blank

JEPARA (SUARABARU.ID) – Ada acara menarik yang digelar oleh Karang Taruna Tunas Bangsa Desa Banjaran dan Gusdurian Jepara, Jumat (9/6-2023) malam. Bertempat di GOR Mata Elang, Perpustakaan Ben Pinter Desa Banjaran, Kecamatan Bangsri, Jepara digelar acara Nobar Film Pendek Kos-Kosan dan Diskusi Pojok Rakyat menghadirkan pembicara Dr Mayadina Rohmi Musfiroh S.H.I, MA dari Gusdurian Jepara dan Pdt Utari dari GMKI Bangsri

Acara yang dipandu oleh penggerak Gusdurian Jepara, M. Choirun Najib ini diikuti oleh sejumah aktivis pemuda. Nampak hadir Ketua GP Ansor Jepara Ainul Mahfudh, ABI Indonesia (Syiah) Abdul Nashir, PMII Jepara Arif Mandala Putra, Lakpesdam, BEM U Unisnu, Karang Taruna Banjaran dan Bangsri

Mayadina Rohmi Musfiroh dalam paparannya mengungkapkan, selama ini konflik agama muncul karena keengganan verifikasi dan konfirmasi. Oleh sebab itu, dibutuhkan tiga langkah dalam mencegah konflik agama agar tidak muncul kembali.

blank
Diskusi Pojok Rakyat menghadirkan pembicara Dr Mayadina Rohmi Musfiroh S.H.I, MA dari Gusdurian Jepara dan Pdt Utari dari GMKI Bangsri

Tiga langkah yang disebut tangga penyimpulan ini menurut Mayadina Rohmi Musfiroh yang juga menjabat Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara terdiri dari pertama, lihat dulu fakta dan data. Kedua, menambahkan makna. Ketiga, asumsi. Baru kemudian menjadi konklusi (kesimpulan).

Ihwal konflik, selain lingkungan dan trauma masa lalu, Mayadina justru menyoroti kapasitas. Karena, pondasi berpikir terdapat pada intelektual, dalam hal ini skill verifikasi dan konfirmasi harus jalan.

“Ketika kedua skill tersebut tidak digerakkan. Jadinya seperti konflik di Maluku, tega membunuh, tempat ibadah dibakar. Ketika ditanya konflik muncul karena apa, jawabnya intinya, seolah menunjukkan ketidakjelasan,” papar Mayadina.

“Persepsi ketidakadilan pada konflik agama, muncul karena belum dikonfirmasi dan diverifikasi. Toh perbedaan adalah sunnatullah,” tandas dia.

Sementara itu, Pendeta (Pdt) Utari dari Gereja Kristen Muria Indonesia mengatakan, meski berbeda, ketika mau berkolaborasi akan menjadi satu tim. “Perbedaan seringkali jadi pemicu, memang. Sehingga dibutuhkan kedewasaan, agar kolaborasi ini muncul,” ujar Utari.

“Indonesia adalah rumah kita. Harusnya nyaman. Karena itu kita harus berkontribusi. Kitalah yang menentukan mau nyaman atau tidak,” imbuhnya.

Panitia Penyelanggara, Fuad Fahmi Latif dari Gusdurian Jepara menjelaskan acara Nobar dan Diskusi Pojok Rakyat #IndonesiaRumahBersama ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama dengan segala keberagaman suku, ras, budaya, agama dan lain sebagainya.

“Kegiatan ini bertujuan memberikan pemahaman kepada masayarakat tentang arti pentingnya toleransi dan saling menghargai dalam keberagaman,” ujar Fuad.

Hadepe – Fadeli