blank
Prof Dr Ir Imam Wahyudi, DEA, Kepala Pasca Sarjana Falkutas Teknik (FT) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang saat menyampaikan pandangannya terkait bencana rob (air laut pasang) kepada awak media di lobby Gedung Pasca Sarjana Falkutas Teknik (FT) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Senin (9/8/2021). Foto : Absa
blank
Munawir, SHI, SH, Kepala Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Foto : Absa

SEMARANG (SUARABARU.ID) Warga Sayung, Kabupaten Demak mengharapkan pembangunan tanggul rob (air pasang laut), yang sudah direncanakan akan dibangun agar segera direalisasikan.

Sebab jika menunggu hingga tahun 2024, sesuai yang disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang disampaikan melalui rapat daring pada bulan Juli 2021 lalu, akan sangat membebani masyarakat di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak yang terdiri dari 11 Desa, terutama Desa Sri Wulan yang sangat terdampak banjir rob.

“Karena secara sosial dan ekonomi, warga masyarakat yang terdampak akan sangat terhambat aktifitasnya. Dan seakan termiskinkan dengan kondisi seperti ini,” ungkap Munawir, SHI, SH, Kepala Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak kepada awak media, di Kaligawe, Semarang, Senin (9/8/2021).

Kondisi tersebut, lanjutnya, akan semakin memburuk dan mengakibatkan akitivitas warga terhambat total saat datang hujan. Genangan air akan semakin tinggi, menyebabkan aktivitas warga terganggu dan bahkan terhenti total. Karena nyaris keseluruhan, rumah penduduk tergenang banjir pasang laut.

“Jika hujan turun, banjir semakin memburuk. Tidak hanya akibat rob, namun limpahan air dari Sungai Babon dan Sungai Sayung akibat hujan, membuat rumah warga tergenang dan memaksa mereka harus mengungsi di tempat yang lebih tinggi dan nyaman. Bahkan akan membuat warga pindah rumah dari tempat kelahirannya,“ tandas Munawir.

Selain itu, imbuhnya, bencana air pasang atau rob yang melanda di beberapa wilayah di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, tidak hanya menggenangi jalan raya dan pemukiman penduduk, namun lahan persawahan menjadi rusak parah.

“Yang paing parah terdampak banjir rob di Kecamatan Sayung adalah Desa Sriwulan dengan jumlah penduduk, kurang lebih sekitar 10.000 jiwa,” tandas Munawir.

Ditambahkan pula, sebenarnya sebelumnya telah dilakukan sosialisasi oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan PSDA Jateng, tentang rencana pemerintah yang akan membangun tanggul rob untuk mengatasi permasahalan banjir rob di wilayah Sayung dan sekitarnya, namun sangat disayangkan, rencana itu dibatalkan dan menunggu hingga pembangunan jalan tol Semarang – Demak selesai. Sebab jalan tol tersebut, nantinya akan dijadikan sebagai tanggul laut dan rencananya akan selesai pada tahun 2024 mendatang.

“Lalu, selama menunggu hingga tahun 2024 mendatang, apa yang diberikan pemerintah untuk menanggulangi atau mengatasi dampak banjir rob yang dialami warga?. Sebab jika dilimpahkan ke pemerintah Desa jelas itu tidak mungkin. Karena anggaran Desa yang terbatas,” ungkap Munawir mempertanyakan.

Genangan air rob yang tidak kunjung usai, itu tambahnya, membuat warga hanya bisa pasrah dan bertahan sesuai kemampuan yang terbatas dalam menjalani aktivitas apa adanya, meski harus melintasi genangan air dan hanya berharap pemerintah bisa cepat menangani permasalahan itu, sebelum pembangunan tol Semarang-Demak selesai.

“Jika pembangunan jalan tol mengalami kemunduruan, nasib warga Sayung akab semakin memprihatin lagi, tidak hanya karena genangan air rob, namun lahan rumah warga juga mengalami keamblesan (tanah turun),” ujarnya pasrah.

Sementara itu, Pengamat Permasalahan Banjir, Prof Dr Ir Imam Wahyudi, DEA yang juga sebagai Kepala Pasca Sarjana Falkutas Teknik (FT) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang mengatakan, kondisi rob Sayung memang cukup parah. Hal itu terjadi karena adanya penurunan permukaan tanah.

“Sayung memang menjadi perhatian banyak pihak dan mengharapkan pemerintah bisa segera memberikan tindakan darurat, sebelumnya pembangunan tol laut rampung agar masyarakat di wilayah itu bisa tinggal dan bekerja serta hidup nyaman, “ ujarnya,

Wilayah Sayung tidak hanya dihadapkan dengan permasalahan banjir rob maupun banjir akibat tingginya curah hujan, lanjut Prof Imam, namun juga mengalami adanya penurunan permukaan tanah, hingga warga di daerah itu secara rutin melakukan meninggikan dasar rumah hunian, agar terhindar dari banjir rob yang terus meluas setiap tahun dan menghantui masyarakat.

“Selain penurunan permukaan tanah dengan kedalaman subsidensi bervariasi per tahun, juga memicu perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang semakin memprihatinkan, “ tandas Prof Imam.

Absa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini