blank
Ahmad Afandi, Ketua PR GP Ansor Pendem II Kembang Jepara

Oleh: Ahmad Afandi

JEPARA (SUARABARU.ID)- Sampai hari ini masih terlihat berbagai postingan tentang Konfercab XIII PC GP Ansor Jepara yang diselenggarakan Jum’at, 24 September 2021. Di gedung MWC NU Tahunan, komplek Kampus UNISNU Jepara.

Semua pihak baik pendukung calon dari peserta penuh, peserta peninjau dan romli (rombongan liar) meraba-raba atas hasil yang diperoleh dalam perhelatan empat tahunan tersebut.

Ada berbagai postingan yang menurut hemat penulis hanya opini dari yang menulis saja, misalnya akun Abdalla Badri memposting tentang ” ‘Deadlock Adab’ dalam Konfercab Ansor Jepara”. Ia seolah ingin menggiring pembaca  seakan-akan yang benar-benar terjadi dalam arena konferensi dan seakan-akan mengetahui detail yang ada di dalam ruang rahasia antara PP,  PW dan calon ketua PC GP Ansor Jepara.

Kemudian tulisannya itu di tanggapi oleh Muhammad Kholiqul Amri. Ia menulis tanggapan dengan judul “Tafsir Sesat “Deadlock Adab dalam Konfercab Ansor Jepara” yang jika kawan-kawan baca itu mereview tulisan Abdalla Badri tersebut paragraph per paragraph. Kholiqul Amri menanyakan kok bisa tau detail apa yang terjadi dalam forum rahasia itu, dan tulisan itu diakhiri dengan komentar salah satu akun yang suka mereview spoiler mantab-mantab.

Kemudian muncul tulisan “Dinamika konfercab ke XIII” Yang saya tidak tahu siapa sebenarnya penulis opini tersebut. Pada intinya opini tersebut juga menggiring bahwa dalam perhelatan konferensi ini ia akan menjadi primadona pada perhelatan Pilkada dan Pileg 2024 mendatang, ia menganalogikan bahwa PC GP Ansor Jepara hari ini adalah Wanita cantik yang diperebutkan banyak orang, mulai politisi sampai pengusaha, mereka sama-sama berkepentingan untuk suksesi pada pilkada 2024 mendatang.

Kemudian muncul tulisan Zakaria Ansori Chamim yang menaggapi tuisan Abdalla Badri dengan judul “Ilusi Adab vis-a-vis Syariah Organisasi (bagian pertama dari 2 tulisan)” bahwasanya selain sami’na wa atho’na ada hal yang lebih penting yaitu menjalankan peraturan organisasi yang termuat dalam PD/PRT.

Penulis yang mengatakan dirinya sebagai pengurus PC GP Ansor Jepara 2005-2013 ini juga menunjukkan beberapa point dalam PD/PRT, terutama sambutan dari Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Kholil Qaumas (Gus Tutut) bahwa rujukan utama dalam mengambil keputusan dalam GP Ansor adalah PD/PRT. Kemudian ia juga menunjukkan sejumlah  pasal yang mengatakan bahwa “jika proses musyawarah mufakat tidak menemui jalan keluar, maka dilakukan voting,”.

Kemudian tulisan Zakaria Ansori tersebut dikomentari oleh salah seorang wakil ketua PR GP Ansor Tanjung yang juga menjabat sebagai Dosen di UNISNU Jepara Ahmad Saefuddin dengan judul “Jalan Buntu Konfercab XIII PC. GP. Ansor Jepara: Tanggapan Atas Tanggapan (Bagian 1)”. Dalam opini yang sarat dengan beberapa istilah kurang tepat penyebutannya itu misalnya Pimpinan Cabang Muslimat ia tulis Pengurus Cabang, ia menunjukkan bahwa beberapa hasil pemilihan di Jepara mulai dari PCNU, PC Muslimat NU, bahkan ia juga menunjukkan bahwa terpilihnya Syamsul Anwar dalam Konfercab ke-XII pun dengan hasil musyawarah mufakat.

Ia menambahkan dalam tulisannya “Bahkan dalam konteks Konfercab, tata tertib secara jelas menyatakan bahwa pemilihan dan penetapan Ketua PC GP Ansor masa khidmat 2021-2025 dilaksanakan secara musyawarah mufakat (lihat klausul ini pada item 2, 7d, 7e). Opsi voting (pemungutan suara) menjadi alternatif terakhir jika mufakat tidak bisa dicapai (7f).

Mengacu kepada tata tertib persidangan, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat diberi mandat oleh Konfercab untuk memfasilitasi ketiga calon ketua yang sah (7c) berdasarkan surat rekomendasi minimal 3 Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan 20 Pimpinan Ranting (PR) GP. Ansor (6d)

Postingan-postingan tersebut hampir semuanya adalah opini dari penulis sendiri tanpa melihat realita yang ada sebelumnya. Contohnya postingan Abdalla Badri yang berjudul ”Deadlock Adab dalam Konfercab Ansor Jepara” misalnya, dia hanya memposting situasi salah seorang kader yang menjadi peserta penuh (bukan peninjau apalagi romli) yang melakukan interupsi sesaat sebelum ditetapkan hasil musyawarah mufakat di forum rahasia antara ketiga calon, Pimpinan Wilayah (PW) dan Pimpinan Pusat (PP).

Lamanya proses mufakat itu membuat para peserta Konferensi jengah dengan suguhan menunggu yang tidak pasti. Apalagi kopi dan teh yang disediakan panitia tidak mampu mengcover semua peserta, sehingga banyak peserta yang tidak kebagian termasuk saya.

Baiklah, peserta penuh yang melakukan interupsi tadi dianggap tidak memiliki adab oleh penulis yang menukil dari pendapat salah seorang pengurus PW “kita sebagai bawahan harus punya adab terhadap atasan” , begitu kata salah seorang pengurus PW yang ditunjuk sebagai presidium sidang tersebut.

Kalimat bawahan yang dilontarkan oleh pengurus PW tersebut sangat tidak etis dalam kaidah organisasi, seakan-akan kita dari PR, PAC dan PC adalah bawahan dalam bisnis atau pekerjaan. Sehingga seakan-akan kita sebagai kader tidak boleh membantah apa yang diucapkan oleh pengurus PW maupun PP meskipun apa yang kita sampaikan itu benar dan sesuai dengan pedoman organisasi yaitu PD/PRT.

Seolah-olah pengurus PP dan PW adalah dewa yang semua perkataanya adalah firman yang harus diikuti tanpa berpikir panjang atau taqlid buta dalam istilah tertentu. Ini justru mencederai marwah organisasi itu sendiri. Bahwasannya sebagai pengurus Ansor ditingkat yang lebih tinggi harus mengedepankan rasa persahabatan bukan menjustifikasi.

Dengan dalih bahwa calon yang hendak ditetapkan dalam mufakat itu hanya didukung 83 Pimpinan yang tersdiri dari 6 PAC dan 77 PR. Sedangkan masih ada 10 PAC dan 91 PR lainnya tidak sepakat dengan hasil itu. Jika memang musyawarah mufakat harus dipilih setidaknya setengah lebih satu dari jumlah PR dan PAC se-Jepara. Sehingga sang intruptor tersebut mengusulkan kembali ke PD/PRT yaitu dengan melakukan pemilihan atau voting.

Entah ada apa dengan PP dan PW saat salah satu dari calon ingin mengajak ke langkah selanjutnya jika musyawarah mufakat tidak menemui jalan keluar maka proses selanjutnya voting. Itu tidak dilaksanakan oleh PP maupun PW pemegang hak penuh atas persidangan tersebut. Malah memilih untuk keluar meninggalkan arena persidangan.

Dengan keluarnya PP dan PW dari arena persidangan, maka sidang pemilihan ketua menjadi deadlock. Dengan demikian Konferensi ke XIII PC GP Ansor Jepara tidak menghasilkan pimpinan baru dan harus mengulang Konferensi.

Dari situ kita bisa menilai terhadap tampilan yang diperlihatkan oleh masing-masing pihak. Hal yang pasti masing-masing pihak pasti merasa dirinya paling benar, baik dari kontestan maupun presidium. Mereka sama-sama merasa paling beradab, satu sisi merasa beradab karena mengikuti pimpinan, satu sisi beradab karena menegakkan peraturan dalam PD/PRT.

Pertanyaannya manakah yang paling beradab harus sami’na wa atho’na dengan pimpinan meskipun tidak sesuai aturan atau lebih mengedepankan melakukan mekanisme organisasi sesuai dengan aturan (PD/PRT)?

Kesemuanya memiliki dinamika dan kebenaran yang bersifat tidak mutlak, karena dari keduanya sama-sama benar. Hanya saja kita perlu memilih mana yang benar-benar benar dan mana yang benar-benar kurang benar. Sehingga organisasi dalam hal ini Ansor, benar-benar memiliki ruh yang benar.

(Penulis adalah Ketua PR GP Ansor Pendem II Kembang Jepara)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini