Oleh : Hadi Priyanto
Kepahlawanan sesorang tidak hanya dilihat dari kebesaran namanya, namun juga berbagai peninggalan karya dan prestasi yang diwariskan kepada generasi penerusnya-Benyamin Disraeli
Walaupun sejak tahun 1988 namanya telah diabadikan di Jepara dengan menjadikan waktu penobatannya sebagai penguasa Jepara untuk menetapkan Hari Jadi Jepara, namun masih saja ada yang tidak mengerti perjalanan sejarah Ratu Kaliyamat. Padahal penetapan dilakukan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 9 Tahun 1988.
Disamping kurangnya sumber literatur tentang salah satu pewaris kasultanan Demak yang waktu kecil bernama Retno Kencono, keberadaannya sering kali lebih lebih dikenal dari sisi mitos. Bahkan kemudian konotasi negatif tentang Ratu Kalinyamat yang banyak dikenal melalui kisah babad maupun cerita tutur, ketimbang aspek – aspek kesejarahan.
Karena itu pula, dua kali pengajuan Ratu Kalinyamat pada tahun 2006 dan 2007 sebagai Pahlawan Nasional bagaikan membentur dinding tebal. Sebab kemudian dikembalikan oleh pemerintah pusat karena kurangnya sumber primer.
Ada dua alasan yang disampaikan untuk mengembalikan berkas itu tahun 2009 berdasarkan Hasil Sidang Usulan Calon Pahlawan Nasional An. Ratu Kalinyamat. Pertama, ketokohannya masih dikaitkan dengan mitos dan kedua, perannya masih belum dapat dibuktikan secara akademis.
Sebab dalam pasal 1 ayat 4 UU No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa da Tanda Kehormatan disebutkan, Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Tidak mudah memang menemukan catatan sejarah sebagai sumber primer saat pengajuan Ratu Kalinyamat pada tahun 2006 dan 2007. Sebab penguasa Jepara ini berkuasa pada tahun 1549 – 1579. Masa ini adalah masa pra kolonial yang oleh para pakar sejarah disebut sebagai masa gelap karena minimnya sumber primer, sumber atau dokumen yang ditulis sekitar waktu Ratu Kalinyamat berkuasa.
Kebesaran Ratu Kalinyamat yang ditulis dalam Babad Demak atau Babad Tanah Jawi dan juga sumber sekunder lain, termasuk sumber literature yang berasal penulis barat pada abad XIX tidak cukup kuat sebagai argumentasi akademis untuk pengusulan Ratu Kalinyamat.
Ditemukan Sumber Primer
Kini ketika kesempatan untuk mengajukan Ratu Kalinyamat tinggal satu kali, tim pakar, tim riset dan semua pemangku kepentingan yang bergerak bersama untuk melengkapi bukti – bukti kesejarahan Ratu Kalinyamat telah menemukan sumber-sumber primer yang dibutuhkan.
Sumber primer tentang Ratu Kalinyamat yang oleh orang Portugis disebut sebagai Rainha de Japora ini tedapat pada tulisan Fransisco Peres, Diogo da Couto, Manuel Faria e Sousa, Dom Alfonso de Noronha, Cristovao Martins, Dom Sebastia, Jorge de Lemos dan Artur Basilio de Sa.
Bahkan dalam sumber primer ini ada fakta baru yang ditemukan. Penyerangan armada Ratu Kalinyamat terhadap kolonialisme Postugis bukan hanya dua kali pada tahun 1551 dan 1574 seperti yang selama ini diketahui oleh banyak orang. Namun Ratu Kalinyamat mengirimkan pasukannya untuk menyerang kolonialime Portugis sebanyak empat kali.
Penyerangan pertama dilakukan pada tahun 1551. Atas permintaan Sultan Aceh, armada perang Ratu Kalinyamat menyerang Postugis di Malaka. Kemudian pada tahun 1564, tercatat pasukan Ratu Kalinyamat juga menyerang Portugis yang mulai menguasai Ambon. Pasukan ini dikirim ke Ambon atas permintaan Sultan Ternate untuk mempertahankan didri dari pendudukan Postugis.
Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1565 untuk memenuhi permintaan Sultan Hitu yang merasa terancam sebab Postugis mulai menguasai sumber-sumber ekonomi, utamanya pelabuhan dan rempah-rempah. Sementara serangan atas kolonialisme Portugis dilakukan tahun 1574 dengan penyerang Portugis di Malaka.
Temuan dalam sumber-sumber primer ini memperkuat keberadaan Ratu Kalinyamat sebagai seorang penguasa di Nusantara yang sangat anti kolonialisme. Bukan hanya tokoh mitos di sejarah Jawa.
Meskipun semua penyerangan dapat dipatahkan oleh pasukan Portugis, namun spirit Ratu Kalinyamat untuk melawan kolonialisme ini kemudian menjadi spirit kolektif bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. Bahkan tidak berlebihan, apa yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat adalah salah satu embrio pembentukan kebangsaan Indonesia.
Temuan keberadaan Ratu Kalinyamat pada sumber-sumber primer yang didukung dengan sumber-sumber sekunder dan historiogafi tradisioal membuat peluang Jepara untuk memanfaatkan peluang terakhir pengajuan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan nasional semakin terbuka. Apalagi sisa-sisa arkeologis masih dapat dijadikan sebagai bukti, salah satunya adalah masjid Mantingan, masjid tertua kedelapan di Indonesia.
Kini tinggal bagaimana para pemangku kepentingan dapat bergerak bersama untuk mewujudkan mimpi besar yang telah dua kali gagal diraih. Sebab, pengajuan ini adalah kesempatan terakhir untuk menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai pahlawan Nasional dari Jepara. Rainha de Japora, Senhora Poderosa e rica, Ratu Jepara, seorang wanita kaya yang sangat berkuasa.
Dengan kekayaan dan kekuasaannya itu, ia tidak pernah berhenti menabuh genderang perang melawan kolonialisme yang mengancam kedaulatan wilayahnya. Spirit itu pula yang menjadi salah satu inspirasi bagi bangsa ini untuk menolak dan melawan segala bentuk penjajahan.
Penulis adalah pegiat budaya Jepara