blank
Kasturi, salah satu perajin gerabah Jepara yang memiliki rekam jejak panjang dalam melahirkan karya-karyanya. (Foto: Subaidah)

JEPARA (SUARABARU.ID) – SMP Negeri 1 Mayong atau yang juga sering disebut Spensama kembali melaksanakan proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5). Kali ini dengan mengunjungi dan sekaligus praktik membuat gerabah pada akhir Januari 2023. Ini merupakan salah satu tema kearifan lokal dengan topik kegiatan Spensama Peduli Budaya Bumi Kartini (Spedamini)

Praktik membuatan gerabah yang diikuti 286 siswa ini berlangsung dua hari di kediaman seniman dan ahli gerabah Mayong, Kasturi. Ia adalah salah satu perajin gerabah Jepara yang memiliki rekam jejak panjang dalam melahirkan karya-karyanya.

blank
Kepala SMP Negeri 1 Mayong Rofi’i, (Foto: Subaidah)

Seluruh siswa terlihat sangat antusias, bersemangat, dan menikmati proses pembuatan gerabah tersebut. Ternyata sebagai warga Mayong yang notabene banyak keluarga penghasil kerajinan genteng, hanya sedikit dari mereka yang mau bergelut dengan tanah liat dan membantu membuat genteng.

Dalam sambutannya, Kepala SMP Negeri 1 Mayong Rofi’i, menyampaikan pelaksanaan proyek kali ini bertujuan untuk mendekatkan anak-anak yang hampir melupakan kerajinan gerabah sebagai kearifan lokal daerahnya .”Sebab anak-anak berpandangan membuat gerabah atau keramik kurang keren dibanding bekerja di pabrik atau perusahaan,” ujarnya

Ia juga mengungkapkan keprihatinannya, karena gerabah yang merupakan karya seni yang indah akan menjadi langka dan terancam punah karena minat generasi muda yang rendah. “Dengan terjun langsung membuat gerabah ini, saya harap kita kembali mengangkat dan menjunjung tinggi kerajinan lokal kita,” ujarnya

blank
Guru pembimbing dan sebagian siswa SMPN 1 Mayong (Foto: Subaidah)

Disamping perlu ulet berkarya, gerabah Mayong perlu dimodifikasi sesuai perkembangan zaman. Karena itu perlu inovasi dan kreatifitas. “Jika dikelola dengan baik, gerabah ini bisa dikenal dunia internasional dan dapat memberikan sumbangan bagi devisa negara. Dengan demikian gerabah tidak hanya muncul saat dandangan tiba,” imbuhnya.

Sedangkan Kasturi sebagai pengrajin gerabah menyambut positif praktik pembuatan gerabah ini. “Butuh waktu 60 tahun dan perjalanan panjang untuk bisa bertemu kalian, generasi penerus. Saya mempelajari pembuatan gerabah secara otodidak hingga ke negeri Cina,” ujar Kasturi. Ia juga menyayangkan sikap anak-anak sekarang lebih suka mendapatkan sesuatu secara instan tanpa menikmati prosesnya.

Pada kegiatan ini siswa belajar bagaimana membuat karya gerabah dengan teknik pijit. Kasturi juga menjelaskan teknik lain dan juga proses serta alat yang digunakan untuk membakar gerabah.

Subaidah