JEPARA (SUARABARU.ID) – Jepara memiliki sejumlah tokoh sejarah yang berperan besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Namun sejauh ini belum nampak politik will yang kuat dari para pemangku kepentingan untuk melakukan pewarisan semangat dan gagasannya melalui lembaga pendidikan. Sebab kurikulum lokal dinilai kurang adaptif terhadap upaya ini
Simpulan ini mengemuka dalam dialog budaya yang digelar dalam rangka Wungon 145 tahun Drs RMP Sosrokartono, Sabtu (94-2022) di aula Musium RA Kartini. Acara yang dipandu oleh Wienarto ini diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran Drs RMP Sosrokartono.
Acara dibuka dengan tahlil oleh Ketua Tanfizdiyah MWC NU Jepara, Kyai Aunur Rofiq. Dalam acara yang ini diikuti oleh aktivis pelestari budaya dan sejarah Jepara ini, pemantik diskusi adalah Hadi Priyanto.
Drs RMP Sosrokartono yang lahir di Mayong 10 April 1877 adalah kakak kandung RA Kartini. Dalam panggung sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia ia memiliki peran cukup penting. Bahkan Presiden RI, Ir Soekarno menyebutnya sebagai putra Indonesia yang besar. Ia juga tercatat sebagai pendiri organisasi Perhimpunan Indonesia di Belanda dan aktif dalam dunia pergerakan setelah kembali ke tanah air tahun 1925 hingga ia wafat pada
“Harapan kami, tokoh-tokoh sejarah yang berasal dari Jepara seperti Ratu Kalinyamat, RA Kartini, dr Cipto Mangunkusumo, dr Gunawan Mangunkusomo dan Drs RMP Sosrokartono ini bisa menjadi bagian dari muatan lokal kurikulum di sekolah,” ujarnya.
Dengan demikian para pelajar tidak hanya mengenal sosoknya, tetapi yang terpenting adalah gagasan dan semangatnya dalam berjuang. Harapannya mereka bisa memetik gagasan dan semangatnya serta menjadikannya sebagai motvasi kolektif. “Karena itu untuk mengenang para tokoh pejuang ini, kita tidak boleh hanya berhenti pada serimonial dan kemeriahan saja,” ujar Suwandi, mantan Kepala SLB Jepara.
Sementara menurut budayawan Jepara Sunardi KS, buku tentang tokoh-tokoh ini sangat penting sebagai media pembelajaran sejarah yang efektif. “Jika tidak ditulis, maka anak-anak tidak tau apa yang harus diwarisi dari seorang tokoh,” ujarnya. Pernyataan ini didukung oleh Hanif Hidayatulah, salah satu aktivis pelestari budaya dan sejarah Jepara.
“Jika tidak ditulis, maka keberanian Drs RMP Sosrokartono dalam menyuarakan perlawanannya terhadap penjajahan yang disampaikan di jantung kolonialisme di Belanda tidak pernah diketahui. Apalagi diwarisi semangat dan gagasannya,” ujar Hanif. Karena itu kami sangat mendukung adanya kurikulum lokal yang memasukkan sejarah tokoh-tokoh lokal Jepara.
Dukungan juga muncul dari Dampar Pangatasan. “Disamping buku, diskusi-diskusi juga sangat penting dilakukan untuk memperkuat upaya pewarisan nilai dan semangat perjuangan,” ujarnya.
Sementara Abdul Rozaq Assowy menilai Drs Sosrokartono adalah sosok yang terpilih oleh Hyang Maha Kuasa untuk menebarkan kebaikan dan kebajikan ditengah masyarakat dan bangsanya melalui laku dan ajarannya. “Karena itu wajar jika ada ikhtiar bersama untuk belajar dari ajaran-ajarannya,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Mujiono. “Agar ajaran dan gagasannya bermakna bagi masa sekarang dan masa depan maka disamping buku dan kurikulum, ruang-ruang-ruang diskusi sangat penting untuk dilakukan,” ujarnya.
Sementara Nur Hidayat, Ketua Komisi C DPRD Jepara yang juga hadir pada acara tersebut berjanji akan menyampaikan usulan memasukkan tokoh-tokoh sejarah dari Jepara dalam kurikulum muatan lokal. “Kami akan terus mendorong para pemangku kepentingan untuk benar-benar memperhatikannya,” ujarnya
Wungon 145 tahun Drs RMP Sosrokartono juga ditandai dengan penyerahan sejumlah buku untuk perpustakaan RA Katini, Desaileng Singolelo, Welahan dari Indria Mustika, Hadi Priyanto, Nur Hidayat dan Aliva Rosdiana.
Hadepe