blank

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Keberadaan Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan yang berlokasi di Jl Ngrobyong, RT 04/RW I, Dukuh Wonorejo, Kelurahan Pesantren, Kecamatan Mijen, Kota Semarang bukan cuma mencetak  generasi milenial untuk fasih mengaji dan menghafal Alquran. Namun lebih dari itu, para santrinya juga dibekali ilmu budidaya ketahanan pangan dan obat rempah herbal.

Setidaknya terdapat sembilan macam budidaya yang kini telah dikembangkan pondok pesantren yang mulai beroperasi sejak Agustus 2018 ini. Meliputi budidaya Maggot, Budidaya Ikan Lele, Nila, Bawal, Budidaya Jamur Tiram, Budidaya Kurma, Budidaya Hidroponik, dan Budidaya Tanaman Herbal.

”Budidaya tanaman herbal ini di antaranya Binahong, Angkung, Telang, Karkedeh/Rosela, Kelor, Insulin, Daun Ungu (obat Wasir), Pegagan, tanaman empon-empon antara lain, Jahe, Temulawak, Kunyit, Serei, Kencur, Kunci. Seluruh tanaman tersebut sangat bagus untuk kesehatan,” ujar Pengasuh Ponpes Fadhlul Fadhlan,  Dr KH Fadlolan Musyaffa’  Lc MA saat ditemui para wartawan di pondok pesantren yang mulai dibangun sejak 2017 itu.

Selain budidaya tanaman herbal, lanjut KH Fadlolan, Ponpes Fadhlul Fadhlan juga  mengembangkan budidaya unggas & mini zoo, di antaranya Burung Kakatua, Love Berd, Angsa,Bebek, Mentok, Ayam Kalkun, Ayam Pelung, Ayam Saigon, Ayam Kate, Ayam Bangkok, ayam kampung, dan burung dara.

Sedangkan budidaya ketahanan pangan meliputi  tanaman singkong, Ubi Cilembu, Bolet, Terong, Cabe. Untuk tanaman perkebunan selain untuk peneduh, juga menambah pemasukan ponpes. Sejumlah tanaman tersebut meliputi segala jenis buah-buahan, Kurma, Tien, Anggur, Markisah, Strowbery, Klengkeng, Rambutan, Kedondong, Mangga, Nangka, Alpokat, Pete, Jambu air, jambu klutuk, Pepaya, Pisang raja, Pisang Byar, Kelapa Wulung, dan Kelapa Kopyor.

”Untuk tanaman perkebunan sudah banyak yang mulai memesan melalui online, di antaranya bibit kelapa wulung, bibit gargir dan binahong. Bahkan untuk program Kurmanisasi di sekitar MAJT, bibit Kurmanya sebagian besar dipesan dari Ponpes Fadhlul Fadhlan,” ujar KH Fadlolan.

* Pengembangan Ponpes

KH Fadlolan mengakui, pendirian lembaga pendidikan itu tergolong super cepat. Tentu saja semu ini karena ngalap berkah tafaulan dari almaghfurlah KH Abdul Wahid Zuhdi (Gus Wahid) Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, almaghfurlah KH Hasyim Muzadi, almaghfurlah KH Maimoen Zubair Sarang Rembang, Drs KH Achmad mantan Wakil Gubernur dan Ketua PWNU Jateng, Dr KH Ahmad Darodji MSi, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah dan banyak kiai lainnya.

Dukuh Wonorejo, Kelurahan Pesantren yang semula hutan belantara kini menjadi ingar bingar seperti kota baru. Bangunan masjid megah, asrama santri megah berseni bangunan Prancis, lengkap dengan sarana pendukung lainnya menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang untuk berkunjung.

Bila waktu malam, sebelum dibangun pondok hanya muncul kegelapan, suara jangkerik dan hewan malam. Namun sekarang tak beda dengan siang, banyak orang berlalu lalang. Apalagi Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sudah menyulap jalan menuju pondok menjadi jalan mulus beraspal hotmix.

Atas sentuhan tangan Kiai Fadlolan, alumnus Universitas Al-Azhar Cairo itu, yang juga dua periode menjadi Kepala Pusat & mengasuh Ma’had al-Jam’iah Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Sehingga tidak butuh waktu untuk beradaptasi dengan manajemen kepemimpinan model pondok pesantren.

”Belajar di Ponpes Fadhlul Fadhlan santai saja. Tidak ada paksaan untuk pinter, karena untuk menjadi pintar perlu adaptasi. Ngaji sambil guyonan, lama-lama pasti bisa. Bahkan sistem pendidikan yang dibangun pun sangat berbeda dengan sekolah atau ponpes lainnya. Di sini siswa tidak dibebani tugas-tugas yang berat,” ujar KH Fadlolan.

Menurutnya, peletakan batu pertama atas restu dan doa KH Maimoen Zubair dan dihadiri oleh KH Hasyim Muzadi, Drs H Achmad juga Kiai Ahmad Darodji. ‘’Kiai Maimoen sampai dua kali hadir di sini khusus mendoakan agar pesantren ini segera terwujud. Bahkan dua kali didatangi Kiai Maimoen Zubair untuk berdoa di lokasi pondasi calon gedung dan saat dua lantai menuju lantai ketiga datang lagi berdoa di dalam gedung yang belum sempurna. ‘’Betapa besar perhatian beliau,’’ katanya.

* Dua Bahasa

Menurut KH Fadlolan, sejak dimulainya pembelajaran pada Agustus 2018 lalu, pesantren telah mengasuh 600 lebih santri putra-putri yang datang dari seluruh penjuru Nusantara. Bahkan banyak juga datang dari Kalimantan. Namun akibat pandemi, lanjutnya, santri yang aktif kini sekitar 400-an.  ‘’Mereka ada yang hanya menghafal (tahfidz) Alquran, ada yang nyambi kuliah dan ngaji kitab di pondok,’’ katanya.

Untuk memenuhi permintaan warga Kelurahan Pesantren terutama permintaan wali santri, di pondok itu juga telah berdiri lembaga pendidikan formal Raudlatul Atfal (RA) dan Madrasah Aliyah (MA) Al-Musyaffa, di dalam satu lokasi pesantren Fadhlul Fadhlan.

Sebagai langkah awal untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pesantren Fadhlul Fadhlan mengembangkan pola pendidikan Pondok Pesantren bilingual yang berbasis karakter salaf. Karakteristik salaf yang dibangun di dalam pesantren ditunjukkan melalui aspek ilmiah dan amaliah yang dikembangkan di pondok pesantren.

Aspek ilmiah diwujudkan dalam kajian kitab-kitab Turast karangan para ulama-ulama salaf sebagai pondasi utama yang wajib dimiliki setiap santri. Selain mengkaji kitab klasik, pembiasaan terhadap amaliah-amaliah ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah an-Nahdliyah dan kearifan lokal juga diterapkan sebagai upaya menumbuhkan karakter santri yang siap mengabdi di masyarakat.

”Menyadari pentingnya bekal penguasaan bahasa asing (Arab & Inggris) dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan modern, santri Pondok Pesantren Fadhlul Fadhlan juga diwajibkan untuk memiliki  kemampuan berbahasa Arab dan Inggris di samping bahasa ibu yang digunakan sehari-hari,” ujar KH Fadlolan.

Sementara itu, Zidan, salah seorang santri mengakui sangat senang belajar di Pesantren Fadhlul Fadhlan. Pada masa pandemi, setiap pagi usai jamaah subuh dan wiridan dua hizib, semua santri putra putri belajar out door sesuai dengan kelompok klaster kemampuan bahasa Arab yang juga beda dengan kelas bahasa Inggris.

”Para santri bebas menempati berbagai area yang nyaman, indah, nikmat, bersih tempat dan udaranya, sehingga kondusif untuk belajar di luar gedung,” ujar Zidan.

Zidan mengakui, sebagai bukti Pesantren Fadhlul Fadhlan adalah pesantren Bilingual berbasis karakter salaf dan skill dua bahasa Arab dan Inggris, maka untuk menjalin komunikasi semua aktivitas keseharian di pesantren ini menggunakan dua bahasa itu.

”Sedangkan berkarakter salaf dibuktikan dengan mengaji kitab kuning  oleh pengasuh pesantren, dan pelajaran di madrasah oleh guru asatidz dan asatidzat. Untuk akhlak santri mengikuti pola akhlakh ulama salaf sebagaimana diajarkan Imam Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’limul Muta’allim. Di sinilah Pesantren Fadhlul Fadhlan  Semarang sungguh beda dengan pesantren lain,” tambah Zidan.

Riyan/Sol