blank
Lestari Moerdijat saat mengikuti diskusi secara daring. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Kendala dalam proses hukum berbagai kasus kekerasan, harus segera diatasi. Hal ini agar para korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan tindak kekerasan seksual, mendapatkan hak perlindungannya sebagai warga negara.

”Kendala belum adanya aturan pelaksana, dan masih lemahnya pemahaman serta kapasitas aparat penegak hukum dalam menjalankan amanat UU, harus segera diatasi,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Rabu (31/5/2023).

Hal itu seperti yang dia sampaikan, saat memberikan sambutannya dalam diskusi daring bertema ‘Apa Masalah Krusial dalam Penerapan UU PKDRT Dan UU TPKS?’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

BACA JUGA: Jelang Pengamanan Pilkades, Polres, Kodim dan Pemkab Klaten Gelar Simulasi Kontijensi Sispam Rusuh Massa

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri SH LLM (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Kombes Pol Ciceu Cahyati Dwimeilawati SH MH (Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri).

Ada pula Dr Erni Mustikasari SH MH (Jaksa Ahli Madya pada JAM Pidum, Kejaksaan Agung RI) dan Melani SH MH (Anggota Dewan Kehormatan DPD Kongres Advokat Indonesia/KAI Jawa Barat) sebagai narasumber.

Hadir pula Siti Mazumah (Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan) dan Eva Kusuma Sundari (Direktur Institut Sarinah/Koordinator Koalisi Sipil untuk RUU PPRT) sebagai penanggap.

BACA JUGA: Melalui Kantin Kontainer, Dompet Dhuafa Dukung Penuh Mahasiswa Berwirausaha

Menurut Lestari, UU 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), sejatinya merupakan dasar hukum perlindungan bagi korban kekerasan di Indonesia.

”Belum bisa diterapkannya secara maksimal UU TPKS dan UU PKDRT hingga saat ini, apakah merupakan pembiaran atau ada konstruksi berpikir yang salah dipahami?” tanya Rerie sapaan akrab Lestari.

Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, pemahaman menyeluruh terkait substansi UU itu menjadi faktor penentu untuk merealisasikan aspek perlindungan, yang diamanatkan UU itu.

BACA JUGA: Pemkot Magelang Gelar ‘Gowes Bareng Gubernur Jawa Tengah’

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu menilai, tanpa perubahan paradigma berpikir dan kekuatan intensi sosial dalam memberi perlindungan kepada seluruh warga negara, efek kehadiran UU PKDRT dan UU TPKS akan melemah. Hal itu karena ketidakmampuan sejumlah elemen, dalam memaknai esensi perlindungan.

Sementara itu, Kombes Pol Ciceu Cahyati Dwimeilawati mengungkapkan, selama ini kepolisian sudah memiliki sejumlah dasar hukum untuk menangani kasus-kasus tindak kekerasan terhadap perempuan.

Dalam rentang 2018-2022, ungkap Ciceu, tindak kekerasan yang menimpa perempuan terbanyak dalam bentuk KDRT, perkosaan dan pencabulan.

BACA JUGA: Manfaatkan Lokasi Terbuka Hijau, USM-Univet Jajaki Kerja Sama dengan PT Pertamina

”Keterbatasan jumlah SDM penyidik, ahli dan biaya pemeriksaan untuk pembuktian ilmiah yang relatif mahal, menjadi kendala dalam penanganan kasus-kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, anak dan penyandang disabilitas,” ujar dia.

Pada kesempatan itu, Ciceu merekomendasikan sejumlah upaya, agar implementasi UU PKDRT dapat dilakukan dengan baik, antara lain dalam bentuk sistem monitoring dan evaluasi terpadu, untuk membenahi kekurangan dalam implementasi UU PKDRT, sehingga bisa menjadi edukasi masyarakat, agar tidak terjadi pengulangan kasus dengan modus dan motif yang sama.

Sedangkan Erni Mustikasari menyatakan, UU PKDRT yang sudah berlaku sejak diundangkan 20 tahun lalu, cukup menghadapi banyak kendala dalam penerapannya.

BACA JUGA: Berusia 100 Tahun, Abas Jemaah Calon Haji Tertua Kabupaten Tegal

Karena kehadiran UU itu, jelas Erni, bertujuan selain untuk mencegah terjadinya kekerasan dan melindungi korban KDRT, sekaligus untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis.

”Tujuan UU PKDRT tersebut, menyebabkan aparat penegak hukum kesulitan dalam penyelesaian sejumlah kasus KDRT. Dalam proses hukum, saksi-saksi yang hadir bisa dipastikan memiliki kedekatan dengan terdakwa, sehingga pembuktiannya cukup sulit,” tukas dia.

Riyan