blank

JAKARTA, (SUARABARU.ID) – Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis mengelar doa lintas agama dan kursus Pancasila menjelang peringatan Bulan Bung Karno pada Juni 2021.

Pengasuh Padepokan Kebangsaan Karang Tumaritis Ananta Wahana dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (29/5), menjelaskan peringatan Bulan Bung Karno tersebut rutin digelar setiap tahun. Untuk tahun ini, selain doa bersama untuk bangsa, juga diisi dengan diskusi kebangsaan, yaitu kursus Pancasila.

“Doa bersama untuk Bung Karno dan Keselamatan Bangsa ini melibatkan seluruh golongan agama yang ada di Indonesia. Kita ketahui bersama, sebagai bangsa yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, doa adalah kekuatan sempurna dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta,” katanya.

Ananta yang juga anggota DPR/MPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan mengundang sejumlah kalangan mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung dan semua golongan antarumat beragama di wilayah Kabupaten Tanggerang.

Sekretaris Badiklat Pusat PDI Perjuangan itu, menegaskan bahwa Bulan Juni sebagai penting bagi bangsa Indonesia karena pada 6 Juni 1901 merupakan hari lahir Presiden RI pertama, sedangkan 1 Juni 1945, Bung Karno dan para pendiri bangsa melahirkan ideologi Pancasila, dan 21 Juni 1970, Bung Karno wafat.

“Selain peringati Bulan Bung Karno, kami juga menyelenggarakan tarian campur sari. Selama Bulan Juni nanti, pedepokan akan melaksanakan berbagai acara, antara kain lomba menulis sejarah bangsa bagi generasi milenial dan generasi Z,” tuturnya.

Acara peringatan Bulan Bung Karno juga mendapat respon positif dari Djarot Saiful Hidayat. Menurut Wali Kota Blitar periode 2000-2005 dan 2005-2010 itu, menjelang Bulan Bung Karno, bangsa Indonesia menghayati nilai perjuangan dari proklamator Republik Indonesia.

“Bung Karno adalah maha guru ideologi Pancasila, tantangan kita ke depan perubahan yang begitu cepat, pertanyaannya sebagai bangsa yang besar kita sudah siap,” ungkap alumnus Universitas Brawijaya Malang itu.

Ia mengatakan persaingan dunia hari ini bergeser pada tantangan kecepatan teknologi, yaitu dunia dan revolusi digital.

“Anda ingat ‘handphone’ (telepon seluler) Nokia dan BlackBerry, dua teknologi telekomunikasi yang sangat kuat saat itu, tapi hari ini hilang dan kalah dengan android dan iPhone, itulah contoh perubahan dunia,” katanya.

Djarot yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan itu menyinggung tentang kolonialisme modern.

“Saat prakemerdekaan, bangsa Indonesia menghadapi sebuah sistem penjajahan dari kolonialisme Belanda. Sekarang sistemnya berubah, yaitu tantangan teknologi digital, jika tidak inovatif dan menguasai, kita kalah,” katanya.

Hadir juga sebagai pemateri dari kalangan milenial, Abraham Garuda Laksono atau yang akrab disapa Abe.

Abe menjelaskan tidak sedikit masyarakat, terutama generasi milenial, tahu jika Pancasila itu ideologi bangsa dan negara Indonesia. Hanya saja, dalam praktik, Pancasila itu hanya dijadikan sebagai pembenaran.

Padahal, kata dia, Pancasila merupakan keinginan para pendiri bangsa untuk merdeka dan bersatu. Bahkan, urusan makan pun diatur dalam Ideologi tersebut.

Oleh sebab itu, ia memberikan analogi perbedaan di atas dengan niat seseorang untuk menikah.

“Indonesia mempunyai 1.300 lebih etnis. Di dalam keluarga saja, kita bisa berbeda. Bagaimana dengan negara yang punya etnis sebanyak itu,” katanya.

Abraham menuturkan tentang bagaimana generasi muda seharusnya bisa memanfaatkan media digital untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ia mengemukakan pada era digitalisasi sekarang ini, kampanye tersebut mudah dilakukan dengan memanfaatkan media sosial.

Antara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini