JEPARA (SUARABARU.ID) – Sekda Jepara Edy Sujatmiko yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Anggaran Pendapatan Daerah Kabupaten Jepara, mengaku tidak tau menahu tentang rencana pembangunan Taman Budaya Jepara. Disamping itu Taman Budaya juga tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005 – 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Jepara tahun 2017 – 2022.
Hal tersebut diungkapkan oeh Edy Sujatmiko saat membuka acara Pembahasan Laporan Akhir Kajian Pembangunan Taman Budaya Kabupaten Jepara yang berlangsung diaua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Senin (26/12-2022). Disamping tim dar Undip Semarang , hadir juga wakil Ketua DPRD Junarso dan Pratikno serta seniman dan budayawan Jepara.
Lebih lanjut Edy Sujatmiko menjelaskan, ia mengetahui ada rencana pembangunan Taman Budaya dengan nilai anggaran Rp. 120 miliar yang kemudian berkembang menjadi Rp. 140 miliar justru saat sudah dibahas DPRD. “Selaku ketua Tim Anggaran Pendaparan Daerah saya tidak pernah diajak membicarakan rencana tersebut.
Karena itu ia berharap agar tim dari Undip dapat obyektif dalam melakukan kajian Taman Budaya Jepara. “Apakah memang Jepara membutuhkan atau sebenarnya yang diperlukan seniman dan buyawan serta masyarakat hanyalah sebuah galery,” ujar Edy Sujatmiko.
Sementara Wakil Ketua DPRD Jepara Junarso menilai, terkait dengan rencana pembangunan Taman Budaya Jepara ada dua hal penting yang harus menjadi bahan kajian tim. “Pertimbangan regulasi dan pertimbangan substansi perlu diperhatikan agar kajian dapat obyektif. Disamping itu kemampuan keuangan daerah dan skala priorotas pembangunan daerah,” ujarnya menjelaskan.
Junarso juga sepakat dengan Sekda Edy Sujatmiko, Taman Budaya belum masuk dalam juga tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah tahun 2005 – 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Jepara tahun 2017 – 2022. Bahkan tidak ada di Perda No 6 tahun 2018 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Kabupaten Jepara. “Padahal ini menjadi dasar fundamental dalam perencanaan pembangunan,” ujarnya
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Pratikno. “Karena tidak ada dasar perencanaan dan tidak ada kajian yang jelas, pada saat pembahasan APBD tahun 2021 kami menolak. Apalagi dikalangan seniman budayawan sendiri saat dilakukan konsultasi publik juga terjadi perbedaan pendapat terkait dengan pilihan apakah galery atau taman budaya,” ujar Pratikno. Namun ternyata tahu 2022 dibangun pagar Taman Budaya yang kemudian dihentikan.
Harapan Pratikno, tim pengkaji Taman Budaya Jepara dapat bertindak obyektif dan bukan sekedar untuk meligitimasi pembangunan Taman Budaya dari sisi akademis. Pratikno juga menyerahkan hasil Studi Kajian Dampak Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Budaya. Salah satu yang patut digaris bawahi, daerah Pakis Aji merupakan daerah cadangan air dan akses transportasi tidak menenuhi syarat.
Sedangkan Iskak Wijaya, budayawan yang pertama kali mengajukan konsep pembangunan galery mengungkapkan kronologis perubahan dari galery menjadi galery dan Taman Budaya. “Dalam konsep galery hanya dibutuhkan dana Rp. 12 – 15 miliiar,” terang Iskak Wijaya.
Sementara pegiat budaya Jepara Hadi Priyanto mengusulkan agar dilakukan pembahasan ulang terkait dengan pembangunan Taman Budaya atau Galery dengan mempertimbangan semua regulasi yang mengatur pembangunan di daerah. Sedangkan Didit Endro, salah satu tokoh seniman yang hadir meminta agar seniman dan budayawan tidak hanya dimanfaatkan dan dijadikan korban. “Harapan kami tim dapat obyektif dalam memberikan rekomendasi,” pintanya.
Sedangkan ketua tim pengakaji dari Undip, Slamet Santoso mengaku dari pertemuan ini mendapatkan masukan dan fakta – faktu baru yang penting dan mengejutkan terkait dengan Taman Budaya Jepara. “Tentu semua akan kami tampung dan menjadi salah satu bagian penting dari rekomendasi yang akan disusun oleh tim,” ujarnya.
Hadepe