blank
Fasilitas sosial (Fasos) Kampung Lasipin, Kota Semarang. Foto: Ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Warga RT. 003/RW.004 Kampung Lasipin dan Karangtempel) Kelurahan Karangturi, Kota Semarang bertekad mempertahankan fasilitas sosial (Fasos) yang ada di lingkungannya.

Seluruh warga Kampung Lasipin juga menyatakan keberatan dan tidak menyetujui adanya upaya orang (perseorangan) untuk menguasai dan memiliki area yang selama ini menjadi tempat bersosialisasi warga dan arena bermain anak cucu mereka.

Pernyataan keberatan ini disampaikan warga melalui juru bicara warga, Akasa Rambing kepada wartawan di Kampung Lasipin, Minggu (27/2/2022).

Menurut Akasa, lahan terbuka milik Pemerintah Kota Semarang tersebut selama ini sudah dimanfaatkan warga sekitar sebagai fasilitas sosial sejak lebih dari 40 tahun lalu.

“Dulu pada tahun 80-an, orang tua saya, almarhum Sutan Rambing menempati rumah Nomor. 303, sebelum pindah ke rumah Nomor 339 ini. Ketika usia kanak- kanak lapangan ini sudah menjadi tempat kami bersama anak-anak lingkungan sekitar untuk bermain. Saya sendiri belajar berjalan dan berlari ya di sini,” beber Akasa.

Hingga saat ini, lahan tersebut masih menjadi andalan warga Kampung Lasipin dan sekitarnya untuk berkumpul, bersosialisasi dan bermain.

“Hampir setiap hari tempat ini ramai. Kadang untuk bermain sepak bola, voli dan kegiatan-kegiatan lainnya bersama warga,” tambahnya.

Namun belakangan ini, warga diselimuti kerisauan karena ada salah seorang warga yang mengakui bahwa sebagian lahan itu adalah miliknya dan akan disertifikatkan.

“Akhir-akhir ini ada pihak yang mendatangi warga untuk minta tanda tangan persetujuan agar lahan tersebut bisa disertifikatkan atas nama salah satu warga tersebut,” tandas Akasa.

“Akan tetapi warga merasa keberatan, meski ada sebagian kecil, mungkin karena ketidaktahuannya sempat membubuhkan tanda tangannya,” jelasnya.

Menurut Akasa, sengketa tanah antara warga dengan salah seorang pemilik rumah di dekat tanah kosong tersebut, sudah berlangsung cukup lama, yakni sejak sekitar tahun 2005. Tetapi selalu gagal disertifikatkan karena penolakan warga yang merasa terugikan dengan kemungkinan hilangnya Fasos tersebut.

Warga juga khawatir tidak ada lagi tempat untuk berkumpul, bersosialisasi dan bermain. “Ada indikasi upaya membonceng atau memanfaatkan program prioritas nasional PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap-red,) yaitu proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lain yang setingkat dengan itu, yang dicanangkan pemerintah. Kita menduga yang bersangkutan ingin memanfaatkan program itu,” tegasnya.

Warga, sambung Akasa, secara tegas menolak dan tidak menyetujuinya. “Karena itu, kami mengharapkan pihak- pihak yang berkompeten, pejabat yang berwenang agar bijak menyikapi permasalahan ini. Lahan itu lahan pemerintah. Jadi utamakanlah kepentingan masyarakat daripada kepentingan orang perseorangan,” pinta dia.

“Secara khusus, kami juga memohon Kepala Kelurahan Karangturi agar secara tegas menolak permohonan seperti itu, dan menyatakan lahan tersebut tetap pada fungsi semula, yakni sebagai fasilitas sosial,” katanya.

Menurut Akasa, pernyataan lurah ini sangat dibutuhkan masyarakat, mengingat setiap pergantian pejabat, hampir dipastikan persoalan ini akan muncul kembali.

Sangat Berdaya Guna

Lahan yang terbilang tidak cukup luas tersebut, sesungguhnya sudah memberikan manfaat bukan hanya untuk warga sekitar, namun juga bagi nama harum Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, bahkan Indonesia di dunia Internasional.

Pasalnya, tanah kosong itu sangat berperan karena sudah melahirkan atlet- atlet tinju dan wushu hingga tingkat dunia. Sebut saja beberapa petinju kenamaan dari Semarang seperti Didik Hartanto (juara PON), Sonny Rambing (Juara PON dan juara Nasional tinju profesional).

Ada juga Chrisjhon (juara dunia tinju dan juara SEA Games Wushu) juga pernah ditempa di area itu. Selain itu Arthur Rambing, Wito Ramirez, Roy Mukhlis, Budi Wizon, Temujin Rambing, Sugiarto (alm), Urbanus Manatar (alm), Herry Guntar, termasuk Akasa Rambing.

“Saat Porwakos (Pekan Olah Raga Warga Kota Semarang), cabor tinju juga digelar di lahan tersebut,” tukasnya.

“Dan hingga saat ini Fasos masih terawat dan terjaga peruntukannya. Sangat tidak masuk akal sehat, bila kemudian dialihfungsikan menjadi milik pribadi,” pungkasnya.

Ning