blank
Dr Hayu Adi Darmarastri bersama  Kaprodi  Ilmu Sejarah FIB UNS Dr Susanto M.Hum, menjadi narasumber dalam  diskusi “Budaya Kerja Bagi Anak dalam Masyarakat Petani Tembakau Klaten di masa Kolonial”. Foto: Bagus Adji

SURAKARTA(SUARABARU.ID) – Pekerja anak di sektor pertanian, sudah ada sejak dulu kala hingga kini. Sisi budaya kerja bagi anak  dalam masyarakat petani tembakau, menarik perhatian peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melakukan penelitian.

“Kami melakukan penelitian mengenai asal munculnya budaya kerja anak dalam masyarakat petani  tembakau di Klaten. Hanya saja kurun waktu penelitian berada dilingkup masa kolonial  sehubungan ketika itu wilayah Klaten merupakan daerah perkebunan tembakau,” kata  Dr Hayu Adi Darmarastri dalam diskusi  bersama “Budaya Kerja Bagi Anak Dalam Masyarakat  Petani Tembakau  Klaten di Masa Kolonial” yang berlangsung di Perpustakaan Reksopustoko Mangkunegaran Surakarta, Selasa (22/6).

Keberadaan pekerja anak, lanjut  Dr Hayu Adi Darmarastri didampingi Kaprodi  Ilmu Sejarah FIB UNS Dr Susanto MHum, pada awalnya banyak yang tidak mengakui. Kenyataannya hal itu ada dan dapat dijumpai di bidang pertanian khususnya perkebunan tembakau.

“Bahkan dari tahun ke tahun  masih terus terjadi. Tentang mengapa anak yang menjadi sasaran penelitian, karena yang bersangkutan juga memiliki andil dalam kehidupan sebagaimana orang dewasa,” kata dia.

Mengapa anak ini bekerja, paling tidak ada budaya masyarakat dalam keluarga yang mempengaruhi. Kadang orang menganggangap anak bekerja itu karena kebiasaan. Salah satu alasan anak bekerja yaitu berkaitan masalah ekonomi. Selain juga pengaruh dari tingkat pendidikan orang tuanya.

Kalau kondisi ekonomi orang tuanya baik, tidak mungkin mereka dipekerjakan di perkebunan tembakau. Karena, daun tembakau mengandung zat  berbahaya bagi anak diantarnya mengganggu pernafasan. “Penelitian yang dilakukan sekaligus untuk laporan kepada pemerintah bahwasanya ada keinginan yang menjadi lartar belakang anak dipekerjakan. Semoga hasil penelitian bisa membantu pemerintah mencari solusi dalam upaya menghilangkan pekerja anak,” terangnya.

Bagus Adji