blank
Sejumlah kendaraan memadati SPBU di Jl HM Sarbini Kebumen, Sabtu (16/11) Sejak beberapa hari terakhir ini Biosolar di SPBU Kebumen langka sehingga dikeluhkan angkutan umum.(Foto:SB/Komper Wardopo)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Saat aktivitas masyarakat dan ekonomi menggeliat, di Kebumen dalam beberapa hari terakhir justru mengalami kelangkaan bahan bakar minyak jenis Biosolar.

Akibatnya, angkutan umum dan angkutan barang mulai kesulitan memperoleh bahan bakar. Bahkan pasokan ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang biasanya datang dua hari sekali langsung ludes dalam sehari.

Ketua Organda Kebumen Ir H Ngadino kepada Suara baru.id Sabtu (16/10) mengemukakan, kelangkaan Biosolar itu dikeluhkan awak angkutan umum dan angkutan barang sejak 14 Oktober lalu. Dampaknya, kelancaran pelayanan angkutan umum seperti bus dan minibus berbahan bakar bisolar mulai terganggu.

Pihaknya telah menyampaikan laporan kepada Sekda Kebumen  Ahmad Ujang Sugiono mengenai kondisi biosolar saat ini. Organda berharap kepada Pemkab Kebumen bisa membantu mencarikan solusi mengatasi kelangkaan Biosolar tersebut.

“Baru saja pengurus paguyuban angkutan datang menyampaikan permasalahan tersebut. Sopir engkel saya Kamis (14/10) lalu malah pulang gasik karena Biosolar kosong,”jelas Ngadino.

Seorang karyawan SPBU di Jalan HM Sarbini Kebumen Ali Maruf saat ditemui mengakui, pada Sabtu (16/10) siang sekitar Pukul 11.00 stok Biosolar sudah kosong. Pihaknya menerima pasokan dari Pertamina tiap dia hari dengan kuota sebanyak 8.000 liter.

BBM Subsidi Kuoatnya Diatur BPH Migas

Secara terpisah Ketua Hiswana Migas Kedu Sutarto Murti Utomo SE MM yang dikonfirmasi menyebutkan, pasokan Biosolar lancar dan tetap sesuai kuota serta tidak ada pengurangan kuota. Namun berhubung Biosolar merupakann BBM bersubsidi, mekanismenya telah diatur dengan kuota.

Sutarto menyampaikan, kondisi Biosolar saat ini mirip dengan keluhan kelangkaan elpiji beberapa waktu lalu. Elpiji tabung 3 kg juga bersubsidi yang dibatasi kuota dan diperuntukkan bagi warga kurang mampu. Namun ditengarai masyarakat yang mampu juga lebih suka menggunakan tabung elpiji 3 sehingga terjadi kenaikan konsumsi dan kelangkaan barang.

Menurut Sutarto, biosolar sesuai ketentuan untuk bus angkutan umum memperoleh jatah 200 liter per hari, minibus engkel 80 liter per hari. Masalahnya, pendistribusian Biosolar sebagai BBM subsidi bukan semata ditentukan Pertamina. Biosolar sebagai BBM subsidi diatur oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), sama seperti elpiji 3 kg.

Sutarto memperkirakan, kelangkaan Biosolar saat ini karena dipicu aktvitas ekonomi dan kebutuhan yang meningkat sehingga over kuota. Sedangkan pasokan atau kuota bagi SPBU tetap. Biasanya pasokan BBM akan dikeluarkan lebih banyak pada akhir tahun atau bulan Desember saat konsumsi meningkat.

Pihaknya telah mengimbau kepada pengusaha SPBU untuk mengendalikan atau mengatur konsumsi Biosolar. BBM bersubsidi diutamakan bagi angkutan umum dan barang. Namun di lapangan masih ada kendaraan pribadi yang menggunakan Biosolar sehingga bisa mengurangi stok bagi angkutan umum dan angkutan barang.

Sutarto menyarankan kepada Pemkab Kebumen untuk mengajukan pertambahan kuota kepada Pertamina dan BPH Migas. Soal pengajuan itu disetujui atau tidak, tentu bergantung pertimbangan kondisi serta stok BBM Biosolar. Apalagi perlu dimaklumi saat ini konsentrasi Pemerintah masih pada penanganan Covid-19.

Komper Wardopo