blank
Sri Wahyuningsih, S,Pd Guru SDN Sendangmulyo 02 Korsatpen, Tembalang Kota Semarang. Foto: Dok/keluarga

Oleh: Sri Wahyuningsih, S,Pd

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Budaya positif di sekolah merupakan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid, supaya mampu berkembang menjadi pribadi yang kritis, berkarakter baik, dan penuh tanggung jawab.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Karena mereka mendasarkan tindakannya pada nilai-nilai kebijakan universal.

Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantoro menyatakan, “…pertanggunggjawaban itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya.

Artinya tidak lain adalah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya, serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya. (Ki Hajar Dewantoro, pemikiran konsepsi, keteladanan, sikap merdeka, cekatan kelima, 2013, halaman 469).

Jadi, budaya positif merupakan salah satu cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dalam melakukan budaya positif tanpa hadiah, ancaman maupun hukuman. Budaya positif membuat anak memahami dan mengerti dalam melakukan perbaikan tanpa paksaan dari manapun.

Sedangkan Deal Peterson (1999) mendefinisikan, budaya sekolah merupakan tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu lama oleh guru, murid, orangtua dan staf administrasi yang bekerja sama dalam menghadapi berbagai macam krisis dan pencapaian.

Contoh budaya sekolah yang sudah diterapkan di sekolah adalah senyum, salam, sapa, sopan, santun, apel pagi, bahkan kegiatan ajang pencarian bakat melalui kegiatan apresiasi siswa.

Tentunya dalam menerapkan budaya positif sekolah harus memperhatikan kodrat anak, terutama kodrat alam dan kodrat zaman yang harus berpihak kepada peserta didik. Budaya berdoa sebelum dan sesudah selesai pelajaran, bahkan ada sekolah yang sudah menerapkan sholat dzuhur berjamaah dan pembiasaan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan salah satu bentuk penerapan profil pelajar pancasila dimensi beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Kegiatan ini harus secara “Continue” dilaksanakan disekolah.

Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan penting. Guru harus dapat memahami budaya positif yang dilakukan peserta didik, baik di kelas maupun di sekolah. Selain itu pemahaman akan budaya positif juga diperlukan, karena guru sebagai pamong yang diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang berkarakter.

Menurut Perpres No 87 tahun 2017 mengeluarkan peraturan tentang penguatan pendidikan karakter. Peraturan ini dibuat dengan pertimbangan bahwa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan menjunjung tinggi akhlak mulia, nilai-nilai luhur, kearifan lokal dan budi pekerti.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa karakter adalah nilai yang sudah tertanam dan melekat pada diri peserta didik dan merupakan identitas. Oleh karena itu karakter tidak bisa terbentuk secara tiba-tiba dan membutuhkan proses yang lama.

Adapun cara menumbuhkan budaya positif disekolah antara lain:

1. Membuat kesepakatan kelas dan melaksanakan dengan penuh tanggungjawab

2. Membangun komunikasi dengan orangtua peserta didik, untuk mendapatkan informasi tentang penerapan budaya positif di rumah

3. Membangun kerja sama kepada rekan sejawat dan orangtua dalam bentuk kontrol, sebagai konsistensi budaya positif yang telah dilakukan peserta didik

4. Melibatkan peserta didik dalam setiap kegiatan sekolah, yang bertujuan untuk mengembangkan budaya positif, seperti apel pagi, senam sehat, sholat berjamaah, apresiasi siswa dan kegiatan lainnya

Mari kita ciptakan budaya positif di lingkungan sekolah, agar terbentuk dan tertanam nilai-nilai karakter profil pelajar pancasila, sebagaimana yang diharapkan oleh semua pihak.

Penulis: Sri Wahyuningsih, S,Pd
Guru SDN Sendangmulyo 02
Korsatpen Tembalang Kota Semarang