blank
Ilustrasi truk ODOL.

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Sejak 10 hingga 21 Februari 2022, Kementerian Perhubungan RI tengah menggelar razia besar-besaran terhadap truk Overdimensi & overloading (ODOL) di seluruh Indonesia.

Operasi penegakan hukum (Gakkum) yang didukung penuh oleh Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri berhasil menindak ribuan truk yang ditengarai melakukan pelanggaran ODOL.

Namun penindakan tersebut menuai pro dan kontra di lapangan, antara lain seperti yang diungkapkan Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah & DIY, Agus Pratiknyo.

“Di dalam asosiasi pengusaha truk maupun asosiasi pengemudi sendiri ada yang pro dan kontra terhadap penindakan truk ODOL. Sebenarnya pengusaha maupun pengemudi truk mendukung langkah pemerintah dalam upaya menciptakan Zero ODOL 2023. Hanya saja seharusnya penindakan dilakukan sejak dari akar rumputnya, bukan dilakukan dengan cara melakukan penangkapan di jalanan saja, yang membuat seolah-olah truk adalah musuh masyarakat yang harus selalu disalahkan,” kata Agus kepada awak media, Senin (14/2/2022).

“Padahal pengguna jasalah yang telah menciptakan persaingan tidak sehat di dalam dunia angkutan barang, karena semua order muat berasal dari mereka,” tambah Agus.

Dikatakan bahwa antara pengusaha truk dan pengguna jasa adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam penyelenggaraan transportasi barang.

Untuk itu Agus meminta kepada pemerintah agar bersikap lebih adil dengan melibatkan juga pemilik barang sebagai pengguna jasa yang telah ikut berkontribusi terhadap adanya praktek ODOL.

“Jangan pengemudi dan pengusaha truk saja yang dikorbankan dan selalu diadu dengan pengguna jasa. Mereka (pengguna jasa) juga harus diberi sanksi oleh pemerintah jika memang terbukti telah menerbitkan manifes barang yang melebihi batas kubikasi atau tonase,” tandasnya.

Sebab jika pemerintah hanya melakukan penindakan di jalanan saja, sambung dia, tanpa ada komitmen dari semua stakeholder yang terlibat dari akar rumputnya, dipastikan keberhasilan penindakan ODOL hanya akan bersifat sementara saja, dan akan segera terulang kembali.

“Kami minta pemerintah agar segera melakukan revisi terhadap UULAJ No. 22 Tahun 2009, agar tidak hanya menghukum pengemudi dan pemilik truk saja dalam praktik ODOL, namun juga menghukum pengguna jasa yang memberi order, agar ekosistem logistik dapat diperbaiki demi tercapainya iklim persaingan usaha yang lebih sehat,” ujarnya.

“Pemerintah harus segera menerapkan sistem digitalisasi yang terintegrasi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kementerian Perindustrian dan Kepolisian, agar tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” pungkas Agus.

Ning