blank
Hiasan unik untuk tujuhbelasan di Bulan Agustus 2022. Berbentuk dasar Penjor Bali dengan nuansa merah putih Sang Dwi Warna.(SB/Bambang Pur)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Pemerintah melalui Mensesneg, telah menetapkan tema peringatan HUT Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) Tahun 2022, adalah ”Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.”

Sebagian masyarakat di Kabupaten Wonogiri, Jateng, telah ada yang membuat dan memasang hiasan tujuhbelasan. Warga di Jalan Perkutut III, Kampung Cubluk, Giritorto, Kota Wonogiri dan di Gang Melati Lingkungan Brumbung, Kaliancar, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, misalnya, telah memasang hiasan unik untuk menyambut Agustus Bulan Merdeka Indonesia.

Yakni jenis hiasan yang terbarukan, yang mengakar pada budaya kearifan lokal (local wisdom), dengan bahan yang murah dan mudah didapat.

Hiasan spesifik yang baru pertamakalinya muncul ini, berbentuk mirip Penjor bernuansa Merah Putih Sang Dwi Warna. Dilengkapi dengan pijar lampu listrik, sehingga keindahannya tidak saja tersaji di siang hari, tapi juga saat datang kegelapan malam.

Hiasan yang diilhami bentuk Penjor Bali tersebut, merupakan karya Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto Adiningrat MM. Budayawan Jawa peraih anugerah Bintang Budaya, yang juga menjadi Abdi Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat. Dia tinggal di Padepokan Sangga Langit Gang Melati, Brumbung, Kaliancar, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.

Rekor Dunia

Tokoh kreatif, Pranoto, semasa dinas menjadi Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemkab Wonogiri (di era Bupati Begug Poernomosidi), tampil membidani event spektakuler kirab terbanyak Umbul-umbul dan kirab keris. Yang itu, mengantarkan Pemkab Wonogiri berturut-turut meraih anugerah pemecahan rekor dunia dari MURI.

blank
Hiasan unik yang dipasang di Ruas Jalan Perkutut III, Cubluk, Giritorto, Kota Wonogiri, ini ilengkapi pijar nyala listrik. Untuk memperindah keberadaannya saat datang malam gelap.(SB/Bambang Pur)

Kata Pranoto, Penjor merupakan simbol dari Naga Basuki, yang bermakna kesejahteraan dan kemakmuran. Bagi umat Hindu di Bali, Penjor merupakan simbol Gunung (Hargo) yang dianggap suci.

Penjor dibuat untuk kelengkapan peringatan Hari Besar Hindu seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan. Juga untuk kelengkapan hiasan Pura saat menggelar acara Piodalan (ulang tahun).

Tapi ada juga Penjor yang dibuat untuk hiasan. Ini sebagaimana yang terpajang di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Atau di sejumlah tempat untuk memperindah lokasi destinasi wisata khas Bali.

Buddha Mahayana

Tapi, keberadaan Penjor sebenarnya telah lama eksis di Nusantara. Terbukti pada relief Candi Borobudur, ada pahatan Penjor di batu dinding candi. Candi Borobudur dibangun sekitar Abad Ke-8 dan Ke-9 (Tahun 750-842 Masehi), di era Dinasti Syailendra yang merupakan penganut agama Buddha Mahayana.

blank
Dari Ruas Jalan Perkutut III, Cubluk, Giritirto, Kota Wonogiri, Penjor hias Merah Putih Sang Dwi Warna menyapa Indonesia Merdeka.(SB/Bambang Pur)

Hiasan Tujuhbelasan unik dan spesifik, yang mengambil bentuk dasar Penjor karya KRA Pranoto Adiningrat, itu dibuat dari bahan dasar bambu dan sedikit kayu untuk pembuatan kerangkanya.

”Kami menggunakan bahan lokal yang mudah didapat, harganya pun murah, sederhana, serta gampang dalam pembuatannya,” jelas Pranoto.

Pranoto, dikenal sebagai sosok seniman kreatif. Penerima anugerah juara pertama lomba tingkat nasional untuk kategori Taman Rumah Tangga ini, mengajak warga untuk berkreasi memunculkan ide-ide baru yang tersegarkan olah zaman di era milenial ini.

”Jangan hanya terpaku oleh bentuk hiasan yang itu-itu saja. Apalagi, sekadar hanya memasang umbul-umbul yang dibeli dari toko atau dari lapak PKL yang tak ada kreasinya,” tandas Parnoto. Buatlah kreasi baru yang khas dan spesifik, serta yang belum ada duanya, agar memiliki nilai (value).

Bambang Pur