawakan materi bertajuk “Social Reproduction and Women’s Marginalisation”, Melissa Johnston dari University of Queensland memaparkan materi “Patriarchal Accumulation and Brideprice in Timor Leste” dan “Marriage and Trafficking: The case of Indonesia”, serta Charanpal S. Bal memaparkan materi bertajuk “Getting Published: Article Submission and Reviews.”

Submit jurnal internasional

Disinggung mengenai workshop, Rebecca Ann Meckelburg menerangkan bahwa kurang lebih sepuluh hari sebelum acara, peserta telah membagikan makalah untuk kemudian mendapatkan mentoring guna memantapkan makalah sebelum dipublikasi dalam jurnal ilmiah.

“Luaran yang diharapkan adalah dua hingga empat makalah akan submit di jurnal internasional yang akan dikirimkan selambat-lambatnya akhir tahun ini,” imbuhnya.

Merujuk pada pendekatan feminis, beberapa makalah menyajikan perspektif teoritis dan metodologis yang mengeksplorasi tempat tinggal tersembunyi dari reproduksi sosial. Sementara yang lain menggunakan pendekatan feminis untuk mengeksplorasi topik empiris seperti tradisi, pernikahan, dan kekerasan.

Peserta akan menggunakan pendekatan interdisipliner yang diambil dari studi tentang gender, budaya, ekonomi politik, studi pascakolonial dan antropologi. Workshop tersebut dijalankan dengan basis peer-mentor sehingga diperlukan partisipasi aktif membaca makalah, terlibat dengan teori dan metode yang disajikan, memberikan umpan balik oleh semua peserta.

“Harapannya sudah terpenuhi untuk menyediakan akademisi perempuan yang mempunyai minat kajian tentang perempuan. Peserta dapat saling mendukung, dan belajar karya masing-masing dan dapat berkembang ke depan,” pungkas wanita asal Australia ini.

Sementara itu, Wakil Dekan Fid Aldi Herindra Lasso, S.Pd., M.M.Par., Ph.D., mengungkapkan apresiasi dan ucapan syukurnya atas terselenggaranya simposium ini serta ucapan terima kasih kepada seluruh narasumber yang hadir.

“Simposium dan workshop ini sangat baik diadakan karena wanita sering kali diabaikan, padahal mereka memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aspek termasuk dalam pembangunan,” ungkapnya dalam sambutan saat membuka kegiatan.

Melalui simposium ini, akademisi dapat lebih memberikan perhatian pada kajian tentang perempuan dan dapat melakukan sesuatu yang lebih. Ia juga menyatakan bahwa kegiatan ini memberikan kontribusi yang baik bagi peneliti dan individu yang terdampak oleh isu ini.

“Kegiatan ini kita gunakan untuk menggali budaya yang akan kita pelajari, dan kita gunakan untuk kolaborasi bersama,” pungkasnya. UKSW-wied