KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Dewasa ini semakin banyak pilihan destinasi wisata alam menawan di Kebumen. Salah satu yang layak dikunjungi yakni kawasan geologi Watu Kelir di Desa Seboro, Kecamatan Sadang, di Kebumen utara.
Lokasinya masih alami. Suasana pedesaan yang khas di tepi sungai. Berjarak sekitar 30 kilometer utara Kebumen. Yang menarik, kawasan bebatuan ini termasuk dalam Geopark (Taman bumi) Nasional Karangsambung-Karangbolong. Bahkan sedang diajukan menjadi Global Geopark ke Unesco.
Perpaduan formasi batuan yang unik, diyakini bekas lantai dasar Samudera Indonesia pada 81 juta tahun lampau, dengan kisah mistis di daerah itu, menjaadikan Watu Kelir memiliki nilai tersendiri. Bagi masyarakat lokal, mitos Watu Kelir diyakini sebagi tempat pertunjukan wayang kulit secara mistis.
Sesuai penamaan situs ini, Watu Kelir, yang berarti batu pertunjukan wayang. Masyarakat Desa Seboro, Sadang, Kebumen, percaya bahwa tempat situs purbakala geologi tersebut adalah tempat pertunjukan wayang gaib kerap terjadi. Fenomena ini dikarenakan masyarakat setempat meyakini bahwa tempat situs Watu Kelir dulunya digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang.
Konon bunyi yang didengar semacam suara pukulan perkusi dan kadang terdengan juga suara tangis manusia dari arah Watu Kelir yang didengar dari jarak sekitar 500 meter dari pemukiman penduduk masa itu.
Masyarakat setempat juga memiliki pantangan untuk tidak menceritakan kejadian-kejadian mistis tersebut terhadap orang asing. Terkait alasannya, belum diketahui secara pasti apa yang terjadi jika pantangan tersebut dilanggar.
Mitos lainnya terkait Watu Kelir di Kebumen yang juga diyakini warga setempat adalah tempat itu merupakan batas dua dunia. Yaitu dunia fana dan alam gaib. Sesuai dengan namanya, Watu Kelir atau batu pembatas, di kawasan cagar geologi itu diyakini sebagai pembatas dua kehidupan.
Proses Dinamika Bumi
Lalu bagaimana kajian sains memaknai Watu Kelir? Ir Chusni Ansosi MT, tamatan S1 dan S2 Geologi UGM yang telah puluhan tahun meneliti kawasan geologi Kebumen menjelaskan, lokasi Watu Kelir tepatnya berada pada Kali Muncar, Desa Seboro, Kecamatan Sadang (109° 42′ 28″,7° 30′ 36.2″).
Menurut Chusni, lokasi ini sering disebut sebagai Watu Kelir oleh masyarakat sekitar. Pada dinding sungai dijumpai singkapan batuan sedimen sepanjang 100 m, berwarna merah menyerupai kelir atau layar pertunjukkan wayang kulit.
Pada bagian atasnya dijumpai lava menyerupai kenong dan gong atau gemelan Jawa. Masyarakat sekitar menamakan singkapan batuan ini dengan nama Watu Kelir.
Peneliti senior Badan Riset Nasional Karangsambung itu menegaskan, bagi geologis, Watu Kelir juga merupakan suatu pakeliran tentang proses dinamika bumi di mana batuan yang berasal dari lempeng samudera dengan kedalam sekitar 4 Km bisa terangkat di permukaan bumi.
Chusni memaparkan, batuan sedimen merupakan selang seling antara rijang dan lempung merah gampingan, dengan perlapisan tegak. Rijang dan lempung merah ini nampak retak-retak yang terisi kalsit berwarna putih.
Warna merah pada rijang karena mengandung unsur besi, serta kandungan fosil Radiolaria berumur Kapur Atas (Wakita, 1991).Batuan beku di bagian atasnya yang nampak bulat memanjang merupakan lava basalt berstruktur bantal. Lava ini terbentuk pada zone pemekaran dasar samudera.
Berdasarkan penentuan umur secara radioaktif dengan metode K/Ar berumur 81 ± 4 juta tahun (Suparka,M.E.,1988).
“Keberadaan batuan ini membuktikan bahwa pada 81 juta tahun lalu kawasan ini merupakan dasar samudera dengan kedalaman lebih dari 4.000 m. Akibat gaya tektonik yang sangat kuat daerah ini mulai terrangkat di atas muka laut pada kala Eosen (55 juta tahun lalu),”papar dia.
Bernilai ilmiah dan Nilai Wisata Unggul
Berdasarkan analisis geokimia, lanjut Chusni, basalt S. Medana termasuk basalt tholeit yang sangat jenuh silika. Terbentuk pada daerah punggungan tengah samudera pada saat fraksinasi mantel bumi hingga sebelum terjadinya tumbukan.
Chusni menyatkan bahwa Geosite Lava Bantal-Riang ini mempunyai nilai Internasional dengan nilai scientific mencapai 353, nilai potensi edukasi 305, nilai potensi pariwisata 295 dan nilai potensi degradasi 270, sehingga nilai rata-rata nya 305.75 (tinggi).
Bahkan geosite ini juga mewakili batuan lantai samudera purba yang tersingkap akibat proses penunjaman dan pengangkatan kawasan Geopark Karangsambung-Karangbolong.
“Untuk mengembangkan geosite ini maka perlu dikolaborasikan antara warisan geologinya yang bernilai Internasional dengan warisan budaya dan warisan hayati dalam paket geowisata. Desa Seboro sudah merupakan desa Wisata dan terdapat pengelola Pokdarwis yang aktif, ada home stay serta telah memepunyai obyek wisata Selo Asri,”terang dia.
Chusni Ansori juga berharap, dukngan pemerintah daerah dalam pengembangan wisata melalui konsep Geopark niscaya sangat dibutuhkan. Sebab geopark di beberapa daerah, contoh Gunung Kidul dengan Geopark Gunung Sewu, telah terbukti bisa sebagai penggerak ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.
Geopark Karangsambung- Karangbolong dengan thema “The best evidence of plate tectonic theory at SE Asia and Karst” juga memepunyai kelebihan kondisi geologinya dibandingkan Gunung Sewu UGGp dan Ciletuh-Pelabuhanratu UGGp.
Singkatnya, paket wisata yang memadukan sains dan budaya berupa kisah mistis Watu Kelir itu sebagai keunggulan kearifan lokal wisata Kebumen, tentu sangat menarik dan eksotik.
Tinggal bagaimana mengemas agar mitos Watu Kelir sebagai pertunjukan wayang penuh mistis dan nilai ilmiah sebagai batuan lantai samudera purba itu semakin dikenal. Yuk ke Watu Kelir di Seboro, Sadang, Kebumen utara.
Komper Wardopo