ilustrasi.

Karena saat itu gerakan silat saya sudah refleks, oleh perguruan saya diminta bagian yang memancing penyerang yang belum emosi, dan itu saya lakukan disaat pelajaran dasar saya belum selesai. Sebenarnya ini termasuk tidak lazim, belajar saja belum selesai sudah menjadi asisten pelatih.

Dan bukan hanya itu, saya bahkan diberi wawenang untuk membuka anak cabang di desa saya. Ini layaknya pepatah, “Malaikat kudhungan blangkon, yen ora nekat, ora kelakon”.

Orang nekat itu, pada sisi lain ada baiknya, namun terkadang juga berisiko. Karena terlalu banyak beraktivitas, menjelang ujian SMA saya harus opname tiga minggu di Rumah Sakit. Lever saya kena akibat over training karena tidak ada keseimbangan antara gerak dengan suplai makanan, karena saat itu sering tirakat.

Dunia Menulis

Begitu juga ketika saya menekuni dunia menulis, walau saya tidak punya basis pendidikan di bidang penulisan, saya berani nekat mengirim naskah secara freelanche ke sebuah harian di Jawa Tengah.

Mungkin karena sedang hoki, karena saat itu  tenaga  dalam sedang booming, maka tulisan-tulisan saya yang semula frelanche kemudian “naik pangkat” menjadi rubrik. Dan saat saat menulis saya tidak perlu membuka-buka buku atau koran untuk mencari refrensi tulisan.

Karena materi yang saya tulis itu aktivitas keseharian saya, maka saya dapat menuangkannya dalam bentuk tulisan dengan cepat, layaknya sedang mendongeng. Karena referensinya sudah menumpuk di otak hasil dari pengalaman lapangan bertahun-tahun.

Proses menulis saat itu serba manual dan non refrensi  karena saat itu belum kenal Mbah Google. Bagi saya menulis itu seperti  sedang mendongeng. Apa yang ada dalam pikiran, itu pula yang dituangkannya.

Nipak Labet

Ketika buku perdana terbit, saya mulai membatasi aktivitas dibidang beladiri dan tenaga dalam. Saya mengikuti saran sesepuh, termasuk jalan rezeki yang berkah itu jika (anak) mengikuti tradisi “nipak labet” mengikuti profesi orangtuanya, terutamnya Ayah.

Dulu, Ayah saya Sekretaris Desa, -sempat merangkap Pjs Kepala Desa- maka jika saya menekuni bidang menulis, berarti “nipak labet” profesi orangtua.  Tradisi ini jika dianalisa dapat diterima. Karena sosok anak itu diwarnai lingkungan terdekat dan dimana dia dibesarkan.