“Di Dusun, Desa, hingga Kecamatan mana yang rawan pelanggarannya dan pelanggarannya apa, harus segera terpetakan. Kalau sudah terpetakan, maka pencegahannya bisa dilakukan sedini mungkin,“ katanya.
Politikus asal Brebes itu menyampaikan, Bawaslu beserta kepanjangan tangannya seperti Panwaslu kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan harus peka terhadap kondisi sosial politik yang berkembang di masyarakat yang turut mempengaruhi tingkat kerawanan pemilu.
“Pengawas di lapangan harus sigap dalam menyikapi potensi kerawanan yang ada,” katanya.
Di samping itu, menurut Fuad, masyarakat perlu didorong agar semakin banyak yang terlibat dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas, Diantaranya berpartisipasi dalam pengawasan pemilu.
Dirinya menjelaskan, bahwasannya semakin banyak warga masyarakat yang berpartisipasi dalam pengawasan pemilu maka semakin baik pula bagi pemilu yang diselenggarakan.
Sebelumnya Bawaslu RI menyebutkan berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu ada 85 Kab/ Kota dengan kondisi kerawanan tinggi, tujuh di antaranya ada di Jawa Tengah, penilaian itu didasarkan pada Indeks Kerawanan Pemilu (IKP).
IKP yang menjadi alat ukur kerawanan pemilu sendiri merupakan segala hal yang mengganggu atau menghambat pemilu yang demokratis. Variabelnya terdiri atas empat dimensi, dua belas sub dimensi dan enam puluh satu indikator.
Empat dimensi itu adalah konteks sosial politik (27%) yang meliputi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara.
Sedangkan dimensi penyelenggaraan pemilu (38%) terdiri dari hak memilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudifikasi dan keberatan pemilu serta pengawasan pemilu.
Untuk dimensi kontestasi (25%) terdiri dari hak dipilih dan kampanye calon, sedangkan dimensi partisipasi (10%) meliputi partisipasi pemilih dan partisipasi kelompok masyarakat.
Hery Priyono