Sekretaris Dinas Perhubungan, Mashadi, memberikan keterangan pers, hari ini. Foto: eko

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) –Odong-odong atau kendaraan wisata tanpa izin, belakangan ini dilarang beroperasi. Terkait hal itu anggota Paguyuban Kereta Wisata Magelang mengadu ke DPRD Kabupaten Magelang, hari ini Kamis (9 Februari 2023).

Mereka diterima Ketua Komisi 3 DPRD, Sakir, yang didampingi petugas Dinas Perhubungan, Dinas Pariwisata, Satlantas Polresta Magelang.

Ada sekitar 40 orang yang terdiri pengurus paguyuban, pemilik, sopir, serta pelaku wisata datang ke kantor wakil rakyat. Tetapi hanya sekitar 20 orang yang diminta masuk ruang pertemuan DPRD. Kendaraan angkutan wisata yang biasa disebut dengan nama kereta kelinci itu dibuat dengan tempat duduk berkapasitas 25 kursi, yang sampingnya terbuka. Menggunakan mesin mobil seperti Panther, Mitsubishi L-300, maupun Colt Diesel untuk penggeraknya.

Kendaraan tersebut dengan sistem carteran atau sewa, model pesanan. Biasa disewa untuk mengantar rombongan ke suatu tempat. Kadang ada yang disewa warga Magelang untuk mengantar ke Pantai Parangtritis, Yogyakarta. Pemiliknya tersebar di beberapa wilayah seperti Payaman, Secang, Salaman, ada pula Kota Magelang.

“Muntilan – Parangtritis sewanya Rp 900 ribu, padahal sewa bus sampai Rp 3,5 juta. Memang lebih murah, maka dari itu banyak yang minat,” kata Sekretaris Dinas Perhubungan, Mashadi.

Dia menegaskan bahwa kendaraan odong-odong atau kereta kelinci dilarang beroperasi di jalan raya. Karena belum mengantongi izin dan tidak ada jaminan keselamatan atau asuransi bagi para penumpangnya.

Paguyuban kereta wisata dan pelaku wisata diterima anggota DPRD, hari ini. Foto: eko

“Kendaraan umum penumpang maupun barang harus berizin. Mau dimodifikasi seperti apa, selama uji tipenya lolos kemudian memiliki sertifikasi uji tipe, kami tidak bisa menghalangi. Kendaraan itu harus laik jalan, karena kaitannya dengan penumpang umum, nomor satu adalah keselamatan,” tegas Mashadi.

Menurutnya, kendaraan kereta kelinci tetap boleh beroperasi, namun di area wisata saja dan tidak boleh ke jalan raya. Contohnya di kawasan Candi Borobudur saja. Kalau ada pasar malam ya hanya boleh beroperasi di dalam area pasar malam saja. Jadi tidak boleh hingga jalan raya, apalagi digunakan untuk transportasi umum hingga ke luar kota.

Mashadi mengatakan, selama ini secara teknis para pemilik kereta kelinci belum pernah melakukan uji kelayakan kendaraan bermotor. Namun secara kasat mata, dari pelat nomornya tidak jelas, kemudian bodi kendaraan juga tidak jelas, yang berarti tidak laik jalan.

Salah satu pemilik kereta kelinci, H Ahmad, warga Pagiren, Jambewangi, Secang, mengaku
baru satu bulan membelinya di Madiun, seharga Rp 70 juta. Menggunakan mesin Panther tahun 1990. Penghasilan kendaraan tersebut dalam satu hari sekitar Rp 90 ribu. “Kami mau mengajukan permohonan tetap diizinkan,” katanya.

Penasihat paguyuban, Nur Widodo, dalam kesempatan itu minta arahan agar bisa bareng-bareng hidup dengan angkutan kota (angkot). Siap dibina dan diarahkan bagaimana agar bisa tetap bekerja. “Kalau tidak ada ruang gerak kami belum siap dibinasakan,” katanya.

Ditambahkan, sudah beberapa hari ini anggota paguyuban merasa susah. Karena ada spanduk larangan di mana-mana. Itu terjadi sejak kru angkot komplain.

“Kami sudah sepakat tidak akan menaikkan penumpang di jalur angkot,” tuturnya.

Eko Priyono