blank
Ketua FKUB Jateng Taslim Syahlan saat memberi sambutan dalam saresehan moderasi beragama. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah Taslim Syahlan menyatakan pihaknya berusaha menerapkan konsep connecting door atau merangkul semua elemen agama dalam menghidupkan budaya toleransi beragama.

“Semua itu diterapkan dalam rangka melakukan penguatan dan percepatan moderasi beragama serta penghayatan kepercayaan. Harus ada kolaborasi dan sinergitas berbagai pihak untuk menyuarakan gerakan moderasi beragama,” tandasnya.

Taslim Syahlan mengatakan hal itu, saat hadir dalam acara “Saresehan Kebangsaan : Penguatan Moderasi Beragama Berbasis Generasi Muda” yang digelar FKUB Jateng di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Wonosobo. Saresehan diikuti perwakilan pemuda dari lintas agama dan aliran kepercayaan.

Dalam acara yang dibuka Wakil Bupati Wonosobo, M Albar itu, bertindak sebagai pemateri KH Ahmad Yahya (pengasuh Pondok Pesantren Nurul Falah Berbaur Prigi Jolontoro Sapuran) dan Pdt Setiaji Wiratmoko, MSi (Pendeta GKJ Wonosobo).

Menurut Taslim, missi dari gerakan moderasi beragama yakni berupa penguatan rasa kebangsaan, sikap toleransi antar pemeluk agama, tidak ada tindak kekerasan atas nama agama dan menghargai setiap kearifan lokal (local wisdom) yang ada di setiap daerah.

“Moderasi beragama itu intinya tidak ada kekerasan dan sikap ekatrem. Melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Mentaati konstitusi dalam kehidupan beragama, berbangsa, bernegara dan bermasyarkat,” cetusnya.

Cermin Kerukunan

blank
Para pemateri saat berbicara dalam saresehan kebangsaan moderasi beragama. Foto : SB/Muharno Zarka

Sementara itu, M Albar menegaskan kerukunan hidup beragama di Wonosobo sangan kondusif, rukun dan damai. Bahkan di ada beberapa desa yang dideklarasikan sebagai “Desa Toleransi”. Sebab warga desa setempat bisa hidup rukun dan damai, meski ada berbagai pemeluk agama dan aliran kepercayaan.

“Di Wonosobo ada Dusun Giyanti Desa Kadipaten dan Desa Kaliputih (Selomerto), Desa Buntu (Kejajar) dan Desa Candiyasan (Kertek), yang masyarakat lain agama saling hidup berdampingan, rukun dan damai. Karena itu, desa tersebut dinobatkan sebagai Desa Toleransi,” sebutnya.

Maka ketika ingin belajar soal toleransi beragama, sambung Wakil Bupati, bisa datang ke Wonosobo. Daerah ini bisa diibaratkan sebagai cermin kerukunan atau miniatur dari Indonesia mini terkait dengan sikap moderasi beragama. Warga beda agama dan aliran kepercayaan tapi bisa hidup rukun dan damai.

KH Ahmad Yahya menyampaikan dan Pdt Setiaji Wiratmoko lebih banyak cerita perihal pengalaman hidup sejak kecil dalam keluarganya yang sudah diwarnai dengan sikap penuh toleransi. Pengalaman masa lalu tersebut ternyata sangat mempengaruhi dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bermasyarakat.

“Sejak dulu pesantren itu tidak melulu mengajarkan soal-soal keagamaan (Islam). Tapi santri lebih jauh sudah diajarkan perihal hidup bermasyarakat dan berbangsa. Bahkan dunia pesantren kini secara tidak langsung telah menjadi pusat kaderisasi bagi pemimpin bangsa dan negara ini,” tegasnya.

Pdt Setiaji Wiratmoko menandaskan di era serba digital ini, generasi muda penting untuk mengenali sikap toleransi melalui gerakan moderasi beragama. Sehingga ke depan Indonesia lebih dewasa dalam kehidupan beragama. Semua pemeluk agama akan biaa hidup damai dan rukun dalam perbedaan.

Muharno Zarka