MAGELANG(SUARABARU.ID) –Anggota Komisi VII DPR RI, Dapil Jateng VI, H Abdul Kadir Karding, mengatakan, persediaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas cukup, tidak ada masalah. Namun di luar Jawa masih banyak antrean, di SPBU tertentu.
“Diduga akibat ada permainan di bawah yang harus diurai. Pengawasan dari Pertamina dan BPH Migas harus lebih bagus,” katanya.
Dia mengutarakan hal itu di sela-sela acara Sinergitas BPH Migas – DPR RI, di Hotel Atria Magelang, hari ini Rabu 1 Juni 2022. Acara yang dipadukan dengan Silaturahim dan Halal Bihalal itu H Abdul Kadir Karding menginginkan adanya pengawasan dalam satu sistem. Sebab diduga ada satu mobil, lalu ganti plat nomor. Atau dimodifikasi bisa mengisi dalam jumlah banyak.
Maka, diperlukan adanya aplikasi yang bisa mencatat, sehingga yang sudah membeli tidak bisa membeli lagi.Selain itu harus ada koordinasi dengan penegak hukum. Agar bisa dibantu mengawasi.
“Kalau masyarakat sampai antre, kegiatan ekonominya kasihan, industri juga terganggu,” katanya.
Aplikasi
Aplikasinya seperti di jalan tol. Begitu mobil masuk sudah dicatat orang dan nopol mobilnya, sehingga tidak boleh dua kali. Dia yakin Pertamina dan BPH Migas sudah ada rencana itu, tinggal pengaplikasian dan pengawasan yang ketat.
Ditambahkan, saat ini persediaan minyak dan gas dirasa cukup, apalagi solar yang sejak 2019 sudah tidak impor. Yang masih harus impor hanya BBM selain solar.
Di sisi lain adanya isu bakal ada kenaikan Pertalite, menurut dia, karena subsidi pemerintah untuk BBM cukup tinggi. Sehingga Pemerintah sangat berat. Dari asumsi yang direncanakan di APBN sekarang ini bertembah sekitar Rp 240 triliun. Tak lain akibat perang Soviet dan Ukraina menjadikan harga bahan bakar minyak dunia meningkat.
Maka, Pemerintah harus menaikkan subsidinya. Tetapi tidak boleh serta merta naik semua. Harus dilakukan kajian. Walau membebani tetapi harus bertahap, pelan-pelan. “Kalau bisa jangan naik lagi. Tabung gas ukuran besar dan Pertamax saja,” harapnya.
Mematikan Pertashop
Di bagian lain, dia nilai kenaikan Pertamax akan mematikan Pertashop. Sebab banyak orang tidak mau membeli Pertamax lagi. Pertashop jadi sepi pembeli, karena hanya menjual Pertamax. “Pertamax naik, orang banyak beralih Pertalite,” katanya.
Padahal Pertashop merupakan program ketersediaan bahan bakar sampai tingkat kecamatan.
Tentang sampai kapan harga Pertalite akan bertahan seperti sekarang, Pemerintah akan melakukan kajian. Tentu tidak hanya kajian ekonomi saja, tetapi juga politik. “Kalau naik, apalagi menjelang Pemilu, apalagi habis ada kenaikan minyak goreng. Jadi cukup sensitif,” ujarnya.
Cuma sekarang ada kecenderungan pemakai Pertamax banyak yang beralih ke Pertalite. “Ini juga problem,” tegasnya.
Ke depan, menurut dia, Pemerintah harus menganut sistem pasar. Kalau harga minyak dunia turun, maka Pemerintah juga harus menurunkan Pertamaxnya. “Jangan sampai harga minyak dunia turun, ini tetap,” katanya.
Kehadirannya ke Magelang hari ini dia sempatkan mengecek SPBU Mertoyudan. Dia lihat apakah cukup mampu mengeliminasi kemungkinan penyalahgunaan terhadap Solar atau BBM subsidi. “Alhamdulillah di sini mulai diterapkan aplikasi yang basisnya nomor hp dan nomor polisi mobil,” katanya.
Sementara itu Sales Branch Manager Pertamina wilayah IV Magelang,
Hendra Saputra, mengatakan,
sekarang mulai diberlakukan pencatatan se-Indonesia. Kendaraan pribadi maksimal 40 liter per hari. Mobil bagus disarankan menggunakan bahan bakar yang tidak subsidi. Mobil truk juga beda, mobil tambang juga beda pembatasannya.
Diakui, di Jawa relatif lebih kondusif. Karena begitu di satu daerah dilakukan, maka di daerah lain juga melakukannya. Jadi konsumen tidak merasa aneh.
“Karena beli di Jokja, di Sleman sama. Di Magelang dan di Wonosobo juga sama.
Jadi tidak menimbulkan pertanyaan,” ujarnya.
Eko Priyono