Oleh : Ali Purnomo, M.Pd.I.
Pemilu adalah gelaran demokrasi yang diselenggarakan 5 tahun sekali. Karena itu masyarakat menantinya dengan antusias, karena ingin mendapatkan pemimpin baru melalui kedaulatan yang dimilikinya. Harapannya agar proses demokrasi ini mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik dan berkeadilan
Apalagi Pemilu tahun 2024 yang menjadi pesta demokrasi paling akbar dan stategis. Sebab pada tahun yang sama dilakukan pemilihan presiden – wakil presiden, gubernur – wakil gubernur, bupati – wakil bupati, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, DPR RI dan DPD.
Karena itu Pemilu 2024 bisa menjadi momentum politik untuk mengakhiri (endgame) fase transisi menuju konsolidasi demokrasi. Dus penyelenggaraan Pemilu 2024 harus benar-benar luber dan jurdil serta memenuhi parameter demokratis.
Pemilu 2024 memang masih cukup lama, tapi tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai Pasal 167 ayat (6) UU No.7/2017 dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Pemilu 2024 rencananya akan diselenggarakan tanggal 14 Februari 2024.
Masyarakat dihimbau untuk mewujudkan pemilu damai dan menjaga persatuan di wilayahnya masing-masing. Selain itu, seluruh WNI wajib untuk menjaga ketertiban, keamaan dan kondusifitas lingkungan.
Maswadi Rauf (2017) menyebutkan ada 4 (empat) hal yang menjadi kendala demokratisasi di Indonesia. Pertama, kecenderungan masyarakat memakai kekerasan. Kedua, politik uang. Ketiga, politik kekerabatan. Dan keempat, adanya anggapan demokrasi tidak membawa kesejahtreraan. Hal ini yang menurutnya memicu sikap antidemokrasi.
Sistem demokrasi harus menunjukan peradaban. Semakin dewasa semakin tinggi peradaban. Dalam artian menghindari konflik bernuansa kekerasan dan sara. Demokrasi itu menjunjung etika dan selalu patuh kepada hukum. Termasuk menjaga agar proses politik berjalan dengan damai.
Untuk menjaga kondusifitas dan menghindari konflik bernuansa kekerasan dan sara maka yang perlu dicermati sebagai warga negara Indonesia adalah:
Pertama, menghindari hoaks apalagi membuat berita hoaks karena hal tersebut akan membuat kegaduhan di lingkungan masyarakat. Hoaks adalah berita atau gambar palsu yang sengaja disebar demi kepentingan tertentu. Sedangkan konten provokatif adalah konten di media sosial yang sengaja dibuat dan diviralkan, agar masyarakat tersulut emosinya. Biasanya konten provokatif dibuat oleh tim buzzer politik demi menjungkalkan lawannya (black campaign).
Hoaks adalah ancaman di dunia maya, karena gara-gara berita atau gambar palsu itu, banyak yang terpengaruh dan akhirnya tersulut emosi. Begitu juga dengan konten provokatif. Semua diproduksi oleh para oknum, dengan tujuan tertentu. Maraknya hoaks dan konten provokatif wajib bagi masyarakat selalu waspada dalam menyaring berita di internet. Hoaks dan konten provokatif sangat menyebalkan karena bisa meracuni pikiran pembacanya. Jangan sampai masyarakat percaya akan keberadaannya, dan saring dulu sebelum sharing. Pembuatan berita hoaks ini masuk dalam ranah pidana melalui UU ITE
Kedua, masyarakat perlu waspada akan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) sangat berbahaya karena bisa mengacaukan Pemilu 2024 yang umumnya beredar di media sosial. Isu SARA sangat berbahaya karena bisa menyesatkan pikiran masyarakat dan memicu kerusuhan. Salah satu pemicu isu SARA yang beredar pada Pemilu 2024 adalah ketika ada kampanye partai politik atau calon legislatif di rumah ibadah.
Kampanye di tempat ibadah itu termasuk larangan berkampanye yang dijelaskan dalam pasal 280 UU No. 7 Tahun 2017. Jangan sampai rumah ibadah yang suci bergeser menjadi tempat kampanye politik dan memicu isu SARA. Rumah ibadah harus dijaga kesakralannya dan pengurusnya harus tegas untuk menolak kunjungan politisi yang ingin meraih simpati di sana. Oleh karena itu penyebaran propaganda yang berujung perpecahan SARA harus dicegah agar Pemilu berlangsung dengan damai.
Di tengah situasi resesi global tentu saja masyarakat jangan mudah percaya terhadap berbagai narasi dan isu-isu yang berbau hoak dan SARA.
Masyarakat perlu memiliki literasi yang baik demi mewujudkan demokrasi bermartabat serta suasana pemilu yang aman dan damai. Hal tersebut merupakan tugas bersama antara masyarakat dengan pemangku kebijakan yang terlibat dalam pelaksanaan pemilu 2024 nanti.
Penulis adalah akademisi dan pemerhati sosial tinggal di Jepara