KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Pothil adalah salah satu makanan khas Magelang yang berbahan dasar singkong. Sangat cocok untuk cemilan, teman makan bakso atau soto.
Usaha kecil menengah (UKM) Pothil di Gedongan Lor, Bondowoso, Mertoyudan, Kabupaten Magelang menjadi prioritas program KKN PPMT mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma). Dilaksanakan sejak 14 Desember 2022 sampai 25 Januari 2023. Dengan dosen pembimbing Dr Rochiyati Murniningsih SE MP, tiga mahasiswa Prodi Manajemen dan dua dari Akuntansi yang terdiri Emilia Nurdiyanti, Nisrina Zayyana, Dianah Shofiyani dan Dea Etika Nindira, Dwi Okthafiani yang ikut kegiatan tersebut.
Dosen pembimbing Dr Rochiyati Murniningsih hari ini Minggu (22 Januari 2023) menuturkan, permasalahan manajemen usaha di Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam upaya meningkatkan daya saing industri adalah tentang kemampuan wirausaha, pengelolaan keuangan dan strategi pemasarannya. Ketiga hal tersebut perlu mendapat perhatian serius, karena minimnya pengetahuan UKM dalam manajemen UMKM, pengelolaan keuangan dan bidang pemasaran (marketing).
Sulit bagi UKM untuk dapat bersaing secara regional, nasional, maupun global kalau tiga hal tersebut tidak dikelola dengan baik. Produsen harus menjemput bola dan lebih kreatif dalam meningkatkan produk. Tidak kalah pentingnya adalah kualitas dan strategi pemasaran yang dilakukan.
“Maka perlu dipikirkan cara mengoptimalkan teknologi informasi atau internet sebagai sarana aplikasi strategi pemasaran bagi UMKM,” katanya.
Selebihnya dituturkan, sebagai pilar perekonomian nasional, UMKM menghadapi banyak masalah. Sampai saat ini belum mendapat perhatian serius untuk mengatasinya. Permasalahan internal UMKM adalah rendahnya profesionalisme sumber daya manusia pengelola, keterbatasan permodalan, minimnya akses perbankan dan pasar. Juga kemampuan penguasaaan teknologi yang rendah.
Eksternal UMKM
“Sedangkan permasalahan eksternal UMKM adalah iklim usaha yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha kecil, kebijakan pemerintah yang belum memihak bagi pengembangan usaha kecil, kurangnya pembinaaan manajemen dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia,” katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, penyebab kegagalan sektor usaha kecil untuk berkembang, akibat lemahnya pengambilan keputusan (poor decision making ability), ketidakmampuan manajemen (management in competence), kurang pengalaman (lack of experience) dan lemahnya pengawasan keuangan (poor financial control). Maka fakta tersebut sengaja diangkat sebagai topik Kuliah Kerja Nyata – Pengabdian Pada Masyarakat Terpadu (KKN PPMT) itu.
Sebanyak 12 pelaku usaha mikro produk Pothil di Dusun Gedangan Lor, Bondowoso, Mertoyudan, menjadi mitra KKN PPMT. Semua produsen Pothil itu masih dalam skala mikro. Meski semua produk yang dihasilkan terserap pasar, namun akses pasar mereka sangat terbatas. Produk tersebut dibeli oleh beberapa pengepul dalam bentuk borongan.
Hasil pengamatan dia, masih sedikit produsen Pothil yang memasarkan dalam bentuk kemasan kecil siap beli oleh konsumen langsung. “Hal tersebut menjadi kendala dalam hal pemasaran,” ujarnya.
Selain itu, keterbatasan akses informasi pasar mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Miskinnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga jalannya lambat atau stagnan. “Padahal dalam menghadapi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif, penguasaan pasar merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya saing UMKM,” imbuhnya.
Di sisi lain, belum adanya kelembagaan yang mewadahi 12 pelaku usaha itu makin menjadikan keterbatasan akses informasi. Baik informasi mengenai pasar produksi maupun pasar penopang produksi. Informasi tentang pasar produksi sangat diperlukan untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh UMKM.
Kelembagaan
Kelembagaan usaha mikro yang rendah juga menjadikan dukungan modal terbatas, bahkan nyaris tidak tersentuh dan dianggap tidak memiliki potensi oleh lembaga keuangan. Aksesbilitas pengusaha mikro dan kecil sangat rendah terhadap sumber keuangan formal dan hanya mengandalkan modal sendiri. Belum lagi kapabilitas usaha produsen mikro juga menjadi masalah yang harus diidentifikasi solusinya. “Seharusnya secara terus menerus dibahas dalam sebuah kelembagaan,” harapnya.
Terkait masalah itu, jelasnya, kelompok mahasiswa Unimma mengangkat dua solusi dalam kegiatannya. Dari aspek kelembagaan, dibentuk sebuah paguyuban yang diberi nama “Paguyuban Serba Serbi Pothil”. Lalu, dilakukan penguatan peran kelembagaan agar kelangsungan organisasi berjalan dalam jangka panjang.
Ternyata, jelasnya, peran mahasiswa memiliki dampak positif, yakni ada struktur organisasi yang baru. Penguatan kapasitas kelembagaan UMKM dapat dilakukan dengan pengurusan perizinan usaha UMKM. Hal itu dinilai sangat penting karena melalui pengurusan izin usaha akan dapat memperkuat peluang pelaku UMKM dalam mendapatkan berbagai skim bantuan dari pemerintah.
Selain itu, UMKM yang sudah memiliki izin usaha akan lebih mudah memasarkan produknya ke pasar ritel modern. “Akses paguyuban untuk NIB (Nomor Induk Berusaha) dan sertifikat PIRT (Pangan dan Industri Rumah Tangga) masih dalam pembahasan,” jelasnya.
Selebihnya dikemukakan pula, dari aspek kapabilitas usaha, dilakukan pendampingan dari sisi manajemen produksi, pemasaran, maupun keuangan. Pelatihan dan pendampingan melibatkan dosen, yakni dia sendiri.
“Pelaksanaan PPMT telah membawa dampak positif bagi mitra. Pertemuan rutin pada paguyuban mampu meningkatkan pemahaman dan kapabilitas usaha pada anggota paguyuban,” pungkasnya.
Eko Priyono