BREBES (SUARABARU.ID) – Rencana penghapusan subsidi pupuk ZA, SP-36 dan Organik yang akan diberlakukan mulai Juli tahun ini, mendapat reaksi dari petani. Bahkan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Brebes, Jawa Tengah, meminta agar rencana penghapusan subsidi pupuk ditunda.
Rencana menghapus subsidi dua pupuk itu tertuang dalam surat Dirjen Sarpras Kementan nomor 8133/SL 32120/B.5203 2022. Surat itu di antaranya menyebutkan, pemerintah akan mengurangi pupuk bersubsidi menjadi dua jenis masing masing urea dan NPK. Padahal sebelumnya ada lima jenis, yakni urea ZA dan SP-36 serta organik. Disebutkan pula, penghapusan itu akan berlaku mulai bulan Juli 2022.
Rencana pencabutan subsidi pupuk ZA dan SP-36 serta organik ini mendapat penolakan dari para petani. Rujuk (48) petani bawang merah asal Desa Tegalglagah Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Berbes mengaku, pupuk ZA dan SP-36 merupakan jenis pupuk yang banyak dipakai untuk tanaman bawang.
Jika subsidi dicabut, maka petani banyak yang tidak mampu membelinya. Alasannya, harga pupuk non subsidi seperti ZA dan SP-36 saat ini tergolong mahal.
“Sebagai petani bawang, terus terang saya menolak rencana itu. Selama ini kan tahu sendiri, harga obat obatan pestisida sudah mahal, terus nanti subsidi dicabut, petani tidak bakalan kuat membeli,” ungkap Rujuk, ditemui saat memeriksa tanaman bawangnya, Rabu (15/6/2022).
Dia membeberkan, harga subsidi dan non subsidi pupuk ZA dan SP-36 terpaut cukup jauh. Harga pupuk ZA subsidi Rp 1.700 per kg, untuk non subsidi Rp 6.500 per kg. Sementara SP-36 harga subsidi Rp 2.400, non subsidi Rp 8.000 per kg.
Petani bawang ini meneruskan, pupuk ZA dan SP-36 sangat dibutuhkan petani bawang merah. Sehingga jika kebijakan itu tetap diberlakukan akan menambah biaya tanam yang dikeluarkan. “Kalaupun nanti dicabut, mau tidak mau harus beli, bagaimana pun caranya. Tapi itu akan menambah biaya tanam,” imbuhnya.
Penolakan rencana pemerintah itu juga disampaikan oleh Ketua HKTI Brebes, Masrukhi Bakhro. Menurutnya, pemerintah hendaknya menunda rencana menghapus subsidi pupuk tersebut. Alasannya, banyak petani yang belum siap jika pupuk itu dihapus. “Saya minta supaya ditunda dulu rencana pemerintah itu. Karena memang petani petani kecil belum siap,” pinta Masrukhi.
Menurut Masrukhi Bakhro, jika nantinya pemerintah tetap menjalankan kebijakan tersebut, HKTI meminta agar harga patokan pasar hasil pertanian dinaikkan. Tujuannya untuk menutup biaya yang dikeluarkan selama masa tanam. Salah satu contohnnya, harga gabah kering dinaikkan beberapa ratus rupiah, agar petani mendapat tambahan penghasilan.
“Jika memang harus dicabut subsidi pupuknya, maka pemerintah harus bantu petani biar tidak mengalami kerugian. Contoh, harga gabah sesuai patokan pemerintah dinaikkan sedikit, beberapa ratus rupiah. Itu akan membantu petani tanpa harus membebani anggaran pemerintah,” ulas dia.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Brebes, Yulia Hendrawati dikonfirmasi mengatakan, rencana itu merupakan kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan. Namun demikian, pihaknya akan berusaha mengusulkan kepada DPR dan pemerintah pusat untuk menunda rencana tersebut.
Menurut Yulia, petani butuh sosialisasi soal rencana menghapus subsidi dan edukasi. Contohnya, penggunaan pupuk ZA pada bawang merah akan diganti dengan formulasi campuran urea dan NPK. “Nanti petugas kami akan mendampingi petani dalam mengubah dosis pupuk. Untuk bawang merah misalnya, penggunaan ZA bisa diganti dengan campuran urea dan NPK,” jelas Yulia.
Sutrisno