Oleh : Ridwan, SH
Menarik mencermati langkah Bupati Jepara Dian Kristiandi yang kembali bongkar pasang sebanyak 59 posisi jabatan pada hari Jumat (27/8/2021).
Sebab pelantikan itu bukan saja tanpa melibatkan Sekda Jepara Edy Sujatmiko, S.Sos, MM,MH sebagai Pejabat yang Berwenang dan sekaligus Ketua Tim Penilai Prestasi / Kinerja ASN dilingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara, tetapi melanggar sistem merit yang menjadi salah satu cara pemerintah untuk menjaga profesionalitas dan kompetensi ASN. Bahkan menimbulkan perpecahan dan ketidak pastian dikalangan birokrasi, termasuk kader – kader muda pemerintahan yang kemudian terbelah.
Tim inilah yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang ASN harus mengusulkan kepada bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian. Tim ini terdiri dari Sekda, Asisten III, BKD dan Kepala Inspektorat. Sementara sejak tanggal 9 Agustus 2021 lalu Edy Sujatmiko dibebaskan sementara dari jabatannya
Memang kini telah diangkat PLH Sekda Jepara. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Penataan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 22 Tahun 2021 pasal 55 – 59 ada pembatasan kewenangan yang dimiliki oleh seorang Pelaksanaan Harian, diantaranya larangan untuk melakukan keputusan strategis dibidang kepegawaian dan keuangan.
Menariknya, pada tanggal 24 Agustus 2021 Badan Kepegawaian Negara telah mengirimkan surat kepada Bupati Jepara. Salah satu isi surat, meminta Bupati Jepara dalam tempo 30 hari untuk melakukan klarifikasi disamping harus melaksanakan rekomendasi Ketua KASN tanggal 24 Juni 2021 tentang Rekomendasi Evaluasi Kinerja Sekda Jepara.
Dalam rekomendasi ini disebutkan Edy Sujatmiko memilki capaian kinerja dan sasaran kinerja baik dan tidak terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat sehingga tidak cukup alasan untuk membebaskan Edy Sujatmiko dari jabatannya
Jika klarifikasi belum dilakukan oleh bupati, maka BKN masih mengakui Edy Sujatmiko sebagai Sekda Jepara, termasuk setiap pelaksanaan kebijakan manajemen ASN yang terkait dengan jabatan Sekda, dan akan dilakukan penundaan pemutakhiran data.
Karena itu, pelantikan 59 pejabat pada tanggal 27 Agustus 2021 yang dilakukan setelah 3 hari surat dari BKN di kirim bisa diduga kuat sebagai pembangkangan dan pengabaian terhadap kewenangan penerima mandat Presiden. Padahal Komisi Aparatur Sipil Negera dan Badan Kepegawaian Negara adalah dua lembaga yang secara kontitusional mendapatkan pendelegasian kewenangan dari Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan dan manajemen ASN.
BKN adalah lembaga yang mendapatkan pendelegasian wewenang dari Presiden terkait dengan kewenangan dalam penyelengggaraan manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan norma, standart, prosedur dan kriteria manajemen ASN.
Sedangkan Komisi Aparatur Sipil Negara mendapatkan pendelegasian wewenang dari Presiden untuk melakukan monotoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan da manajeen ASN untuk menjamin tewujudnya sistem merit serta pengawasan terhadap asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.
Sementara kewenangan Presiden yang didelegasikan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara berkaitan dengan wewenang, perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan serta pengawasan dan pelaksaaan kebijakan ASN.
Oleh sebab itu, wajar jika Bupati Jepara tidak mau menggubris rekomendasi dari lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan pembinaan manajemen ASN, maka bisa saja kewenangan yang didapat dari Presiden untuk menjadi Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah kemudian dicabut.
Landasan untuk penarikan kewenangan ini cukup kuat sebagaimana dinyataka dalam PP 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Dalam ayat 7 disebutkan, pendelegasian wewenang dapat ditarik kembali oleh Presiden jika terjadi pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (Bupati) serta untuk meningkatkan efektifitas pemyelenggaraan pemerintahan.
Langkah penting ini perlu dipertimbangkan agar carut marut pengelolaan manajemen ASN di Jepara tidak menjadi preseden buruk dalam membangun sistem manajemen ASN berdasarkan sistem merit di daerah lain oleh para Gubernur dan juga Bupati.
Sebab dengan kewenangan bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian ini bupati memiliki hak untuk melakukan pemberhentian, pengangkatan pejabat yang berada dilingkungan pemerintah kabupaten berdasarkan paraturan perundang-undangan yang ada.
Sayang ketaatan terhadap peraturan dibidang anajemen ASN ini pula yang selalu dilanggar saat ia mulai diangkat sebagai bupati definitif pada tanggal 2 Jui 2020. Langkah pertama adalah mengusulkan Sekda Jepara untuk diturunkan jabatannya menjadi Asisten Administrasi, satu eselon lebih rendah dari jabatan Sekda.
Menghancurkan sistem merit
Dalam pelantikan 59 pejabat struktural Jumat lalu, terdapat sejumlah nama yang merupakan pelanggaran sistem merit, yaitu sistem seleksi jabatan berdasaran kinerja, prestasi dan kompetensi bukan karena kedekatan politik dan pribadi.
Padahal tujuan sistem ini antara lain agar mutasi sebagai bagian dari manajemen ASN dapat bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Hal ini sesuai dengan definisi manajemen ASN itu sendiri, yaitu pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Namun pada kenyataannya kini justru mutasi tidak dapat begitu saja terbebas dari praktik KKN.
Sebelumnya, melalui DKK Jepara juga telah dilakukan pelantikan 9 orang Kepala UPTD Puskesmas di Jepara, termasuk pengisian Ka UPT Puskesmas Donorojo yang mengundang kontroversi dikalangan tenaga kesehatan. Sebab pengangkatan bidan penyelia sebagai Ka Puskesmas ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas. Sementara banyak dokter di Jepara yang telah memenuhi syarat Permenkes sebagai Kepala Puskesmas.
Indikasi bahwa dalam seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara ada intervensi bupati, dilakukan Bupati dengan menunjuk orang-orang kepercayaannya duduk dalam tim seleksi. Tujuannya agar orang-orangnya lolos dalam seleksi dengan memberikan nilai tinggi. Akibatnya calon-calon pesanan bupati memilki nilai yang disparitasnya sangat tinggi dibandingkan dengan calon yang lain. Bahkan 3 orang tim penilai eksternal ini nilainya nyaris sempurna.
Terkait dengan modus operandi ini Komisi Aparatur Sipil Negara akhir Juli lalu malah sudah mengeluarkan rekomendasi kepada Bupati Jepara untuk tidak lagi mengusulkan dua orang pansel eksternal sebagai anggota seleksi Terbuka untuk masa 1 tahun kedepan. Sebab dua pansel eksternal ini dinilai tidak kompeten dan tidak fair dan hanya menjadi alat bupati untuk menempatkan orang-orangnya masuk dalam pusaran politik di tahun terakhir masa jabatannya yang akan berakhir Mei 2022. Tentu KASN dan BKN mudah menebak arah permainan ini.
Penulis adalah Advokat, putra Jepara yang tergabung dalam LBH Indonesia Menggugat,