Satu demi satu instrument dicoba. Cuk dan cak disambungkan ke mixer portable, lalu dicoba. Denting keroncong mulai terasa di lereng gunung sore itu. Ya, istrumen cuk dan cak yang berbentuknya seperti gitar berukuran kecil itu adalah penanda khas pada musik keroncong.
Kemudian gitar bas elektrik dicoba juga, mantap. Tidak dibawa bas bethot karena ukurannya yang besar dan tidak praktis. Meman gada cello tetapi masih dalam perjalanan, begitu juga gitar melodi. Tetapi, yang Namanya seniman keroncong, keberadaan cuk, cak, dan bas elektrik sudah bisa dimainkan.
Untuk test mike majulah Doso, dan melantunlah Keroncong Segenggam Harapan. Ya memang baru sekadar test mike dengan instrument yang belum lengkap. Tetapi, suasana perkemahan di hutan pinus itu menjadi “sangat sesuatu”.
Kemudian test mike dilanjutkan oleh penyanyi keroncong yang sudah sangat senior di Semarang, Carlo. Kakek berumur lebih 70 tahun ini biasa disebut dengan nama panggung Carlo, yang sebenarnya singkatan dari Kartiman Londo. Kata londo di belakang Namanya disematkan, karena melihat posturnya yang memang seperti landa atau bule Eropa.
Keroncong Tanah Airku karya Kelly Puspito mengalun, menyelinap di antara batang-batang pinus, dan angin senja Gunung Ungaran. Mendalam lembah curam di sela gunung meninggi…… Pas sekali lirik itu, karena di bawah arena perkemahan ini terdapat lembah yang sangat dalam di antara hutan yang menghijau.
Setelah Kartiman Londo usai menyanyikan Keroncong Tanah Airku, kemudian giliran mencoba mike, Yuyun, penyanyi keroncong asal Temanggung. Dialah satu-satunya peserta yang datang dari luar kota Semarang. Yuyun selalu hadir dalam kegiatan Waroeng Keroncong yang tampil setiap Rabu di Semarang.
“Saya datang karena saya mencintai keroncong. Saya ingin music keroncong tetap lestari dan anak-anak muda pun menyukainya,” kata Yuyun yang datang dari Temanggung bersama Bowo, suaminya.
Tidak terasa senja makin turun dan gelap mulai datang. Dari kejauhan terdengar suara azan, dan uji coba sound system diakhiri, untuk memberikan kesempatan kepada para peserta kemah untuk menjalankan salat magrib.
Lampu sorot sudah terpasang, sehingga hutan pinus itu tak lagi gelap. Ternyata yang hadir di Kawasan perkemahan Camp Mawar ini tak cuma komunitas Waroeng Keroncong. Puluhan mahasiswa Universitas Diponegoro rupanya malam itu juga camping di sini.
“Nah, nanti yang nonton juga banyak anak-anak muda. Karena kegiatan ini juga punya maksud untuk melakukan sosialisasi agar anak-anak muda mengenal dan menyukai musik keroncong,” kata Setiyanto.
Tonton juga ini https://www.instagram.com/p/Ct1CmOttpNP/
Maka dia pun yakin, penampilan malam nanti akan menjadi sangat meriah dan mengesankan. Saat magrib kegiatan dihentikan, memberikan kesempatan beribadah, dan akan dilanjutkan sekitar pukul 19.00 nanti diawali dengan makan malam.
Bagaimana lantunan irama keroncong yang tak hanya mendendangkan lagu-lagu keroncong asli ini selanjutnya? Tunggu tulisan berikutnya……
Widiyartono R.