blank
Ketua Paguyuban Trah Sutohaknyono, Marsan SPd (kanan), di makam Mbah Ragasemangsang yang berada di perempatan Kota Purwokerto.(SB/Bambang Pur)

PURWOKERTO (SUARABARU.ID) – Di perempatan jalan berjarak sekitar 200 Meter (M) sebelah timur Alun-Alun Purwokerto, Banyumas, Jateng, ada sebuah makam kuno. Pada dinding atas tertulis Mbah Ragasemangsang memakai huruf Jawa.

Lokasinya masuk Kelurahan Sokanegara, Purwokerto Timur. Makam dengan dinding tembok permanen itu berukuran 1,5 x 2 M, berbentuk kotak. Di bagian depan (selatan) ada pintu kecil berjeruji besi, sebagai jalan masuk ke dalam ruangannya. Di ruang dalam, ada bekas taburan bunga dan stik sisa pembakaran dupa.

Makam kuno di tengah pusat Kota Purwokerto itu, nampaknya menjadi salah satu tempat wisata spiritual oleh sebagian orang, yang ingin memanjatkan doa bagi roh arwah yang sumare (dimakamkan) ditempat tersebut. Harapannya, dapat menjadi wasilah (perantara) agar permohonannya dikabulkan Tuhan.

Wartawan Bambang Pur, berkesempatan mendatangi makam kuno tersebut, bersamaan acara rapat pleno Trah (Keluarga Besar) Sutohaknyono yang digelar di Purwokerto.

”Ini merupakan makam tokoh sakti,” ujar Hamid yang menjadi pemandu wisata. Warga aseli kelahiran Purwokerto ini berkata: ”Kakek buyut saya pernah bercerita dia itu orang sakti pemilik Ajian Pancasona atau semacam Ajian Rawa Rontek, yang kebal senjata dan pantang mati manakala tubuhnya masih bersentuhan dengan tanah.”

Ragasemangsang memiliki arti raga (tubuh) temangsang (tersangkut) di Pohon Beringin yang tumbuh di Alun-alun. Konon, hanya dengan cara begitu, Mbah Ragasemangsang dapat mati tanpa hidup kembali.

Nama Ragasemangsang cukup populer, karena dijadikan nama jalan di pusat Kota Purwokerto. Keberadaannya tetap dipertahankan, meski posisinya ada di bagian perempatan jalan.

Kebal Senjata

Makam tersebut, sudah ada sejak masa Kolonial Belanda. Bahkan tutur para sesepuh, itu sudah ada sejak zaman kerajaan. Ada sejumlah versi tentang Mbah Ragasemangsang. Dia pejuang yang kebal senjata dan gagah berani melawan Belanda. Kekebalannya, hilang tatkala rahasia kelemahannya dibocorkan ke Tentera Belanda. Yakni dapat mati dengan cara mayatnya disangkutkan di atas pohon.

Versi lain menyebutkan, Ragasemangsang dikalahkan oleh Kyai Pekih yang paham akan kelemahannya. Setelah sempurna kematiannya dan tidak hidup kembali, jenazahnya baru kemudian dimakamkan di tempat tersebut.

Dulu makamnya berposisi di pinggir jalan. Tapi karena ada pelebaran jalan, kini berada agak di tengah perempatan jalan. ”Tidak ada orang yang berani memindahkan makam yang dikeramatkan ini,” tutur Hamid.

Makam Ragasemangsang mengingatkan Makam Gumantung Patih Joyo Digdo di Blitar, Jatim. Putra Adipati Kulonprogo ini, dikenal sebagai tokoh sakti pemilik Ajian Pancasona. Semasa hidupnya, pengikut Pangeran Diponegoro ini, dikenal sebagai Jawara kebal senjata dan tidak dapat mati selagi tubuhnya masih bersentuhan dengan tanah (bumi).

Untuk menguasai Aji Pancasona, harus kuat menjalani laku tirakat puasa Senin-Kemis selama 7 bulan, diteruskan puasa 40 hari dan ditutup ngebleng pati geni sehari semalam yang dibarengi laku tirakat pantang tidur.

Adapun doa mantera Aji Pancasona versi Sunan Kalijaga sebagai berikut: Bismillahirrohmanirrohim, niyat ingsun amatek ajiku aji pancasona, ana wiyat jroning bumi, surya murub ing bantala, bumi sap pitu, anelahi sabuwana, rahina tan kena wengi, urip tan kenaning pati, ingsung pangawak jagad, mati ora mati. Tlinceng geni tanpa kukus, ceng, cleneng, ceng, cleneng, kasangga ibu pertiwi tangi dewe, urip dewe aning jagad, mustika lananging jaya, hem, aku si pancasona, ratune nyawa sakelir.

Bambang Pur