Yang kedua, imbuhnya, di dalam letter C tidak ada tahun, setelah tahun 1960 maka harus ada tahun peralihan, karena di dalam letter C tidak namanya tahun, sehingga mau dibuat tahun berapapun tidak ada yang tahu.
“Jadi setelah tahun 1960 ke atas, ada form dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang harus diisi. Blanko yang menyiapkan itu BPN, ada form di riwayat tanah peralihan dari Si A ke Si B itu tahun berapa itu harus ada. La ini kok bisa sama BPN dikeluarkan tanpa data pendukung tahun, lalu siapa yang membuat tahun. La ini data-data pendukung kita berikan kepada penyidik, untuk menelusuri. Kita hanya menyediakan bahan-bahannya,” kata Agus mempertanyakan kinerja BPN.
Dikatakan pula oleh Agus, walaupun Pemkab Jepara menurut Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), melalui Kepala Bidang Akutansi dan Aset BPKAD Jepara Karunatiti menyatakan, bahwa tanah yang disengketakan tersebut berasal dari hibah Aset berupa tanah dari PT CJP (Central Java Power) tahun 2015 lalu, tepatnya tanggal 15 April 2015, namun diingatkan jangan terlalu bersikukuh, sebab semuanya akan berpotensi hukum.
“Jadi perolehannya Saya menduga itu dengan cara tidak benar. Karena tidak akan bisa sertifikat di atas sertifikat tidak ada hubungan hukum. Apalagi sertifikat kita pada tahun 2018 dicek, diploting itu masih sesuai. Harusnya kita sudah tidak bisa ploting, ini masih bisa ploting (di aplikasi digital yang dibuat BPN). Ini 00454, na ini masih melekat sesuai dengan sertifikat,” ungkapnya sembari menunjukkan aplikasi digital yang dibuat BPN di handphonenya.
Absa