Menurut Sampan, cerita pada wayang golek (Menak) tidak sekadar tontonan, tetapi sebagai tuntunan dan tatanan kehidupan.

“Saya menyadari, keberadaan wayang golek tergeser dibandingkan wayang kulit. Tapi ini salah satu ikhtiar saya untuk ikut melestarikan seni budaya,” terang dalang Sampan.

Dalam wayang golek menak hampir semua tokohnya mengenakan gamis dan baju lengan panjang. Dari sini terlihat pengaruh kultur Islam yang sangat kental.

Pertunjukan dimulai setelah Kepala Desa Jepangrejo Sugito, menyerahkan tokoh wayang golek kepada dalang Sampan.

Harapannya, pertunjukan wayang golek menak ini,  bisa berlangsung sukses hingga akhir cerita.

Semangat Gotong Royong

Sebelumnya, pada malam resepsi peringatan HUT ke-77 RI di Desa Jepangrejo, ditampilkan aneka tari klasik/kreasi serta gerak lagu dari TK dan SD setempat secara bergiliran. Lenggak-lenggok tarian itu juga memukau penonton serta orang tua, sebagai hiburan usai pandemi.

Kepala Desa Jepangrejo, Sugito, dalam sambutannya, menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dari semua warga masyarakat sehingga rangkaian peringatan HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan RI bisa berjalan lancar.

“Siang harinya sudah dilaksanakan karnaval, meriah dan bisa menghibur masyarakat, pesertanya mencapai ribuan. Atas nama Pemerintah desa Jepangrejo, saya sangat menyampaikan apresiasi serta mohon maaf jika ada yang tidak berkenan,” ucap Kepala Desa Sugito.

Pihaknya berharap agar semangat gotong royong seperti yang dilakukan pada karnaval terus dilestarikan dan dijaga untuk sesarengan mBangun desa Jepangrejo, imbuh Sugito.

Kudnadi Saputro