“Situasi ini merupakan evaluasi besar, bahwa antara aparat penegak hukum dan instrumen hukum serta masyarakat masih banyak celah yang lolos, hingga terjadi pelanggaran kemanusiaan,” kata Muhammad Klhalid seperti dikutip suarajogja.id kelompok suara.com.
Tiga Kritik
BEM KM USM menyampaikan, sedikitnya ada tiga kritik atas upaya penanganan perilaku klitih ini. Pertama, dari level penegak hukum. Sejauh ini, pihak penegak hukum punya kegiatan patroli yang dilakukan di ruang aktivitas masyarakat.
Namun, seringkali banyak kritik muncul perihal seperti apa sikap polisi dalam menindaklanjuti laporan masyarakat.
“Misalnya ada motor sliweran, patut dipertanyaakan polisi patroli dan intel berfungsi efektif? Atau jangan-jangan hanya formalitas?” ungkap dia.
Dia pun mempertanyakan sikap polisi, dalam menindaklanjuti laporan yang masuk. “Seringkali dalam menindaklanjuti laporan, polisi tidak akan optimal bergerak bila pelapor tidak memiliki power atau sumber daya yang memadai,” kata Khalid.
Kedua, menurut Khalid, penanganan klitih tak cukup hanya aparat yang menanggulangi. Harus ada peningkatan yang lebih horizontal, bagaimana masyarakat berbasis wilayah, mulai dari padukuhan, kalurahan punya satu jaring pengaman sosial.
“Untuk mencegah aktivitas masyarakat atau pemuda setempat yang mengancam keamanan masyarakat lainnya.Atau mencegah dan mengamankan wilayah mereka dari ancaman pihak luar,” ujarnya.