Berikutnya serangan dengan papan kayu jati tebal dan itupun gagal karena yang kalap itu dilumpuhkan dengan  “mengikat” kedua kaki dari jarak jauh, hingga dia rebah ditanah tak mampu bergerak.

Dalam kondisi mencekam itu, Mbah Wi masih bercanda. Ketika yang  rebah ditanah itu didekati Kepala Desanya karena dianggap sudah lumpuh, “tali batin” itu dilepas dari jarak jauh.

Dia yang semula lumpuh, lepas lagi. Sasaran terdekat telinga kepala desa digigit hingga berdarah. Setelah itu Mbah Wi mengikat lagi. Kejadian ini ditonton lebih dari 100 warga. Dijamin ini bukan settingan, karena saat itu belum ada youtuber.

9. Wong Ngalah Luhur Wekasane

Pepatah ini bermakna, orang mengalah, mulia dikemudian hari. Saya  mengamati kehidupan orang yang hobi memajukan batas tanah, atau yang merebut tanah saudara atau tetangganya, kehidupan mereka dikemudian hari justru memprihatinkan.

Sebaliknya, mereka yang dizalimi, apakah dia ikhlas atau tidak, dikemudian hari kehidupannya lebih makmur. Dhawuh para sesepuh, termasuk dosa yang siksanya sudah ditampakkan di dunia itu yang berkaitan tanah.

10.Mayat Ruwet.

Kejadian ini pernah terjadi kepada orang yang semasa hidupnya merebut hak orang lain. Bukan hanya “sentilan” awal saat kematian, bahkan saat masih hidup pun sudah merasakan buah perilakunya.

Pernah ada yang membuat bangunan rumah hingga masuk batas jalan desa, hingga jalanan menjadi sempit dan saat diingatkan perangkat desa malah marah. Saat dia meninggal sulit dimasukkan liang lahat.

Jika ada keluarga melakukan menguasai tanah yang bukan haknya, nasihatilah. Jika ngeyel, ya ikhlaskan atau biarkan saja. Percayalah! Pihak yang dizalimi itu tabungan dunia akhiratnya lebih berlimpah.

11. Puter Giling

Pernah ada tetangga yang minggat. Saya dan teman-teman diminta ikhtiar “puter giling” agar segera pulang. Setelah dua hari, jelang pagi ada suara orang yang kabur itu diatas rumah memanggil Ibunya berulang kali. Suara itu didengar keluarga dan tetangga. Dua jam kemudian, dia sampai rumah.

Pengalaman serupa, ada calon pengantin putra yang sejak remaja dikenal mbeling. Jelang hari H pernikahan, dia kabur “nyebrang pulau” dan meninggalkan pesan, tidak mau pulang, kalau tidak dibelikan sepeda motor. Keluarganya lalu minta saya dan teman-teman menggunakan “Puter Giling.”

Empat hari dia sudah pulang, dan anehnya saya yang pertama kali ditemui. Dalam posisi ling-lung dia berkata, “Aku mbok kapakna,” yang artinya, saya kauapakan? Setelah dimandikan air leri (cucian  beras) sembuhlah dia. Hari berikutnya mengurus administrasi ke KUA.

12. Jimat Kebal Keong Buntet

Saya dulu tidak begitu yakin adanya jimat yang bisa diujicobakan. Namun setelah melihat dan mendokumentasikan, saya percaya. Dengan senapan angin 4,5 pada sasaran burung puyuh, ternyata tidak mampu melukai burung itu.

Uji coba disaksikan tujuh orang, dan saya bagian mendokumentasikan. Tembakan pertama mengenai sasaran hingga terdengar suara benturan cukup keras. Puyuh terayun ke arah laju peluru namun pada tembakan kedua, puyuh terluka lalu mati. Uji coba pada sasaran gelas berisi air gagal, gelasnya pecah. (Habis)

Masruri, penulis buku, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati