JEPARA (SUARABARU.ID) – Saat penulis mengunjungi Desa Karanganyar, nampak puluhan perempuan duduk lesehan di teras rumahya. Mereka tidak sedang ngrumpi seperti kebayakan wanita desa, namun tangannya cekatan bekerja dengan cepat. Mereka sedang memasang sejumah ornamen mainan yang menjadi ciri khas potensi desa tersebut.
Namun sesekali pemasagan ornamen mainan itu dihentikan. Sebab ia harus berpindah ke dapur untuk memasak guna meyiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya. Atau mencuci pakaian dan membersihkan rumah. “Walaupu bekerja sambilan, kami bisa mendapatkan upah antara Rp. 30 ribu – Rp. 50 rbu per hari,” ujar Siti Amela, 32 tahun salah satu perempuan yang ikut membuat mainan di Desa Karagannyar.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Sutarmi, 55 tahun. Sejak lama ia ikut membuat mainan. Karena lebh berpengalaman dan waktuya relatif lebih banyak ia mengaku bisa mendapatkan uang upah borongan sekitar Rp. 40 ribu lebih. “Tergantung waktu yang ada. Semakin banyak waktu, semakin banyak juga hasilnya.
Bekerja sebagai pembuat manan juga dilakukan oleh oleh Santi Yunita. Ia kebetulan mendapatkan borongan untuk memasang beberapa bagian mainan dorong. Ia kebagian pekerjaan memasang ban, memasang karet dan stik, memastikan posisi roda penggerak, memotong sisa as, hingga mengelem pengunci roda. Proses itu hanya memakan waktu beberapa menit. Pekerjaan itu dia lakukan sambil mengasuh anaknya yang baru berusia empat tahun.
Pemandangan seperti dirumah Sutarmi, Siti Amelia dan Santia Yunita hampir dapat disaksikan disemua keluarga di desa Karanganyar. Meski hanya dikerjakan sambilan di sela pekerjaan sebagai Iburumah tangga, kerajinan ini mampu menggerakkan ekonomi desa.
Pengerjaan mainan anak- anak ini biasanya dihitung borongan per 1000 item. Ibu-ibu rumah tangga di desa ini rata-rata mendapat upah puluhan ribu, tergantung kecepatan, waktu dan jenis pekerjaannya.
Sementara untuk penghasilan Bapak-Bapak, rata-rata nilai borongannya setelah menyelesaikan pekerjaan di atas Rp100 ribu per hari,” kata Ketua Kelompok Perajin Kitiran Mekar Jaya, Sumarno. Ia mengaku sempat terpukul karena pandei tahun lalu. Namun kini sejak awal tahun 2021 telah kembali merangkak bangkit.
Menurut Sumarno, jumlah penghasilan di masing-masing keluarga bervariasi. Namun uang yang berputar dari seluruh mata rantai produksi kerajinan mainan anak sangat mempengaruhi perekonomian desanya. “Apalagi, lebih dari 80 persen keluarga di desa ini terlibat di sektor usaha kerajinan ini,” ujarnya
“Kalau berkunjung ke desa kami seperti ini, kan, bisa melihat langsung. Setiap 10 rumah, setidaknya ada 8 rumah yang terlibat dalam pekerjaan produksi mainan anak-anak,” kata Sumarno yang menyebut angka 550-an saat ditanya jumlah keluarga di desanya.
Hitungan itu belum termasuk warga yang berada di lini penjualan, baik di toko mainan, pedagang keliling, pengusaha, hingga pedagang online yang mengirim pesanan ke berbagai daerah.
“Di sini banyak juga keluarga yang suami—istri sama-sama bekerja. Istri kerja borongan di rumah, suami berjualan produk ke luar kota. Ada yang pulang setiap hari, ada yang beberpa hari baru pulang. Kalau menjual langsung seperti ini malah pendapatannya bisa ratusan ribu dan tidak terikat dengan orang lain. Lebih dari 20 orang yang memilih bekerja dengan pola ini,” kata Sumarno.
Penjualan online
Menurut Sumarno, produk yang dihasilkan dari desa ini memiliki pangsa pasar luas. Selain berbagai daerah di Indonesia, Malaysia telah menjadi pasar tetap kerajinan ini. “Sekitar 5 persen produk kami diekspor ke Malaysia. Selebihnya berbagai daerah di dalam negeri, mulai Sumatera, Riau, Kalimantan, hingga wilayah Indonesia Timur.
Jadi kalau di daerah lain bertemu mainan seperti ini, bisa diyakini itu produk warga Karanganyar,” kata Ketua Kelompok Perajin Kitiran Mekar Jaya yang juga Ketua Kelompok Usaha Bersama (Kube) Mekar Jaya IV Desa Karanganyar, Sumarno.
Sumarno menyebut, pemasaran menjadi salah satu komponen utama berjalannya sebuah usaha. Selain pola tradisional berupa pemasaran langsung, produk mainan anak-anak yang dihasilkan warga Karanganyar juga dikirim ke berbagai daerah di Indenesia.
“Belakangan ini ada belasan warga kami yang punya banyak pelanggan baru setelah membuka pemasaran secara online. Meski permintaan belum sebanyak pelanggan lama, tapi tetap mengangkat penjualan,” kata Sumarno.
Warga Karanganyar tak kesulitan memenuhi permintaan pasar karena semua komponen yang dibutuhkan dalam mata rantai usaha, ada di desa itu. Selain pemasaran, komponen vital lainnya adalah penyedia bahan baku, pengusaha, dan tentu saja pekerja.
Jadi pengusaha sini cukup membeli bahan itu di toko-toko penyedia bahan baku. Tak perlu ke luar desa. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bersumber limbah, seperti tutup air mineral serta kaleng bekas kemasan susu atau sarden (untuk suara trotokan), sudah ada pengusaha barang rongsokan yang memasok. Warga Karanganyar tak perlu ngrosok,” katanya.
Pembinaan dan bantuan berbagai satuan kerja Pemerintah Kabupaten Jepara bahkan pemerintah provinsi, kementerian, dan perguruan tinggi, juga diakui sangat membantu warga Karanganyar.
Berkembang sejak tahun 1975, beberapa kali desa ini mendapat berbagai bentuk bantuan untuk hingga menjadi sentra produksi mainan anak-anak. Bantuan itu mulai dari fasilitas pelatihan, kemudahan produksi, penentuan standar kualitas barang, pemasaran, gerbang identitas sentra, hingga peralatan produksi.
“Kami sudah 4 kali ke Jakarta berkat fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk mewakili Jawa Tengah dalam lomba Kube berprestasi tingkat nasional. Kami sebagai wakil Jawa Tengah menempati peringkat ketujuh se-Indonesia,” ceritanya.
Hadepe – Indra S