JEPARA (SUARABARU.ID) – Peningkatan temuan kasus hingga 225 orang dalam sepekan mau tidak mau, suka tidak suka harus menggiatkan kembali gerakan 5 M, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, menjaga jarak dan menghindari mobilitas. Juga memperkuat dan memperluas testing serta tracking.
Hal tersebut diungkapkan oleh dr Nurkukuh, M.Kes, ahli kesehatan masyarakat yang juga dikenal sebagai pembimbing praktik mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang, ketika ditanya tentang mulai meningkatnya kasus Covid-19 di Jepara.
Saat ini menurut Nurkukuh, semua orang mengganggap yang memapar warga pasca virus delta adalah virus omicron yang gejalanya ringan dan sedang. Akibatnya masyarakat cenderung spekulasi menanggulangi sendiri dengan caranya sendiri dan tidak mendatangi yankes atau periksa PCR. Padahal kita belum tahu tingkat keganasan virus sebelum melakukan pemeriksaan laboratorium
“Padahal belum tentu virus omicron. Bisa saja jenis mutasi virus yang berat, hingga korban meninggal dunia sepert yang terjadi diberbagai kota,” tambahnya.
Dalam situasi seperti sekarang ini, tugas penyuluh kesehatan semakin berat untuk mengajak warga melakukan 5 M, jika dibandingkan dengan saat gelombang 1 atau 2. “Karena situasi RS tidak gawat, dan gejala pasien ringan-sedang, meski jumlahnya meningkat, masyarakat belum juga sadar,” ujarnya.
Akibatnya yang dilakukan masih terbatas menyembuhkan penyakit belum sampai mencegah sakit yang tersier. Yang sekunder pun, yaitu diagnosis dini, belum menjadi kebutuhan, apalagi yang primer.
Karena itu menurut Nurkukuh, yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan minimalnya melakukan diagnosis dini dengan testing dan tracking. Meski pelaksanaanya lebih berat.
Disamping itu vaksinasi harus perkuat, meski juga sulit. Karena tinggal golongan yang menolak sehingga golongan yagg moderat perlu ditelusur lagi . “Orang yang diam saja tapi kalau didatangi ya terpaksa mau,” pungkas Nurkukuh.
Hadepe