KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID) –Desa Pucungroto, Kajoran, Kabupaten Magelang, berada di lereng Gunung Sumbing yang kaya akan potensi alam, kreativitas dan kekompakan masyarakat yang spiritualis. Masyarakat bersatu menampilkan dan menunjukkan partisipasinya dalam pawai dan pentas kesenian desa, Minggu (25 September 2022).
Kepala Desa setempat, Abdul Ghafur, mengatakan, kerukunan masyarakat desa dalam gagasan, ide, karya, kegotongroyongan dan kebersamaan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan desa. Seperti halnya yang dilakukan Minggu 25 September 2022 itu, dalam rangka memperingati HUT RI.
“Seluruh masyarakat desa dari berbagai elemen seperti aparat desa, lembaga desa, Bumdes, ibu ibu PKK, PAUD, karang taruna, kelompok tani, UMKM, ikut serta memeriahkan peringatan HUT ke-77 RI,” katanya.
Acaranya bertemakan: Kreatifitas kearifan lokal menampilkan beragam seni dan budaya khas Desa Pucungroto. Pawai yang ditampilkan menunjukkan deskripsi kehidupan masyarakat desa setempat yang agraris dan pedagang. Baik itu petani, pekebun, peternak atau pedagang sayur, penjual barang kebutuhan pokok, maupun material bangunan, ikut tampil. Ada yang membawa gunungan sayuran maupun tumpengan makanan. Ada pula yang membawa alat-alat tani seperti pembajak sawah, ada juga yang berpakaian penari lengkap dengan alat musiknya.
Desa Pucungroto terdiri dari 29 pedukuhan yang jarak satu dan lain sangat berjauhan. “Oleh karena itu kunci utama kemajuan desa adalah menyatukan warga melalui kerukunan,” ujar Kades.
Masing-masing dusun menampilkan kreativitasnya yang unik, bahan-bahan alami dan murni. Kreasi yang digunakan terbuat dari rumbai-rumbai daun ataupun tali rafia. Ada ogoh-ogoh dengan bentuk binatang ternak seperti sapi, kambing atau ayam yang terbuat dari bahan plastik ataupun jerami padi.
Selain itu, imbuh kades, pada acara peringatan HUT ke-77 RI, masyarakat Desa Pucungroto menampilkan pentas kesenian tarian maupun sendratari. Aneka kesenian tradisional ditampilkan dengan penuh semangat, pakaian seragam, dan gerakan yang kompak mengikuti irama musik.
“Bakat dan minat masyarakat terhadap kesenian terlihat dengan tampilnya potensi-potensi muda berbakat mulai dari anak usia PAUD, remaja, maupun ibu-ibu yang menampilkan aneka jenis tarian, lagu dan musik seperti Jathilan, Waro, Shalawatan, Poco-poco maupun Tebu Ireng. Bahkan mereka memiliki sanggar kesenian Manggala Rimba dan Santosa yang sering tampil di berbagai pertunjukan di internal ataupun eksternal desa,” ujarnya.
Acara pentas seni diawali dengan tarian bebas mengikuti musik yang ditampilkan oleh seluruh aparat desa. Dengan berpakaian khas tradisional Jawa mereka menari bergembira bersama warganya. Uniknya, pada akhir pentas kesenian ada pertunjukan sendratari menggambarkan pesta panen raya Desa Pucungroto. Seluruh peserta sendratari mewakili profil kehidupan masyarakat yang ditampilkan dalam aneka cara berpakaian dan peralatan yang dibawa. Ada yang menjadi petani, peternak, pedagang, pegawai, masyarakat biasa, maupun penari. Pada acara sendratari disajikan gunungan sayuran dan tumpengan aneka makanan khas tradisional Jawa yang selanjutnya dibagikan kepada penonton.
Salah satu peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Novita, menilai, sendratari tersebut mendeskripsikan merawat dan melestarikan desa, harmonisasi hubungan seseorang kepada Tuhan, sesama manusia maupun alam. Sendratari yang mendeskripsikan spiritualitas kerukunan masyarakat desa yang rukun rasa, rukun banda maupun rukun bala. “Sendratari yang menggambarkan ekspresi syukur masyarakat terhadap karunia Allah sekaligus kegembiraan, keceriaan dan kebersamaan mereka dalam nguri-uri budaya adiluhung bangsa,” katanya.
Penggagas acara Ruwat Rawat Borobudur, Sucoro Setrodiharjo, menambahkan, nguri-uri budaya adiluhung bangsa adalah salah satu cara untuk melestarikan warisan budaya leluhur yang kaya akan nilai spiritual. Dia sebutkan, Ruwat Rawat Borobudur mendampingi desa-desa yang berada di sekitar Borobudur yang kaya akan potensi alam maupun sumber daya manusianya. Itu berperan penting sebagai penyangga kelestarian Borobudur.
Borobudur sebagai destinasi pariwisata super perioritas yang berada di antara lima gunung, keberadaannya tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat desa yang ada di sekitarnya. Kehidupan masyarakat desa yang sarat dengan nilai spiritualitas bermanfaat dan bermakna. Itu terdapat pada tradisi dan budaya tersebut.
“Maka patut dilestarikan untuk kemajuan bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang merawat dan melestarikan nilai-nilai luhur yang ada sebagai pondasi dan identitas bangsa,” tandasnya.
Eko Priyono