WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Riyayan adalah kenduri selamatan fitrahan yang digelar untuk memeriahkan Hari Raya Lebaran Idul Fitri. Tradisi ini, masih dilakukan oleh sebagian warga pedesaan atau penduduk kampung.
Iwan, salah seorang warga Dusun Josari, Desa Pare, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, menyatakan, selamatan kenduri Riyayan masih dilaksanakan oleh kaum kasepuhan (generasi tua).
Itu dilaksanakan setelah merasa lulus dalam menjalankan laku tirakat (ibadah) puasa sebulan penuh di Bulan Ramadan.
Dalam Buku Bauwarna Adat Tata Cara Jawa Yayasan Surya Sumirat, Jakarta 2000, karya Drs R Harmanto Bratasiswara, sesaji kenduri Riyayan terdiri atas nasi ambeng punar berwarna kuning berlauk awur dadar telor, abon, kelengkam kering, krupuk dan mentimun. Itu ditempatkan di atas ancak berlapis daun pisang.
Masyarakat yang menggelar kenduri selamatan Riyayan, memanjatkan doa pengharapan agar ke depannya, yakni terhitung sejak hari H Lebaran Idul Fitri, dapat diberi anugerah kemudahan dalam menjalani kehidupan.
Budayawan Jawa peraih anugerah Bintang Budaya, Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto Adiningrat MM, mengatakan, kenduri selamatan Fitrahan Riyayan, merupakan bagian dari budaya Jawa. Menjadi wujud local wisdom atau kearifan lokal.
KRA Pranoto Adiningrat yang Abdi Dalem Keraton Surakarta, mengatakan, local wisdom merupakan bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari tradisi masyarakat itu sendiri. Yang itu telah mewaris secara run temurun dari satu generasi ke generasi.
Malam Ganjil
Itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kenduri selamatan menyambut datangnya malam-malam ganjil di sepertiga waktu terakhir Bulan Ramadan. Yakni kenduri Selikuran, Telulikuran, Selawe, Pitulikuran dan Sangalikuran.
Sunarto, tokoh masyarakat Dusun Kepuh, Desa Bumiharjo, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Wonogiri, mengatakan, kenduri pada malam ganjil di penghujung Bulan Ramadan, disebut sebagai Sedekah Maleman. Biasa digelar di rumah Kepala Dusun (Kadus). Warga masing-masing datang membawa ambengan (nasi kenduri lengkap dengan lauk pauk).
Tapi di Dusun Josari, Desa Pare, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, kenduri menyambut datangnya malam ganjil kini diringkas hanya saat malam Selikuran dan Sangalikuran (Tanggal 21 dan 29 Ramadan). ”Digelar di Balai Dusun,” tutur Iwan.
Abdi Dalem Keraton Surakarta Raden Tumenggung (RT) Purnomo Tondo Nagoro, menambahkan, kenduri malem kur-kuran tersebut, berpedoman pada tradisi keraton Mataram Islam Tanah Jawa.
Itu terkait dengan keyakinan pada malem kukur-kuran (tanggal ganjil di penghujung Bulan Ramadan) tersebut turun Wahyu Lailatul Qodar atau anugerah malam seribu bulan.
Bambang Pur