JEPARA (SUARABARU.ID) – Troso merupakan nama salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara. Desa Troso terkenal dengan hasil tenunnya. Di Desa inilah para pengrajin tenun ikat Troso menghasilkan kain tenun khas Jepara dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin yang memiliki suara khas “chetak-chetak”.
Seiring berkembangnya zaman, tenun ikat Troso kemudian memiliki pangsa pasar yang semakin luas, baik didalam negeri maupun pasar luar negeri. Selain digunakan sebagai fashion style, kain tenun troso juga dapat disulap menjadi pernak-pernik lucu yang memiliki nilai jual, seperti gantungan kunci dan hiasan dinding. Namun masih saja ada kain limbah teun Troso yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Bertolak dari kondisi ini para mahasiswa UNISNU yang tengah KKN di Kelompok 50 tertark untuk manfaatkan kain perca agar dapat bernilai ekonomi. Mereka terdiri dari Muhammad Faruq Miftakhul Awal, Muhammad0 Rizki Maulana Fatah, Muhammad Amirul Muslim dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis prodi Manejemen serta Aimmatul Fajriyah, Luluk Dewi Nur Khasanah dari Fakultas Syariah dan Hukum prodi Perbankan Syariah. Dengan dosen pembimbing lapangan Faiqul Hazmi S.E.I., M.E.Sy. para mahasiswa bersama mitra BRD Tenun Ikat milik Burdi mengadakan pelatihan pemanfatan kain tenun perca.
Para mahasiswa menghimpun masyarakat terutama ibu-ibu yang tinggal disekitar rumah mitra yang terletak di desa Troso RT.04/06 untuk terlibat dalam kegiatan pelatihan pemanfaatan kain perca.
Menurut Muhammad Faruq, selaku Ketua Tim KKN kelompok 50 kegiatan ini tujuannya adalah untuk meningkatkan kreativitas masyarakat dalam mengelola limbah kain tenun perca dan memanfaatkan peluang yang ada dengan adanya media sosial dan market place. Sebab selama ini kain tenun perca itu biasanya hanya ditimbun atau dibuang dan bahkan dibakar. Karena itu diadakan pelatihan membuat hiasan dinding dan keset kaki dari kain perca.
Hasil yang didapatkan dari pelatihan tersebut selanjutnya akan dipasarkan melalui media sosial. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini menjadi inovasi baru bagi mitra untuk menjajakan produk buatannya. “Jika berhasil maka peserta pelatihan dapat untuk ikut bergabung dalam bisnisnya tanpa melakukan proses pelatihan kembali,” ujar Burdi.
“Kegiatan seperti ini bermafaat bagi kami, sebab melalui pelatihan ini saya tidak hanya menjual kain tenun saja. Selain itu, jika saya dapat pesanan yang banyak dan butuh tambahan SDM saya dapat menggaet peserta pelatihan ini tanpa repot-repot mengajarkan cara pembuatannya. Belum lagi kalau mereka dapat mempromosikan hasil karyanya ke orang lain lewat obrolan saat perkumpulan.” tutur Masriah, istri dari pemilik usaha yang menjadi mitra.
Alvaros – Aimmatul Fajriyah