blank

Oleh : Purwantini

Menurut Ki Hajar Dewantara, dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: alam keluarga, alam perguruan (sekolah), dan alam pergerakan pemuda (masyarakat).

Namun realitasnya, banyak orang tua yang beranggapan ketika anaknya mulai sekolah, kemudian menganggap sekolah   merupakan satu-satunya tempat untuk  mengembangkan kecerdasan pikiran dan budi pekerti anak.

Akibatnya tidak sedikit orang tua yang menyerahkan tugas pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah. Karena itu ketika terjadi permasalahan pada anak baik itu dari segi fisik maupun psikis, banyak orang tua  yang kemudian protes dan menyalahkan seorang guru.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan tentang pentingnya kemitraan antara  sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini disebut dengan “Tri Sentra Pendidikan”. Kemitraan ini adalah kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta didik.

Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka keterlibatan orangtua dan anggota masyarakat dalam proses pembelajaran harus pula  menjadi fokus perhatian  sekolah

Tri Sentra Pendidikan juga menyiratkan pesan bahwa keberhasilan pendidikan bisa dicapai bila terjadi kolaborasi dan kemitraan yang baik antar tiga unsur terkait. Dengan kata lain, prestasi dan keberhasilan yang diraih anak dalam pendidikan, sangat dipengaruhi oleh peran dan keharmonisan masing-masing unsur yang membentuk ekosistem pendidikan yang kondusif.

Pakar pendidikan yang terkenal dengan konsep “kerucut pengalaman”, Edgar Dale (1900-1985) merumuskan pendidikan sebagai usaha secara sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar bisa memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.

Semua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran murid. Karena itu komunitas  merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi dengan sesama siswa.

Namun keluarga tetap memiliki peran penting dalam rangka mendukung keberhasilan pendidikan anak. Di dalam keluarga, karakter dan motivasi anak lebih bisa dibentuk. Terlebih lagi, waktu bersama-sama dengan keluarga lebih banyak dari pada saat anak di sekolah. Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan tetapi juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial.

Orangtua harus melakukan pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]. Dalam konsep ini, di dalam keluarga, budi pekerti dan pengajaran nilai-nilai baik lainnya harus  ditanamkan melalui keteladanan orang tua. Proses pendidikan semacam ini akan jauh lebih melekat dalam hati sanubari si anak, daripada pengajaran-pengajaran berupa ucapan atau hafalan.

Komunitas Keluarga

Keluarga harus bisa menjadi tempat yang paling ideal dan menyenangkan bagi anak. Di sanalah, perhatian, kasih sayang, bahkan perlindungan tercurah secara berlimpah. Cinta kasih sesama anggota keluarga terlebih dari orang tua takkan bisa tergantikan oleh apapun. Ini perlu diperhatikan supaya anak tak mengalami keterasingan akibat orang tua yang larut dalam berbagai kesibukan.

Terkait dengan hal tersebut harus dipestikan orang tua memahami bahwa keluarga merupakan bagian dari Tri Sentra Pendidikan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan sosialisasi dan melibatkan orang tua dalam diskusi-diskusi terkait dengan program-program sekolah.  Memastikan orang tua memahami visi dan misi  sekolah  dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan mengadakan pelatihan orang tua tentang apa yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid lewat forum pertemuan orang tua dan berbagai kesempatan lainnya).

Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses ke sumber-sumber belajar yang lebih luas  untuk membantu mewujudkan suara atau pilihan murid (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan murid yang ingin mengakses masyarakat,  lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-akses lain yang mungkin sulit untuk dijangkau murid atau sekolah).

Komunitas Sekolah

Komunitas sekolah terdiri dari kepala sekolah,  murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid sendiri maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi dengan murid dan interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi bagaimana suara, pilihan dan kepemilikan  murid dapat diwujudkan.  Oleh karenanya, peran guru sangatlah besar disini.  Sebagai pendidik tentu saja mengajarkan pada anak didiknya budi pekerti dan kepribadian yang luhur, berwatak dan berperilaku yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila.

Sekolah sendiri dapat diartikan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Sekolah menjadi pusat pendidikan yang direncana untuk mengajarkan peserta didik dalam pengawasan guru. Guru masuk ke dalam kelas, membawa seluruh unsur kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikirannya, sikapnya, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaiannya, caranya berbicara, bergaul, dan memperlakukan anak, bahkan emosi dan keadaan kejiwaan yang sedang dialaminya, ideologi dan paham yang dianut nya pun terbawa tanpa disengaja ketika ia berhadapan dengan anak didiknya.

Lingkungan di dalam sekolah tersebut  juga  memiliki pengaruh yang besar  terhadap perkembangan kepribadian anak. Karena setiap sekolah memiliki kebiasaan yang berbeda,  tergantung pada visi misi sekolah buat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan konsep pendidikan di sekolah diusahakan tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan saja, namun diharapkan mampu membentuk budi pekerti dan kepribadian anak serta menjadikan anak beragama dengan didiampingi oleh tenaga pendidik.

Komunitas Sekitar Sekolah

Sedangkan  komunitas sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih dalam lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam komunitas ini termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan sekolah, misalkan: tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah,  bisnis yang terkait dengan operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya), perusahaan di mana orang tua bekerja, hingga keluarga besar dari tiap murid atau orang tua.

Lingkungan ini harus juga menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif. Lingkungan yang seperti ini akan membuat murid mampu dan berkeinginan untuk melakukan hal-hal secara positif untuk dirinya sendiri serta memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya. Pola pikir positif ini  didapatkan oleh murid melalui pengalaman emosi positif dalam konteks sekolah, di mana murid bukan hanya merasa aman, nyaman, dan merasa menjadi bagian dari komunitas sekolah, namun juga didapat dari adanya keadaan di mana murid merasakan keselarasan antara kebutuhan dan harapannya terhadap sekolah dan lingkungannya dengan pengalaman belajar yang didapatnya di sekolah.

Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial  secara positif, arif dan bijaksana, di mana murid akan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial positif yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan yang dibangun oleh sekolah.

Selain itu lingkungan yang  melatih  keterampilan yang dibutuhkan  murid dalam proses pencapaian tujuan  akademik maupun non-akademiknya.  Lingkungan ini akan memungkinkan murid untuk memiliki  determinasi diri yang kuat dalam  proses pembelajaran, baik dalam aspek akademik maupun non-akademik.

Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat  menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau  mimpi mereka.  Lingkungan yang seperti ini akan memberikan kesempatan bagi murid untuk melihat dirinya sebagai bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar di luar dirinya. Lingkungan ini akan memberikan peluang bagi murid untuk belajar melalui pelayanan kepada masyarakat dan komunitas di mana mereka akan dapat terus mengasah rasa kemanusiaan, kepedulian, dan rasa cinta kasih.

Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan , bahwa pendidikan sangatlah mendominasi pembentukan karakter seorang anak, terutama dalam Tri Sentra Pendidikan. Pertama,  keluarga memegang peran penting dalam pembentukan karakter anak  karena keluarga adalah pendidik pertama dan utama anak. Kedua adalah sekolah di mana anak sudah mulai mengenal dengan warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, teman murid, penjaga sekolah , penjaga kantin dan semua orang yang terlibat dalam komunitas sekolah. Ketiga,  adalah momunitas lingkungan, dengan adanya keluarga yang harmonis, sekolah yang humanis serta lingkungan yang baik akan menumbuhkan watak dan karakter serta kepribadian anak yang lebih baik.

Semoga watak dan kepribadian anak Indonesia tetap baik tidak terpengaruh dengan budaya dari luar yang kurang baik, sehingga  Profil pelajar Pancasila terutama akhlaq dapat  tercapai. Amiin…

(diambil dari beberapa sumber)

Penulis adalah Guru SDN 1 Kalipucangkulon, Welahan