SLAWI (SUARABARU.ID) – Bupati Tegal Umi Azizah meminta jangan sampai terjadi kekerasan di sekolah pendidikan Islam, terutama pondok pesantren. Pernyataan ini disampaikan Umi saat menyaksikan penandatanganan naskah kerja sama pencegahan dan penanggulangan kekerasan perempuan dan anak di lingkungan pondok pesantren di Pendopo Amangkurat, Sabtu (22/10/2022) pagi.
Kerja sama antara Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Tegal dengan Polres Tegal ini menurut Umi merupakan langkah mitigasi atau pencegahan terhadap kerawanan kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan santri. Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di beberapa pondok pesantren di Indonesia telah mencoreng nama pesantren. Karena itu ia berharap kasus tersebut tidak terjadi lagi.
“Kasus penganiayaan santri oleh santri ataupun pencabulan santriwati di Jawa Timur beberapa waktu lalu harus dijadikan pelajaran berharga bagi dunia pendidikan yang menerapkan pola pengasuhan pesantren. Untuk itu manajemen tata kelola atau pola asuh santri harus senantiasa dievaluasi, diperbaiki untuk memutus kasus kekerasan di pesantren,” kata Umi.
Ia menekankan kepada pengurus pesantren agar terus mengevaluasi tata kelola pengasuhan santri dengan cara menutup celah yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk berbuat tidak baik pada santriwati. “Kita ingin menjadikan santri sebagai generasi yang toleran. Kalau masih kecil saja sudah diajarkan kekerasan, disuguhkan kekerasan atau mengalami kekerasan, tentunya ini akan bisa membawa sikap yang tidak baik,” ungkapnya.
Terlebih, menurut Umi, pola hubungan antara santri senior dan yunior dalam manajemen pengasuhan santri memerlukan adanya pengawasan berkala. Sebab, hal tersebut memiliki potensi terjadinya pembulian terhadap yuniornya.
Sehingga, lanjutnya, sistem pengawasan dan pembinaan yang baik dari pengasuh sebagai orang tua santri harus menjadi bagian yang melekat pada pola asuh santri. Termasuk membuat pedoman penanganan kekerasan pada perempuan dan anak melalui program Pesantren Ramah Anak.
Umi pun berharap, dengan ditandatanganinya kerja sama tersebut, maka lembaga pendidikan pesantren di bawah naungan FKPP Kabupaten Tegal berkomitmen untuk menciptakan iklim pendidikan pesantren ramah anak yang melindungi kehidupan belajar santriwan-santriwatinya, menolak atau tidak menoleransi segala bentuk kekerasan di lingkungan pesantren.
“Semata-mata di sini kita ingin menciptakan pesantren ini sebagai kawah candradimuka untuk mendidik dan melahirkan generasi muslim yang muttaqin, muammiriin, dan wasathiyyin,” jelas Umi.
Menanggapi itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tegal Farkhan mengungkapkan jika kerja sama antara FKPP Kabupaten Tegal dengan Polres Tegal ini sejalan dengan tema Hari Santri Nasional 2022 yaitu berdaya, menjaga martabat kemanusiaan.
“Martabat kemanusiaan, tentu dengan yang tadi disampaikan ibu bupati yaitu pesantren ramah anak, pesantren yang anti kekerasan, ini sangat-sangat aktual,” sambung Farkhan.
Sementara itu, di tempat yang sama, Kapolres Tegal AKBP Arie Prasetya Syafa’at mengatakan pihaknya akan turun langsung ke pondok pesantren Kabupaten Tegal untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada pengasuh maupun santri terkait kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, dan cara perlindungan terhadap korban kekerasan.
“Kita akan berikan pemahaman dan tentunya nanti kita akan membentuk satgas polisi pesantren yang diberikan tugas dan amanat menjadi polisi di lingkungan pesantrennya untuk menjaga rekan-rekannya sendiri,” ujar Kapolres Tegal.
Senada dengan itu, Ketua FKPP Kabupaten Tegal Samsul Arifin menjelaskan dengan munculnya beberapa kasus kekerasan di lingkungan pondok pesantren lewat pemberitaan media telah memunculkan kewaspadaan bagi masyarakat. Sehingga dengan adanya kerja sama ini, sambung Samsul, diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan bagi para santri dan orang tua santri akan jaminan keamanan selama 24 jam melalui pengawasan dari kiai, ustaz dan kepolisian.
“Kami FKPP berterimakasih kepada jajaran kepolisian yang berkenan memberikan pembinaan dan perlindungan kepada pondok pesantren. Sehingga wali santri atau masyarakat tidak lagi was-was, tidak lagi bimbang untuk menitipkan pendidikan anaknya ke pesantren,” ucap Samsul.
Sutrisno