Oleh : Ir Joko Suparno MPL
HARI Lingkungan Hidup se Dunia atau World Environment Day (WED) diperingati setiap tanggal 5 Juni, dengan tujuan agar tercipta kesadaran global untuk bersama-sama melakukan tindakan nyata demi melindungi kelestarian alam dan bumi.
Tema yang diangkat untuk WED tahun 2021 adalah “Ecosystem Restoration” sebagai momentum untuk memulihkan kembali ekosistem. Sejak ditetapkan tahun 1972 dan diperingati setiap tahun, Hari Lingkungan Hidup telah menginspirasi berbagai pihak dalam menjaga kualitas lingkungan hidup.
Dengan meresapi makna peringatan Hari Lingkungan Hidup, maka akan tercipta pola pikir untuk ‘memadukan ekonomi dan lingkungan’ dalam setiap langkah pembangunan. Aspek lingkungan hidup tidak boleh menjadi ‘subordinate’ dari aspek ekonomi dalam pembangunan. Munculah konsep dan pendekatan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang apabila memanfaatkan potensi sumber daya alam, maka generasi yang akan datang masih dapat menikmati potensi sumber daya alam tersebut. Menjaga keberlangsungan lingkungan hidup adalah menjadi kewajiban generasi saat ini agar keanekaragaman hayati yang kita nikmati saat ini tetap bisa dinikmati generasi setelahnya.
Adalah Rachel Carson, seorang konservasionis yang mengamati bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan ternyata berdampak pada terganggunya kehidupan satwa tanah, hewan air dan burung-burung diudara.
Hasil kerjanya kemudian dituangkan dalam buku berjudul Silent Spring, diterbitkan tahun 1962 dan berbuah pada terciptanya kesadaran global tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sunyinya musim semi karena tiada lagi nyanyian burung, itulah gambaran puitis yang diekspresikan Carson.
Dalam tataran global, kesadaran untuk menjaga keberlanjutan dalam pembangunan sudah dirintis sejak tahun 1972, yaitu pada forum United Nation Conference on the Human Environment yang digelar di Stockholm, Swedia. Isu degradasi lingkungan menjadi topik utama dalam konferensi tersebut, yang kemudian ditindak lanjuti dengan berbagai langkah nyata di antaranya pembentukan lembaga pemerintah dan non pemerintah yang bertujuan melestarikan lingkungan hidup.
Deklarasi Rio de Janiero, Brazil
Kesepakatan-kesepakatan global pada upaya mengatasi isu lingkungan hidup telah ditempuh pada tahun-tahun setelah konferensi Stockholm. Salah satu yang menonjol adalah diselenggarakan World Summit on Sustainable Development (WSSD) tahun 1992 di Rio de Janiero, Brazil. Pada konferensi yang juga dikenal dengan sebutan Earth Summit tersebut dan diikuti oleh 109 kepala negara dan kepala pemerintahan telah menghasilkan Deklarasi Rio mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan; Agenda 21; serta Prinsip-prinsip Kehutanan. Agenda 21 terdiri atas 40 pasal dan 4 seksi.
Yaitu seksi 1 tentang dimensi sosial dan ekonomi; seksi 2 tentang konservasi dan manajemen sumber daya dan pembangunan; seksi 3 berisi penguatan kelompok masyarakat; dan seksi 4 tentang implementasi program.
Pada tahun 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan WSSD kembali digelar dengan agenda utama untuk membahas dan menyepakati implementasi rencana dari integrasi aspek ekonomi, lingkungan dan sosial yang dilandasi pada penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Kesamaan visi yang dikemas sebagai kesepakatan dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam pertemuan puncak, yang juga dikenal dengan Konferensi Rio+10 tersebut, adalah merubah pola pokir konvensional dalam pembangunan menjadi pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Emil Salim 2010). Lahirlah Deklarasi Johnnesburg yang menghasilkan Program Aksi Pelaksanaan Agenda 21; Deklarasi Politik untuk Pembangunan Berkelanjutan; serta Komitmen kemitraan untuk melaksanaan Pembangunan Berkelanjutan.
Dua tahun sebelum Rio+10, tepatnya pada bulan September 2000 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York, 189 negara dan 23 organisasi internasional menyepakati Deklarasi Milenium yang kemudian dikenal dengan Millennium Development Goals (MDG’s).
Didasari pada kemauan berasama untuk mengembangkan perdamaian, membangun persaudaraan, bersama-sama menyongsong masa depan, dan menguatkan kolaborasi antarnegara para pemimpin yang hadir sepakat untuk menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan di abad 21. Visi kolektif yang kemudian dituangkan dalam 8 tujuan milenium mempunyai tenggat waktu sampai tahun 2015 untuk bersama-sama mencapainya.
Dalam perkembangannya MDG’s dilanjutkan dan diperluas tujuan-tujuannya kedalam kesepakatan global yang dikenal dengan Sustainable Development Goals atau SDG’s, yang dalam versi Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Pembangunan Berkelanjutan
Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan kembali digelar tahun 2012 di Rio De Janiero, Brazil menghasilkan kesepakatan untuk mencapai hasrat bersama yang dituangkan dalam dokumen “The Future We Want”, atau masa depan global yang diinginkan. Komitmen politik juga telah ditorehkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Konferensi yang juga dikenal dengan Rio+20, menghasilkan kemufakatan rumusan 17 tujuan pembangunan berkelanjutan.
Melanjutkan Konferensi Rio+20, pada bulan September 2015 di Markas Besar PBB New York dilangsungkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan. Pertemuan tersebut merupakan capaian tertinggi dari serangkaian riset dan negosiasi untuk menyepakati butir-butir tujuan pasca agenda MDG’s sebagai visi bersama untuk mencapai keberlanjutan pembangunan bagi semua.
Kepala negara dan negara-negara yang hadir dalam KTT, dengan suara bulat mengakomodir serangkaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan untuk mencapai 3 (tiga) aspek kunci, yaitu menghapus segala bentuk kemiskinan; memerangi ketidaksamaan dan ketidakadilan (inequality and injustice); serta mengatasi perubahan iklim.
Sejalan dengan isu konservasi lingkungan, dunia juga mulai sadar bahwa perubahan iklim sudah terjadi. Sesuai hasil kajian dari The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), terjadinya peningkatan rata-rata suhu bumi disebabkan oleh aktivitas manusia yang memproduksi gas rumah kaca.
Lahirlah Paris Agreement on Climate Change di tahun 2015 yang menyepakati perubahan iklim global harus ditekan maksimal 2o celcius dan diupayakan pada 1,5o celcius, dihitung dari kondisi iklim global sebelum revolusi industri.
Sejumlah public figure sangat peduli terhadap isu perubahan iklim. Salah satunya adalah Bill Gates, yang menulis buku How To Avoid A Climate Disaster, The Solutions We Have and The Breakthroughs We Need yang diterbitkan tahun 2021, dan dipaparkan bahwa setiap tahun terjadi penambahan 51 miliar ton gas rumah kaca ke atmosfir.
Menurut satu sumber, Indonesia menyumbang 2,4 miliar ton gas rumah kaca, atau 4,8% di 2015. Bill Gates mengajukan solusi dan terobosan baru untuk menurunkan secara drastis tonase gas rumah kaca.
Leonardo DiCaprio, aktor Hollywood peraih Oscar tahun 2016, juga sangat peduli terhadap isu perubahan iklim global.
Film Dokumenter berjudul Before The Flood, produksi National Geographic, menggambarkan perjalanan selama 3 tahun dari sang aktor ke berbagai sudut dunia untuk mendokumentasikan dampak menghacurkan dari perubahan iklim juga untuk menggali kemampuan manusia agar terhidar dari bencana yang akan dihadapi.
Salah satu negara yang dikunjungi adalah Indonesia, khususnya Pulau Sumatra. DiCaprio sangat prihatin dengan kondisi rain forest di Sumatra yang sudah banyak berkurang karena dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal ini tentunya berdampak pada menurunnya kualitas ekosistem di pulau tersebut.
Isu perubahan iklim diakomodir dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yaitu tujuan ke 13. Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Tentunya upaya pemerintah patut didukung oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan urusan pemerintahannya untuk memberikan kontribusi bagi penurunan emisi gas rumah kaca. Pengembangan sumber enerji alternatif telah dikaji dan diterapkan. Salah satunya adalah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo Surabaya yang mengolah 1.000 ton sampah perhari dan mampu menghasilkan 12 megawatt listrik.
Prof. Eniya Listiani Dewi, seorang peneliti dari BPPT juga mencurahkan segala kemampuan dan kreativitasnya untuk mengembangkan energi alternatif. Wanita kelahiran Magelang peraih Penghargaan Habibie Award tersebut berkeyakinan, melalui penggunaan hidrogen sebagai enerji alternatif suatu saat pasti terwujud kota-kota di Indonesia yang bebas polusi.
Pembangunan berkelanjutan kini sudah menjadi isu nasional, regional dan lokal. Indonesia tidak hanya ikut meratifikasi SDG’s atau TPB, tetapi juga menjadi salah satu inisiatornya (Rubrik Prime, Kompas edisi 30 Nopember 2020). Sebagai salah satu negara inisiator maka kesungguhan komitmen pemerintah ditunjukkan dengan menerbitkan regulasi yang mengintegrasikan tujuan pembangunan berkelanjutan kedalam dokumen rencana pembangunan daerah, sehingga menjadi kewajiban bagi daerah untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Pengarusutamaan TPB diperluas dan direncanakan akan merambah ke sektor swasta. Dengan mencapai TPB maka akan terwujud pembangunan manusia seutuhnya, dan mencapai keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Menurut Jatna Supriatna dalam buku Membangun Lingkungan Berkelanjutan dari 17 butir TPB dapat diklasifikasi tujuan ke 1 sampai 10 berkaitan dengan pembangunan manusia seutuhnya (people); tujuan ke 11 sampai 15 berkaitan dengan menjaga kelestarian alam (ecology); sedangkan tujuan ke 16 dan 17 berkaitan dengan spiritualitas. Konsep tersebut dikenal dengan Happiness SDG’s Pyramid.
Arah Pembangunan Kota Magelang
Arah pembangunan Kota Magelang tahun 2021-2026 berada dalam koridor yang dibangun dari makna visi dan misi Kota Magelang. Dengan mencapai butir-butir tujuan dan sasaran TPB akan memberi sokongan pula dalam meraih capaian dari tujuan dan sasaran misi, yang pada akhirnya akan terwujud visi dan misi Kota Magelang.
Dengan mencapai butir-butir tujuan dan sasaran TPB akan memberi sokongan pula dalam meraih capaian dari tujuan dan sasaran misi, yang pada akhirnya akan terwujud visi yang diinginkan. Selain itu tingginya capaian TPB juga menjadi bukti pelaksanaan kepemerintahan yang baik atau good gocernance.
Manusia dan lingkungan adalah satu kesatuan. Kelangsungan hidup manusia ditopang oleh aktivitas ekonomi. Eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali untuk mengejar kebutuhan ekonomi pada akhirnya akan menimbulkan bencana. Sejak terdeteksinya Penyakit Minamata di Jepang pada pertengahan tahun 1950-an, butuh waktu lebih dari 6 dasawarsa untuk mencapai kesepakatan global akan keberlanjutan pembangunan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, sehingga dunia sepakat agar kelestarian lingkungan menjadi arus utama dan sejajar dengan pengembangan ekonomi.
Dengan ditetapkannya Hari Lingkungan Hidup se Dunia adalah sebuah momentum agar umat manusia selalu ingat untuk menjaga lingkungan hidupnya.
Untuk ikut serta memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, maka sejumlah kegiatan konkrit bisa digelar di Kota Magelang, yang tujuannya untuk mengurangi kerusakan lingkungan serta menjaga agar iklim tidak berubah, yang pada akhirnya untuk mewujudkan pembangunan manusia seutuhnya. Komitmen untuk merealisasikan butir-butir tujuan dan sasaran TPB adalah sebuah keharusan.
Memperingati Hari Lingkungan Hidup sebaiknya tidak hanya sebatas pemasangan baliho dan spanduk ucapan selamat. Kepedulian untuk menjaga agar lingkungan tidak mengalami degradasi, tidak hanya sebatas kebanggaan meraih Adipura. Menjalankan urusan lingkungan hidup yang menjadi salah satu kewenangan daerah, tidak hanya pengelolaan sampah, menjaga kebersihan dan meningkatkan keindahan kota saja. Diperlukan koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pengampu urusan untuk bersama-sama meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Masih tersedia menu-menu lain yang bisa mendongkrak predikat Kota Magelang sebagai kota yang lebih maju.
Perlu disadari bahwa jumlah luasan semua kota dibumi ini hanya kurang dari 1% area daratan dunia, namun di kawasan perkotaan tinggal lebih dari 50% populasi dunia. Ekosistem kota akan mengalami penurunan akibat polusi, limbah rumah tangga, dan kegiatan perkotaan lain.
Kota Magelang diuntungkan dengan adanya Gunung Tidar dan Taman Kyai Langgeng. Gunung Tidar yang statusnya sudah menjadi Kebun Raya adalah peluang untuk memperkaya keanekaragaman hayati, yang bisa menjadi potensi daya tarik kota. Taman Kyai Langgeng (TKL) sudah saatnya untuk dipikirkan kembali agar menjadi wadah bagi tanaman langka dari seluruh provinsi di Indonesia. Pembangunan berbagai wahana hiburan di TKL selayaknya diiringi dengan upaya penambahan pohon-pohon khas dari berbagai daerah.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya.
Kewajiban untuk menyediakan 20% RTH publik layaknya menjadi prioritas untuk dicukupi. Disisi lain, keberadaan RTH yang sekarang perlu tetap dijaga, dan tidak dialihkan untuk mewadahi kegiatan lain. Kualitas RTH ditingkatkan dengan menanam jenis-jenis vegetasi tertentu yang mampu membangun ekosistem. Selain itu, dengan kawalan kebijakan untuk mempertahankan luasan RTH akan memberi ruang bagi air hujan agar bisa meresap kedalam tanah.
Penerapan konsep green building sudah saatnya dikembangkan di Kota Magelang. Bangunan yang secara kesatuan mampu lebih efisien dalam penggunaan enerji dan air, serta bangunan yang mampu mengurangi polusi dan mempunyai kapasitas untuk mengolah limbah adalah bangunan yang berkontribusi dalam menjaga lingkungan agar tidak terjadi deklinasi. Bangunan instansi pemerintah apabila dilengkapi dengan instalasi pengolah sampah maka upaya pengurangan sampah bisa lebih cepat terwujud. Juga sudah saatnya untuk dirintis pemasangan solar cell sebagai sumber enerji alternatif yang ramah lingkungan.
Penggunaan Transportasi Masal
Diperlukan keberanian untuk menekan emisi gas buang kendaraan bermotor ke ambang batas yang aman. Pengetatan uji emisi bagi kendaraan bermotor dengan usia tertentu layak diterapkan guna mengurangi polusi udara. Dengan udara yang lebih bersih akan mendukung terciptanya Magelang sebagai kota yang lebih sehat.
Kampanye penggunaan transportasi masal juga perlu mulai dirintis. Data menunjukkan bahwa sektor transportasi menyumbang 14% gas rumah kaca, dan disisi lain 90% polusi langit perkotaan dihasilkan dari emisi gas buang kendaraan. Salah satu gerakan dalam menggiatkan transportasi masal bisa dikemas dalam tagline Yellow Plate Day, atau Hari Plat Kuning. Pada hari itu semua karyawan dan anak sekolah menggunakan transportasi umum.
Menu lain untuk mengurangi polusi udara dengan penyelenggaraan Hari Bebas Kendaraan Bermotor, atau lebih populer dengan istilah Car Free Day (CFD). Meski ancaman pandemi covid-19 masih dirasakan, namun CFD layak tetap bisa digelar karena CFD tidak selalu paralel dengan menimbulkan kerumunan, asal diiringi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pada lokasi yang sehari-hari dilalui kendaraan bermotor bisa diterapkan CFD dan hanya pejalan kaki serta kendaraan tidak bermotor yang diperbolehkan melewatinya. Kurang tepat bila CFD digelar di lokasi yang kesehariaannya tidak banyak dilalui kendaraan bermotor.
Momentum World Bicycle Day bisa dijadikan sebagai awal kampanye gemar bersepeda. Dukungan infrastruktur berupa jalur khusus bagi kendaraan tidak bermotor merupakan modal untuk menggiatkan penggunaan kendaraan tidak bermotor. Tagline Bike To Work berpeluang untuk diperluas lagi dengan Bike To School, Bike To Shop dan tagline sejenis lainnya.
Magelang Cinta Organik atau Magelang Cantik, yang merupakan salah satu program unggulan Walikota dan Wakil Walikota Magelang, bisa dijadikan sebagai salah satu tetenger bagi Kota Magelang dalam mengisi peringatan Hari Lingkungan Hidup se Dunia. Memanfaatkan lahan pekarangan sempit untuk tanaman pangan selain memperkuat ketahanan pangan juga sebagai arena pemberdayaan masyarakat. Apabila dipadukan dengan penerapan pengelolaan sampah secara 3-R maka dipastikan juga akan mendukung kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.
Kota Magelang sudah meluncurkan program L2-T2 atau Layanan Lumpur Tinja Terjadwal, yaitu dengan penyedotan tanki septik secara berkala untuk mengurangi risiko penyebaran bakteri ke tanah, sehingga pencemaran lingkungan bisa dikendalikan. Selain itu melalui L2-T2 juga bisa meningkatkan kinerja tanki septik. Bagi pemerintah daerah akan mendapat peluang dalam meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Momentum Hari Lingkungan Hidup bisa menjadi motivasi untuk mengembangkan lebih luas Program L2-T2.
Itulah beberapa cetusan gagasan untuk mengisi Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia melalui kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna dan tidak hanya sebatas retorika semata. Masih tersedia menu-menu lain yang bisa dikaji pelaksanaannya. Hanya dengan kegiatan yang secara nyata mampu memberi sumbangan dalam menjaga kualitas alam, serta komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan bisa terwujud secara berkesinambungan.
Penulis : Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
(Bappeda) Kota Magelang
Editor : Doddy Ardjono