JEPARA (SUARABARU.ID) – Dalam rangkaian kegiatan Haul Eyang Sentono, yang diyakini merupakan tokoh pendiri dan cikal bakal Desa Sukodono, Tahunan, Jepara maka dilaksanakan Manganan dan Kirab Budaya yang berlangsung Sabtu (13/11-2021). Kegiatan tersebut diprakarsai oleh Paguyuban Lokal Budaya Sukodono. Hadhoroh dan tahlil dibawakan oleh ustad Wahid dan doa oleh Habib Muhsin Al Idrus dari Krapyak.
Menurut Ketua Lokal Budaya, Bambang Setyawan Hadipura, kegiatan yang dipusatkan di Makam Eyang Sentono tersebut diisi dengan kirab budayanapak tilas Eyang Sentono, prosesi ganti luwur Nginggil, tahlil dan doa bersama, kepungan mangan dan syairan dan sholawat yang diiringi gamelan.
“Kegiatan kirap budaya ini baru diadakan untuk pertama kali. Ini sebagai sebagai pertanda awal kita ingat eling lan rumat dumateng leluhur,” ujar Bambang Setyawan Hadipura.
Karena itu diharapkan melalui kegiatan budaya ini kita ingat pada labuh labet dan peran Eyang Sentono yang diyakini masyarakat sebagai cikal bakal Desa Sukodono.
Kegiatan budaya tersebut juga dalam rangka mengucapkan syukur kepada Alllah, membangun persatuan serta wujud kepedulian Loka Budaya terhadap pengembangan Sukodono sebagai Desa Pariwisata Budaya.
Hadir pada acara ini Abah Santri dari Sukoharjo, Kendal, Habib Muhsin Al Idrus dari Krapyak, Forkopimcam Kecamatan Tahunan, peragkat desa Sukodono, masyarakat Sukodono dan sejumlah pegiat budaya di Jepara. Nampak juga Ketua Pepadi Jepara Ki Hendroyono dan Ketua Lembaga Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara, Tejo Ingga Suroto.
Sementara Abah Santri menyatakan, Nabi Muhammad SAW sangat mencintai budaya. “Bahkan menurut ajaran Nabi Muhammad, adat adalah hukum. Karena itu adat istiadat yang baik harus dilestarikan bersama,” ujar Abah Santri. Saya sangat mendukung dan menghargai Kirab Budaya Napak Tilas Eyang Sentono, tambahnya.
Eyang Sentono dalam Cerita Tutur.
Berdasarkan cerita tutur, asal mula dan sejarah desa Sukodono bermula dari kedatangan seorang pemngembara yang diyakini berasal dari desa Senenan. Ia kemudian bermukim bersama keluarganya. Mereka bermukim di sebuah tempat yang dinamai dukuh Karanganyar.
Karena daerahnya subur, lama kelamaan banyak juga warganya yang bermukim dan bekerjasama untuk memperluas daerah itu. Dengan kerjasama yang baik dan sikap tolong menolong antar warganya, akhirnya warganya menjadi bertambah hingga mencapai 44 kepala keluarga.
Mereka kemudian bermusyawarah untuk memilih sseorang pemimpin sekaligus mengesahkan dan meresmikan nama daerah tersebut dengan sebutan SUKODONO.
Nama ini sesuai dengan semangat warga yang suka tolong-menolong, membantu dan menghargai. Sukodono berasal dari kata Suko = Suka, Dono = Menolong, membantu. Karena sebelumnya nama desa itu Karanganyar, lalu nama Karanganyar diabadikan untuk desa Sukodono bagian utara disebut Dukuh Karanganyar.
Konon pengembara itu adalah Mbah Sentono yang oleh warga Sukodono diyakini sebagai kerabat dari Mataram. Ia adalah anak Wangsaguna. Wangsaguna adalah sesepuh desa Senenan. Wongsogo sendiri adalah cucu Mbah Datuk, trah mbah Potro yang berasal dari Mataram dan tinggal di Lor Agung.
Namun, Mbah Sentono itu bukanlah nama asli dan tak seorangpun yang tahu nama asli mbah Sentono. Namun ia dikenal sebagai tokoh yang membangun desa Sukodono.
Setelah meninggal Mbah Sentono dimakamkan disebuah tempat di desa tersebut. Selain dihormati warga Sukodono, makam Mbah Sentono juga sering dikunjungi warga desa sekitar. Biasanya warga menggelar syukuran di makam Mbah Sentono, memanjatkan doa dan rasa syukur kepada Allah melalui wasilah Mbah Sentono.
Awalnya, hanya ziarah dari warga-warga setempat. Kemudian sepuluh tahun terakhir digelar acara haul di bulan Rabi’ul Akhir tahun Hijriyah. Baru pada tahun ini dilaksanakan kirab budaya napak Eyang Sentono.
Hadepe