blank
Ilustrasi cabang olah raga atletik. Foto: dok/pixabay

Oleh: Tandiyo Rahayu

blank
Foto; dok/ist

TORANG BISA! Frasa ini bila dipanjangkan menjadi ‘kita orang bisa’. Kata ‘torang’ adalah kependekan dari ‘kita orang’, kata yang biasa dipakai saudara-saudara kita di wilayah Timur Indonesia, sebagai kata ganti ‘saya’, dalam komunikasi lisan.

Torang Bisa atau Saya Bisa, adalah frasa yang saat ini sedang tenar dan bergema sebagai slogan PON XX/Papua 2021. Torang Bisa disertai dengan tanda seru (!), yang menunjukkan semangat kesetaraan, semangat juang, semangat menjadi yang terbaik, semangat untuk menunjukkan kemampuan usaha yang sama besar dengan yang lain. Kalau kamu bisa, saya juga bisa. Itulah ‘Torang Bisa!’.

Torang Bisa! di arena PON XX/Papua 2021, adalah semangat para atlet elite untuk menunjukkan capaian prestasi di tingkat Nasional. Namun demikian, sebenarnya frasa ‘Torang Bisa!’ juga memiliki semangat egaliter yang bisa berlaku bagi semua orang, untuk bisa berolahraga.

Torang samua bisa olahraga. Semua orang, seluruh masyarakat, apa pun kedudukannya, pekerjaannya, berapa pun usianya, apa pun jenis kelaminnya, semuanya bisa dan perlu didorong untuk berolahraga secara baik, benar, teratur, dan terukur. Dan inilah yang disebut dengan Sport for All Movement atau Gerakan Olahraga bagi Semua, yang di Indonesia dikenal dengan istilah Olahraga Masyakat.

Sport for All adalah sebuah gerakan yang diinisiasi oleh negara-negara di Eropa, dan pertama kali dirumuskan dalam resolusi Dewan Eropa, pada 1963. Meskipun diawali dengan sebuah ide tanpa prestise dan publisitas, namun hari ini istilah ‘Olahraga untuk Semua’ atau Olahraga Masyarakat, telah menjadi sebuah konsep yang diterima secara global, guna menyatakan hak setiap orang untuk mengakses olahraga (Wolfgang Baumann, 2013).

Diperlukan sebuah usaha untuk membuat perspektif baru atas makna olahraga, yang keluar dari atau berada di luar bayang-bayang kinerja fisik tingkat tinggi yang terglobalisasi, eksklusif dan terstandar. Serta hanya dapat dijangkau sedikit orang yang memiliki talenta kinestetik luar biasa.

Perilaku Sedentari
Melalui Gerakan Olahraga Masyarakat, olahraga ditempatkan di posisi egaliter, yang harus dapat dijangkau dan dipraktikkan semua orang.

Mengapa demikian? Karena warga dunia telah tiba pada kesadarannya, bahwa olahraga atau aktivitas fisik yang teratur dan terukur, serta dilakukan dengan baik dan benar, merupakan sebuah kebutuhan agar mampu bertahan hidup dalam keadaan sehat dan bugar di tengah-tengah akselerasi kemajuan teknologi yang membuat manusia tidak lagi memerlukan aktivitas gerak fisik yang memadai dalam kehidupan sehari-hari, atau disebut perilaku sedentari.

Saat ini, secara global Olahraga Masyarakat telah diakui secara resmi sebagai agenda penting bagi perkembangan olahraga kontemporer. Baik sebagai penyeimbang olahraga elit maupun sebagai agen perubahan bagi masyarakat, yang telah menyadari pentingnya kesehatan dan kebugaran jasmani.

Wolfgang Baumann, saat ini adalah Sekretaris Jenderal TAFISA (The Association For International Sport for All), dalam uraiannya mengenai Sport for All sebagai salah satu sub-disiplin Ilmu Keolahragaan yang berada di Multi Diciplinary Thematic Area, dalam buku Directory of Sport Science (2013: 311-320) menjelaskan, sebagai hasil dari globalisasi, Sport for All telah mencapai arti pentingnya. Dan secara signifikan mempengaruhi aspek politik, kesehatan masyarakat, budaya, masyarakat dan pembangunan ekonomi.

Kata kunci dalam perkembangan Olahraga Masyarakat adalah ‘perubahan’. Dalam beberapa dekade terakhir, olah raga telah mengalami lebih banyak perkembangan baru daripada sebelumnya, dalam sejarah modern. Sebagian besar dari perubahan ini terjadi di bidang Olahraga Masyarakat.

Frasa Sport for All atau Olahraga Masyarakat, menggambarkan sebuah visi kondisi ideal di masa depan. Konsep Olah Raga Masyarakat telah terbukti memiliki dampak yang cukup besar, pada olahraga di dunia nyata.

Dalam konteksnya, Olahraga Masyarakat dipandang sebagai suatu proses perubahan sosial, yang sampai batas tertentu dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam skala besar.

Sistem yang dikembangkan melalui Olahraga Masyarakat, menjadi sebuah sistem pendamping dari sistem olahraga elit yang sangat selektif, yang menyaring sebagian besar olahragawan, dan hanya berfokus pada minoritas atlet terbaik.

Sistem ini akan menempatkan olahraga ke dalam sistem integratif Olahraga Masyarakat, yang memiliki prinsip, olahraga harus dapat diakses oleh semua orang.

Dengan demikian, Sport for All Movement atau Gerakan Olahraga Masyarakat adalah, sebuah gerakan yang mempromosikan akses olahraga dan aktivitas fisik lainnya untuk semua orang. Dan ini dipahami sebagai tanggapan modern terhadap hak asasi manusia untuk berolahraga dan bermain.

Olahraga Rekreasi
Di Indonesia, Olahraga Masyarakat sejatinya telah berkembang sejak lama. Frasa Sport for All telah dikenal dan diperkenalkan oleh para pakar olahraga di lingkungan pendidikan tinggi keolahragaan, sejak 1970-1980.

Kemudian, Indonesia juga sempat mengenal gerakan Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat, yang secara konseptual ini merupakan implementasi dari Gerakan Olahraga Masyarakat.

Sayangnya, pada saat terbit Undang-Undang No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Olah Raga Masyarakat yang telah hidup dan harus terus dihidupkan untuk kepentingan masa depan ini, telah tereduksi menjadi Olahraga Rekreasi

Pada Ketentuan Umum UU SKN dijelaskan, Olahraga Rekreasi adalah olahraga yang dilakukan masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan.

Secara mudah dapat kita pahami, bahwa yang dimaksud dengan Olahraga Rekreasi di dalam undang-undang adalah, Olahraga Masyarakat.

Perbedaan nomenklatur ini, pada tataran implementasi menghadirkan kerancuan. Karena olahraga yang bersifat rekreatif itu, sebagai antitesis dari olahraga elit, yang menjadi bagian dari Olahraga Masyarakat.

Oleh sebab itu, untuk kepentingan yang lebih luas, baik di masa sekarang atau yang akan datang, perlu dipertimbangkan untuk mengembalikan istilah Olahraga Rekreasi, menjadi Olahraga Masyarakat, yang secara sistem kelembagaan maupun keilmuan, telah dapat ditemukan akarnya secara global.

Dengan demikian, bila kelak masyarakat Indonesia telah menjadi masyarakat yang berolahraga melalui gerakan Olahraga Masyarakat, maka kita samua dapat memekik bersama ‘Torang Bisa!!!’

— Tandiyo Rahayu, Profesor Bidang Pendidikan Jasmani (Fakultas Ilmu Keolahragaan/Unnes Semarang) —