blank

Oleh : Hadi Priyanto

Saya memilih diksi kata  bom virus, untuk menggambarkan dan memberikan makna kedahsyatan Coranavirus yang baru saja ditemukan di Wuhan Desember 2019. Dengan cepat virus itu merambah keseluruh  penjuru dunia termasuk Indonesia pada bulan Maret 2020 dan Jepara April 2020.

Di Jepara, korban pertama keganasan virus ini adalah seorang pengusaha asal  Kelet yang meninggal saat dirawat di Rumah Sakit Columbia Asia Semarang tanggal 2 April 2020.  Kini hanya dalam waktu empat belas  bulan, Satgas Covid-19 Jepara tanggal 19 Juni 2021  mencatat  609 orang meninggal dunia dari 11.914 orang yang terkonfirmasi Covid-19.

Saya sengaja memilih diksi itu, agar para pemangku kebijakan disemua jenjang pemerintahan  mengerti dan paham bahwa yang dihadapi bukanlah sekedar mercon atau bom panci, bom koper dan bom buku yang sering digunakan oleh para teroris.  Sama-sama bisa meledak namun dampaknya hanyalah pada seputar pusat ledakan.

Sementara bom virus, walaupun tidak memekakkan telinga,  namun dampaknya menyebar kesegala penjuru. Sebab inang atau media  penyebar virus ini adalah manusia yang telah terinfeksi yang kemudian menularkan kepada keluarga, saudara, teman dan bahkan warga masyarakat lain.

Sebab mobilitas masyarakat kita sangat tinggi. Juga nilai kekerabatan yang sangat kuat. Karena itu untuk dan atas nama silaturahmi kita sering kali mengbaikan semua  himbauan dan bahkan protokol kesehatan yang berlaku internasional.

Padahal virus ini waktu inkubasinya juga sangat cepat, tidak lebih dari 10 hari. Virus itu telah menyebar secara berantai dan menerjang siapa saja yang lalai dan lemah  imunitas tubuhnya.

Saya juga sengaja memilih diksi bom virus ini untuk mengingatkan kembali kepada para pemangku kepentingan agar dengan cermat membaca angka-angka  atau grafik epidemiologis yang berlaku secara internasional dan juga nasional. Tujuannya agar kebijakan yang diambil  tepat untuk mengendalikan virus ini.

Bukan malah bermain-main dengan data dan angka epidimiologis hanya untuk sebuah citra guna  kepentingan politik. Sebab yang kita hadapi sekarang adalah wabah yang memiliki pola peyebaran yang sangat cepat hingga  badan kesehatan dunia menetapkan menjadi pandemi global.

Karena itu lavel-lavel pencegahannya juga harus menggunakan cara mengendalikan wabah yang berlaku internasional mulai health spesific protetection promotion ( promosi 5 M ), early diagnosis  and prompt treatment (testing, trecing dan treatment) disability limitation (mengurangi akibat sakit ) dan rehabilitation (rehablitasi agar pulih ).   Bukan serimonial dan terkesan untuk untuk  membangun citra.

Desain anggaran juga harus diarahkan  pada level level-level  pencegahan yang dilihat berdasarkan data atau grafik epidemiologi. Bukan hanya semata dapat di  SPJ kan.

Menunggu meledak

Jika saat ini warga Jepara dan para pemangku kepentingan dikejutkan dengan angka – angka penyebaran Covid-19 termasuk angka kematian, rumah sakit yang overload, banyaknya nakes yang tumbang, sistem kesehatan  dan pelayanan masyarakat yang terancam sebenarnya sudah sering kali disampaikan dan dingatkan oleh para ahli dan juga dokter.

Bahkan peta jalan telah disusun dan disampaikan kepada para pengambil kebijakan dan  pemangku kepentingan. Namun  tetap saja diabaikan. Sebab ada data-data yang tidak menggambarkan kegentingan Jepara. Orang sering kali menyebutnya by desain.

Padahal jika kita cermat membaca angka – angka epidemiologi dan bahkan cermat membaca indikator dan parameter zona risiko, semua telah tergambar jelas. Bahwa kondisi yang dialami Jepara saat ini sebenarnya dapat dan  bisa dianalisis dengan mudah.

Jika virus itu saya ibaratkan bom yang ditanam didasar gunung es, angka kegentingan  yang nampak sekarang ini hanya nampak di puncak gunung. Sementara di dasar gunung jumlahnya berkali-kali lebih banyak dan tersembuyi.

Karena itu jika bom itu tidak segera dijinakkan, maka dapat dipastikan jika meledak dampak yang ditimbulkan  akan lebih “nggegirisi” . Esuk loro sore mati, sore loro esuk mati karena lumpuhnya sistem pelayanan kesehatan yang ada di daerah.

Angka mencemaskan

Kini semua telah terjadi. Angka penambahan warga yang terkonfirmasi Covid-19 berdasarkan pemeriksaan px PCR pada  bulan Juni dari tanggal 1-19 Juni 2021 jumlahnya mencapai 3.748 orang. Jumlah ini adalah 31,45 %  persen dari total warga yang terpapar sejak April 2020 yang totalnya mencapai 11.914 orang.

Yang mencemaskan angka reproduction number Jepara juga jelek dan positif rate Jepara teramat tinggi jika dibandingkan dengan standar WHO. Rata-rata selama bulan Juni ini positif rate Jepara diatas 40 %. Data ini mencerminkan ketidak mampuan daerah dalam mengendalikan virus ini.

Padahal jumlah senyatanya lebih besar berkali lipat jika semua yang bergejala dilakukan test swab. Atau jika target test 1 per 1000 penduduk per minggu dilakukan konsisten atau pelacakan kontak erat dilakukan hingga ring ketiga dengan jumlah per pasien 15 – 20 orang.

Sementaara semua fasilitas kesehatan nyaris kolaps. Tidak lagi mampu menangani pasien dengan gejala Covid-19. Bahkan pasien dengan gejala berat sekalipun  banyak yang tidak tertangani. Ada yang kemudian dijemput takdirnya dalam perjalanan mencari ruang isolasi. Atau  di rumah setelah tidak mendapatkan ruang isolasi.

Beruntung jika kemudian dapat dirawat di rumah sakit  luar kota. Data yang diumumkan oleh Satgas Covid-19 pada tanggal 19 Juni 2021 sebenarnya dapat dibaca sebagai ketidak siapan fasilitas kesehatan di Jepara dalam melayani kebutuhan dasar warganya.

Akibatnya dari 311 orang yang mendapatkan kesempatan dirawat di rumah sakit, 148 orang atau 47,58 %  berada di rumah sakit luar daerah. Ironisnya karena telah datang dalam kondisi kritis ada yang yang kemudian meninggal.

Tips Jinakkan Bom Virus

Ada beberapa langkah yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemangku kepentingan untuk mengurai benang kusut Covid-19 di Jepara;

Pertama, merubah pola pikir para pemangku kebijakan dan kepentingan  bahwa yang dihadapi adalah virus yang memiliki cara penyebaran yang cepat, termasuk kemungkinan masuknya varian baru ke Jepara. Karena itu diperlukan tindakan extra ordinary atau luar biasa.

Kedua; segera petakan persoalan dengan melibatkan para ahli, dokter spesialis, dokter, para pimpinan puskesmas yang memahami bagaimana penyebaran dan cara virus berkembang. Juga melibatkan tim ahli Satgas Covid-19 Jawa Tengah  dan  para pakar dari  universitas untuk bedah kasus. Tujuannya untuk menyusun peta jalan yang implementatif sebagai pegangan semua fihak.

Ketiga, karena sudah terjadi ledakan dan korban telah demikian banyak  mau tidak  mau treatment  harus diutamakan untuk menyelamatkan jiwa. Karena itu perlu membuat rumah sakit lapangan khusus Covid-19 dilengkapi sarana pendukung terutama SDM.  Atau dibalik,  yang  rumah sakit lapangan dibangun  khusus untuk pasien non Covid-19

Keempat; lakukan kejar tracing per pasien positif  minimal keluarga inti, tetangga, saudara dan teman kerja agar bisa dilokalisir siapa saja yang bisa berisiko sebagai penular. Juga testing digencarkan dengan target 1 per 1000 penduduk per minggu.  Tentu  dengan menyediakan sarana isman dan orang yang bertanggung jawab sebagai pengawal isman agar  berjalan sesuai yang diharapkan.Juga diperlukan  percepat vaksinasi.

Kelima; lakukan  eksekutor untuk 5M  yang kuat dan jangan hanya sebatas himbauan diatas kertas dengan cap basah uyel-uyelan tanpa arti. Surat himbauan tanpa eksekutor justru akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Eksekutor itu harus mendatkan penugasan langsung dari  top level agar bisa berjalan.

Keenam, informasi tentang kondisi Covid-19  di Jepara harus lebih dibuka. Jangan justru disembunyikan dan sulit diakses. Umumkan ditempat-tempat strategis  tentang kondisi Covid-19 mulai, jumlah penderita di Jepara, jumlah positif, jumlah yang meninggal, jumlah sembuh. Dengan demikian masyarakat akan selalu melihat  dan akhirnya akan berhati-hati.

Keenam;  lakukan pembatasan aktifitas atau jam malam secara konsisten serta adil serta disoslialisasikan  sebelumnya. Jangan hanya sebatas surat yang  tidak berdampak apa-apa.

Ketujuh;  pembuatan pagar tralis di tempat-tempat monumental yang bisa jadi tempat berkerumun, alun2, taman kerang, patung 3 pejuang wanita Jepara. Tujuan nya warga tidak memiliki akses berkerumun.

Kedelapan, optimalkan gerakan 5 M dengan melibatkan instansi terkait seperti  TNI,  POLRI,  LSM, kalangan pengusaha, tokoh agama, kyai, ustadz, imam, ulama, pendeta, pastor biksu, ormas keagamaan,  media,  relawan, ASN, wartawan, seniman, artis, pegiat medsos,  sebagai  aktor penggerak sektor hulu  seperti 5 M dan vaksinasi.

Kesembilan, pastikan ketersediaan obat, oksigen, APD, anggaran dan pendendelegasian  kewenangan   ke Puskesmas dilakukan dengan  SOP khusus  sebagai dasar.

Kesepuluh; jangan bermain-main dengan data-data epidemiologi hanya untuk sebuah citra atau bermain dengan data agar dianggap bisa bekerja.

Kesebelas; Jika memang angka-angka risiko tidak dapat dikendalikan, segera meminta bantuan atau menyerahkan urusan percepatan  penanganan Covid-19 pada pemerintah provinsi atau pusat demi dan untuk menyelamatkan warga.

Dua belas; lindungi keselamatan tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19. Jangan kemudian diexpoitasi  atas nama profesionalisme dan pengabdian.  Sebab jika kemudian mereka tumbang,  yang dirugikan justru masyarakat.

Tiga belas, semua fasilitas publik termasuk kantor pemerintah harus dipastikan melaksanakan dengan ketat 5 M. Tentu harus ada yang bertugas untuk menjaga. Pembatasan kegiatan masyarakat juga harus adil dan dipastikan tak berhenti diselembar kertas.

Jika tidak dilakukan perbaikan penanganan Covid-19 tentu akan terjadi seleksi alam. Virus yang berkembang dengan cepat dan semakin ganas ini bisa saja kemudian meledak seperti bom yang semakin sulit dikendalikan Kalau sudah demikian kita semua akan menyesali walaupun pepatah lama mengatakan,  sesal kemudian tiada arti.

Penulis adalah Penulis  dan Wartawan SUARABARU.ID di Jepara