Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
Ada “nasihat” kehidupan yang jika diterapkan tampak kontradiktif, karena nasehat itu memang ketoke kok aneh, rasanya aneh.
Contoh nasehatnya: Kalau Anda benar-benar mau tahu rahasia sebuah hotel berbintang, ya jangan tergiur ketika Anda sedang berada di ruang tamu atau lobbynya, ruang VIP atau kamar-kamarnya; tetapi pergilah ke gudangnya, atau ke tempat pencucian handuk, sprei dll.
Atau akan lebih lengkap apabila Anda mau korek-korek tempat pembuangan sampahnya. Di “arena belakang” itulah, Anda akan menemukan apa yang senyatanya terjadi setiap harinya, di situ.
Contoh lain di level rumah tangga, masuklah atau nebenglah ke kamar mandi/WC rumah itu; kalau pun hal itu tidak bisa dilakukan, – jika benar-benar ingin – , aduk-aduklah tong/tempat sampahnya.
Apa yang Anda lihat atau alami di situ, Anda akan memperoleh gambaran nyata, entah tentang perilaku orang-orang yang tinggal di rumah itu, bahkan dapat saja “membuktikan” pola hidup orang/keluarga ybs. Ada banyak “rahasia” dan “kecerobohan” dalam sampah karena dibuang tanpa seleksi.
Dalam hal Anda ingin mencari berita yang akurat dan benar, lengkapilah apa yang telah Anda peroleh dari sumber-sumber resmi dengan berbagai sensasi yang muncul atau menyertainya.
Asap dapat terasa lebih sensasional dibandingkan sumber apinya, karena asap itu jauh lebih mudah didekati dibandingkan dengan sumber api yang sedang membara panas. Itulah sensasi, dan ternyata (dengan sendirinya) berseliweran kemana pun.
Salah satu sensasi yang saat ini sedang “banyak dinikmati” bahkan diobral ke masyarakat ialah rebut unggul. Dalam hal vaksinasi untuk penanggulangan Covid 19 contohnya, saat ini, siapa saja, baik perorangan, lembaga resmi apalagi semi resmi, termasuk juga partai politik atau politisinya, sedang melakukan rebut unggul.
Di dalam kondisi ingin unggul-unggulan seperti itulah, berseliweran sensasi terkait katanya vaksin A lebih unggul dari vaksin E, bahkan vaksin N itu abal-abal, dan sebagainya dan seterusnya. Sensasi lain, instansi K lebih resmi menyelenggarakan kegiatan vaksinasi dibanding dengan instansi lainnya, dan sebagainya dan seterusnya.
Intinya, inilah saatnya siapa saja sedang senang rebut unggul, unggul-unggulan. Bahkan hal yang belum pasti pun (di sana besok akan ada vaksinasi gratis oleh lembaga Z), sekarang ini disensasikan sebagai sesuatu yang sudah pasti; dan ketika besok kegiatan itu tidak terjadi, sensasi barulah yang beredar, bukannya penjelasan.
Baca Juga: Mardika Ingkang Mardikani
Kata rebut mengandung dua makna, yakni jupuk kanthi peksa, mengambil secara paksa atau penuh usaha; dan golek menang, mencari kemenangan atau keunggulan. Rebut unggul lebih menyangatkan lagi karena suasa berebutnya menjadi lebih seru/serem, kalau perlu sikut sana sikut sini.
Mengapa banyak orang/pihak senang melakukan rebut unggul, berebut menang/unggul? Bahkan, semakin situasinya diselimuti ketidakastian, rebut unggul semakin dijadikan sebagai senjata mujarab untuk memperoleh “kemenangan.” Kalau memang menyebar sensasi akan membantu rebut unggul, banyaklah yang menempuhnya seperti itu.
Apa yang sebaiknya dilakukan atau sikap seperti apa perlu kita jalankan? Jawabannya sangat standar yakni, nikmati atau pergi. Ingar-bingar rebut unggul penuh sensasi agaknya justru akan semakin merebak, oleh karena itu jika Anda mampu dan enjoy menikmatinya, nikmatilah penuh kewaspadaan dan seleksi.
Sebaliknya, apabila Anda tersiksa olehnya, pergilah, tinggalkanlah dan kebaskanlah debunya agar tidak menempel di pakaian atau tubuhmu tetapi tetap harus mampu mempertanggungjawabkan sikapmu itu.
(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)