Oleh : Hadi Priyanto
Raden Ajeng Kartini memang telah tiada. Ia telah dipangggil kepangkuan Illahi pada tanggal 17 September 1904 setelah ia mencurahkan seluruh tenaga, pikiran, cinta dan pengorbananya untuk bangsanya.
Karena jasanya, pada pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Ir Sukarno menerbitkan Keputusan Presiden No. 108 tahun 1964 tentang Penganugrahan Gelar Pahlawan Nasional kepada RA Kartini.
Penyerahan Surat Keputusan Presiden tersebut dilakukan di Semarang pada tanggal 3 Agustus 1964 di Semarang kepada keluarga RA Kartini yang diwakili oleh cucunya, R.M. Budhy Setia Soesalit, didampingi oleh adik RA Kartini, R.A.A.A. Kardinah Reksonegoro.
Karena itu semangat dan gagasannya tidak boleh mati. Sebab Kartini bukan saja pahlawan yang harus dikenang kebesaran namanya, dirayakan kelahirannya dan diperingati kematiannya, tetapi yang terpenting adalah terus mengidupkan semangat dan gagasannya agar tidak mati dan dilupakan oleh para pewarisnya. Karena hanya dengan demikian peringatan itu menjadi bermakna bagi bangsa ini.
Semangat dan gagasan Kartini itu pulalah yang kemudian membangkitkan keberanian para pelajar yang ada di STOVIA untuk berani mengengembangkan semangat nasionalisme dan gerakan untuk mengobarkan semangat kebangsaannya hingga mencapai tiga momentum penting dalam sejarah Indonesia. Kelahiran Budi Utomo, Sumpah Pemuda dan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Oleh kalangan pemuda terpelajar yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan pergerakan kemerdekaan ini, Kartini disebut sebagai Ayunda. “Mereka bersorak-sorak bersama kami. Mereka menamakan saya Ayunda. Saya menjadi kakak mereka, pada siapa setiap waktu mereka dapat datang, kalau mereka butuh bantuan atau pelipur hati,” tulis Kartini kepada Ny. Ovink Soer tahun 1903.
Sementara di Negeri Belanda, para mahasiswa Hindia Belanda yang tergabung dalam organisasi Indische Vereeniging yang kagum akan semangat, pemikiran dan gagasan Kartini, menjadikannya sebagai richtnoer atau pedoman resmi organisasi. Para pemuda yang berada di Indische Vereeniging ini, kelak ketika kembali ketanah air akan menjadi tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Sedangkan dr Cipto Mangunkusomo pada tanggal 24 Mei 1912 di surat kabar De Express milik Douwes Dekker menulis, “… tiap halaman surat Kartini tertuang keinginan, harapan da perjuangan untuk mengajak bangsanya bangun dari tidurnya yang panjang yang telah beratus-ratus tahun,”.
Bukan hanya itu, dr Cipto Mangunkusumo pada taggal 3 September 1912 di Surabaya juga mendirikan kelompok diskusi Raden Ajeng Kartini Club yang kemudian menjadi tempat untuk mendiskusikan gagasan nasionalisme Kartini. Juga sebagai wadah diskusi yang bertujuan untuk menyatukan kaum terpelajar dalam mencapai kesetaraan berbangsa.
Nama Kartini dipakai oleh dr Cipto Mengunkusumo, karena pemikiran Kartini yang mendobrak tradisionalisme Jawa telah melahirkan nasionalisme.Konsep tentang nasionalisme dan penghapusan kolonialisme ini yang kemudian dibawa dr Cipto Mangunkusumo saat mendirikan Indische Partij.
Pandangan ini juga dibawa dr Cipto Mengunkusumo saat mendirikan kelompok diskusi Algemene Studi Club di Bandung bersama Sukarno, Abdul Muis, Ishaq Tjokrohadisoerjo dan Anwari pada tahun 1925. Melalui kelompok diskusi ini dr Cipto meramu kembali nasionalisme yang semula didiskusikan di Kartini Club dan dijadikan tesis gerakan anti kolonialisme.
Sekolah gadis yang didirikan Kartini di Jepara dan Rembang juga menjadi inspirasi bagi berdirinya sekolah-sekolah bagi perempuan. Pada taggal 27 Juni 1913 di Belanda, Mr C. Th. Van Deventer mendirikan Komite Dana Kartini. Tujuannya untuk mendirikan sekolah seperti yang dicita-citakan Kartini. Hanya dalam waktu empat bulan, sekolah ini berhasil didirikan di Semarang dengan murid sebanyak 70 orang.
Sementara di Batavia pada tahun 1913 didirikan juga Kartini Vereeniging atau Perkump[ulan Kartini. Berkat dana yang dikumpulkan ini dapat dibangun sekolah perempuan di Batavia, Bogor, Rembang, Madiun, Malang, Pekalongan, Cirebon dan Indramayu.
Kartini memang telah kembali kepangkuan Illahi 117 tahun lalu dalam usia yang masih sangat muda. Namun dalam keterbatasannya sebagai seorang putri bangsawan Jawa, ia telah memercikkan api pergerakan kebangsaan dan nasionalisme diseluruh pelosok tanah air.
Sekarang api itu telah menyala di tengah-tengah bangsa ini. Akankah api itu surut dan padam ?. Atau akankah api itu tetap hidup menjadi energi yang menghidupkan semangat kebangsaan dan nasionalisme bangsa ini. Jawabnya tentu ada di tangan kita, para pewaris. Apakah kita bersedia dengan setia mewarisi semangat dan gagasan Kartini atau justru perlahan meninggalkannya.
Nilai-nilai Utama Keteladanan R.A. Kartini
Senyatanya ketika kita memperingati kelahiran dan bahkan kematian RA Kartini kita sering kali terjebak pada kesalahan yang terus berulang setiap tahun. Kita hanya mengenang sosoknya dan kemudian lupa memaknai nilai perjuangan dan gagasannya. Akhirnya mengenal sosok R.A. Kartini hanya sebatas kulit ari, pahlawan emansipasi perempuan Indonesia yang lahir di Jepara.
Setelah itu kita gagap menangkap nilai-nilai keutamaan R.A. Kartini yang harus kita teladani Padahal dengan memahami nilai-nilai dan gagasannya kita akan mengerti hal-hal bernilai yang telah dari R.A. Kartini di sepanjang hayatnya dan kemudian mengimplementasikan dalam konteks kekinian.
Nilai-nilai ini kemudian menjadi lebih berharga dan bermakna jika dapat di integrasikan dalam pendidikan karakter bangsa ini, utamanya anak-anak dan generasi muda.
Hal ini menjadi penting sebab dewasa ini pembangunan karakter bangsa menghadapi persoalan serius mulai arah pendidikan yang menempatkan kemampuan akademik sebagai fokus utama, penetrasi budaya asing yang sangat masif, hingga berkurangnya keteladanan para pemimpin dan bahkan orang tua.
Karena itu belajar dari perjalanan hidup, spirit, cita-cita dan gagasan R.A. Kartini dalam dimensi historis-sosiologis, surat-surat panjang kepada sahabat-sahabatnya dan dua nota kepada pemerintah Belanda, dapat menjadi pijakan utama kita dalam merumuskan nilai-nilai yang masih relevan sampai saat ini.
Banyak nilai-nilai luhur dan turunannya yang dapat kita ambil dari gagasan, sikap dan perbuatan R.A. Kartini sebagaimana telah ditulis oleh Indria Mustika di Suarabaru.id 20 April 2021. Nilai-nilai itu merupakan saripati dalam sejumlah diskusi. Karena jumlah nilai keutamaan sebanyak tujuh, maka disebut sebagai Sapta Keutamaan Nilai Keteladanan R.A. Kartini yang meliputi:
Pertama, emansipatif. Nilai ini meliputi kesetaraan dan persamaan derajat bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi mencakup kepekaan dan kepedulian sosial, semangat pembebasan melawan ketidak adilan, kezaliman, kebodohaan, kemiskinan dan keberanian menghadapi penindasan walaupun atas nama adat.
Kedua; nasionalis. Apa yang dilakukan oleh R.A. Kartini adalah wujud cintanya pada bangsa dan tanah air. Ini bentuk aktualisasi dengan sikapnya yang sangat menghargai keberagaman dan pluralitas, mengembangan budaya dan tradisi serta menerima kemajuan dari manapun selama mendukung penguatan jati diri bangsanya.
Ketiga; kritis. Walaupun harus berada dibalik dinding pingitan, semangat untuk terus belajar, telah menjadikan R.A. Kartini sebagai pribadi yang cerdas dan argumentatif, rasional dan analitis dalam melihat persoalan hingga memiiliki pemikiran yang lengkap tentang persoalan yang dihadapi oleh bangsanya dan sekaligus merumuskan jalan keluarnya.
Keempat, kreatif. R.A. Kartini sangat terbuka dengan gagasan dan ide baru, terbuka terhadap perubahan, menciptakan peluang berkarya, inovatiif dan senantiasa berorientasi kemasa depan. Seperti yang telah dilakukan dengan merubah orientasi seni ukir Jepara dari seni menjadi kerajinan. Termasuk memasukkan motif-motif baru pada ukir dan batik Jepara.
Kelima; optimis. Pingitan tidak membuat R.A. Kartini menyerah. Juga saat permohonan bea siswa ke Batavia tidak juga turun hingga datangnya lamaran Bupati Rembang yang telah memiliki istri. Selalu saja ada optimisme R.A. Kartini dari setiap persoalan berat yang dihadapi. Ia gigih memperjuangkan keyakinan, berprasangka dan berkehendak baik, berfikir positif dan selalu berorientasi pada masa depan.
Keenam; bersahaja. Kesederhanaan adalah salah satu ciri R.A. Kartini. Menghormati sesama, tepa slira dan tidak menyombongkan diri walaupun ia anak seorang Bupati. Ia bahkan tidak mau mengambil haknya sebagai putri bangsawan untuk mendapatkan penghormatan dari orang-orang yang oleh adat harus menghormatinya.
Ketujuh; jujur. R.A. Kartini senantiasa terbuka menyampaikan kebenaran dan keyakinannya dan bersedia belajar kepada orang lain serta menghormati pendapat orang lain walaupun berbeda dengan pandangannya. R.A. Kartini obyektif dan berani mengoreksi diri sendiri.
Sapta Keutamaan Nilai Keteladanan RA Kartini ini bukanlah sebuah teks mati. Tentu saja sangat terbuka untuk menerima pemikiran baru. Nilai patriotik, kolaboratif, komunikatif dan inovatif misalnya terasa masih sangat relevan untuk memperkuat nilai-nilai keutamaan RA Kartini.
Harapan kami, pemikiran ini justru bisa memantik diskusi bersama untuk merumuskan nilai-nilai keutamaan R.A. Kartini yang masih relevan untuk kita teladani dan wariskan.
Penulis adaah Ketua Yayasan Kartini Indonesia