PACITAN (SUARABARU.ID) – Para petani di Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jatim, kini merintis pembudidayaan tanaman Pinang (Areca catechu). Harapannya, dapat meningkatkan kesejahteraan, mengingat buah Pinang memiliki nilai ekonomi tinggi karena menjadi komoditas ekspor.
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, mendorong agar perintisan budidaya Pinang dapat dimasyarakatkan melalui kelompok-kelompok tani. Mengingat budidaya Pinang masih tergolong asing di masyarakat tani, karena tidak sepopuler dengan budidaya padi dan palawija atau dengan tamaman perkebunan lainnya.
Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, dorongan Bupati agar petani mengembangkan Pinang, disampaikan saat ngantor di Kecamatan Tulakan. ”Ini sangat luar biasa, semoga bisa berkembang dan yang terpenting masyarakat semangat mengembangkan tanaman pinang, agar perekonomiaan petani terangkat,”’ kata Bupati.
Buah Pinang menjadi komoditas untuk bahan baku kosmetik dan produk farmasi, memiliki nilai ekonomis tinggi. Pasarnya, tidak hanya terserap untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam negeri saja, namun juga memiliki peluang ekspor di pasar internasional.
Koordinator Petani Pinang Pacitan, Nasrudin, mengatakan, saat ini telah ditanam 20 ribu pohon Pinang. ”Juga sudah dibentuk kelompok petani pinang yang beranggotakan 40 petani,” ujarnya.
Varietas Pinang yang ditanam jenis Betara, yang memiliki aroma wangi dan berkualitas untuk dijadikan komoditas eskpor. Kondisi wilayah Tulakan, Pacitan, cocok untuk budidaya Pinang, karena elevasinya di bawah 800 Meter (M) dari permukaan laut (dpl).
Tanaman Monokotil
”Saat ini harga buah Pinang kering, satu Kilogram (Kg) laku Rp 13 ribu,” turur Slamet Riyanto yang tampil menjadi pedagang pengepul buah Pinang di Pacitan.
Pinang atau Nangpi (Areca catechu) dalam Bahasa Inggris disebut Betel palm. Yakni jenis tumbuhan monokotil masuk ke dalam famili Arecaceae pada ordo Arecales. Tanaman ini, memiliki batang lurus dan ramping, dikenal sebagai tanaman obat.
Menjadi komoditas ekspor ke Tiongkok dan beberapa negara Asia Selatan. Di daerah Sumatera dan Kalimantan, dimanfaatkan untuk acara seremonial ramuan sirih dalam tradisi upacara adat.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pinang dimanfaatkan untuk bahan baku industri farmasi. Di India dan Tiongkok, telah mengolah Pinang menjadi permen.
Tanaman Pinang tumbuh di daerah Pasifik, Asia, dan Afrika. Ini penyebutan nama-nama Pinang di sejumlah daerah di Tanah Air. Masyarakat Aceh menyebutnya sebagai pineung. Warga Komering menamainya urai, Orang Batak (pining), Batak Toba (penang).
Masyarakat Sunda dan Jawa (jambe). Penduduk Nusa Tenggara dan Maluku (bua, ua, wua, pua, fua, hua), Orang Bali (pinang), Makasar (rapo), Trenate (hena). Dalam peribahasa, kita sering mendengar penyebutan ‘Bagai Pinang Dibelah Dua,’ sebagai kata ganti sama mirip atau serupa.
Bambang Pur