SUKOHARJO (SUARABARU.ID) – Polda Jawa Tengah menggerebek sebuah pabrik pencetak uang palsu (upal) dan jaringan peredarannya di sejumlah Provinsi.
Dalam kasus tersebut pihaknya mengamankan lima tersangka dengan barang bukti uang palsu senilai Rp. 1,26 miliar.
Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi menyebut, uang palsu yang ditemukan dalam sebuah pabrik percetakan di Sukoharjo sangat mirip dengan aslinya. Pengungkapan ini juga menjadi luar biasa karena berpotensi menyebabkan inflasi di tengah krisis global saat ini.
“Ini jadi hal yang luar biasa karena disaat isu global terkait dengan inflasi baik secara internasional dan nasional, upal jadi menarik yang dimanfaatkan oknum tertentu, sehingga berdampak membanjiri wilayah kita yang berakibat inflasi itu sendiri,” ungkapnya dalam Konferensi Pers di Mapolres Sukoharjo, Selasa (1/11/2022).
Luthfi menerangkan, pengungkapan ini menggunakan metode scientific yang dikombinasikan dengan hasil pengembangan di lapangan. Dengan cara tersebut petugas berhasil mengungkap sejumlah TKP peredaran dan produksi uang palsu di beberapa Propinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung.
“Pengungkapan di Jateng sendiri ada 4 TKP dengan 5 tersangka, serta barang bukti senilai Rp. 1,26 milyar. Pengungkapan di Jawa Tengah menjadi penting karena merupakan TKP produksi uang palsu. Jadi omzet percetakannya sangat luar biasa sekali,” jelasnya.
Sementara 5 tersangka tersebut berinisial SU asal Semarang, R asal Klaten, S asal Banyumas, IM asal Karanganyar (pemilik percetakan), dan IS asal Jakarta.
“Kelima pelaku memiliki peran yang berbeda mulai dari designer, sablon, operator cetak hingga marketing yang mengedarkan,” tukasnya.
Kapolda juga menyebut ada sejumlah tersangka yang masih DPO. Ia menegaskan bahwa semuanya akan segera terungkap dan tertangkap.
Dijelaskan, kronologis pengungkapan diawali pada 7 Oktober 2022 dimana petugas menemukan 26 lembar upal dan dikembangkan pada 12 Oktober dengan menyita uang palsu senilai Rp 40 juta dari tersangka SU. Kemudian pada 17 Oktober diungkap kembali Rp385 juta uang palsu di wilayah Brayat, Klaten.
Selanjutnya pada 28 Oktober dilakukan penangkapan terkait kasus tersebut di Bandung. Selain itu, pada 17 Oktober juga diungkap tiga pelaku di Mesuji, Lampung (DPO) serta Rp 31,9 juta diungkap kasus upal di wilayah Surakarta.
“Dari beberapa pelaku tersebut mengerucut kepada TKP pencetakan uang palsu di Sukoharjo,” ujarnya.
Modus yang digunakan para pelaku dengan cara memproduksi dan mengedarkan uang palsu menggunakan perantara marketing serta kurir yang bertugas mencari pembeli. Para pelaku juga menjual uang palsu tersebut senilai Rp. 300 ribu tiap Rp. 1 juta uang palsu.
“Termasuk membelanjakan uang itu untuk sehari-hari,” terangnya.
Di Jawa Tengah sendiri, upal tersebut diedarkan oleh para pelaku di sejumlah wilayah seperti Solo, Klaten, Sukoharjo, Temanggung, dan lainnya.
Motif dari perbuatan pelaku agar mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena desakan ekonomi, serta ingin mendapatkan keuntungan yang besar ditengah krisis yang dialami negara.
“Uang palsu yang diproduksi pelaku hampir mendekati aslinya, ada seratnya, dan lainnya. Bahkan, diinformasikan jika upal tersebut juga lolos sinar ultraviolet. Saya minta masyarakat tetap waspada dengan peredaran uang palsu dengan metode 3D. Diraba, diterawang, dan dilihat,” pungkasnya.
Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) Pasal 26 ayat (1) Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang dengan ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup dan denda maksimal Rp. 100 milyar.
Ning Suparningsih